Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BOS) mengeluarkan data belanja modal pemerintah pada kuartal III 2020 turun 22,34 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, turunnya belanja modal pemerintah tersebut karena investasi bangunan dan konstruksi memburuk di kuartal III 2020.
“Salah satu penyebabnya adalah investasi atau bangunan itu tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah melainkan juga oleh masyarakat. Bagaimana dengan investasi bangunan dan konstruksi sebenarnya secara agregat dominasinya oleh sektor bangunan sebesar 23,65 persen dalam PDB,” kata Tauhid dalam diskusi Indef, Minggu (8/11/2020).
Baca Juga
Sementara sektor lain juga relatif rendah dominasinya, seperti mesin dan perlengkapan 2,92 persen, kendaraan 1,12 persen, peralatan lainnya 0,43 persen, CBR 2,16 persen, dan produk kekayaan intelektual 0,84 persen.
Advertisement
“Saya kira terhambatnya pemerintah ketika bingung belanja modal pada triwulan I dan II, akhirnya berakibat tidak optimalnya sektor pembangunan konstruksi,” ujarnya.
Menurut data Kementerian Keuangan per September 2020, realisasi belanja modal pemerintah baru di angka Rp 73,2 triliun.
“Jadi menurut saya masih relatif rendah dibandingkan target Perpres 72 tahun 2020 sebesar Rp 137,4 triliun. Sehingga terhadap perubahan APBN baru separuh yakni Rp 53,3 triliun yang artinya masih kurang banyak,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah memiliki masalah dalam hal belanja modal, padahal itu sangat penting untuk mendorong perkembangan konsumsi. Kalau dilihat dari penyerapannya, banyak kementerian-kementerian yang harus memperbaiki diri.
Serta menjadi catatan, ia lihat beberapa kementerian masih membukukan belanja yang di bawah target. Seperti Kementerian ATR/BPN, Kemenkumham, Kementan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Polri.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Capai Rp 1.211,4 Triliun sampai September 2020
sebelumnya, Kinerja penyerapan belanja pemerintah semakin membaik. Hal ini tercermin dari realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.211,4 triliun sampai akhir September 2020. Angka ini tumbuh 21,2 persen jika dibandingkan tahun lalu (yoy). Angka ini juga setara 61,3 persen pagu perpres 72/2020 sebesar Rp 1.975,2 triliun.
“Belanja mengalami prestasi di Kuartal ketiga luar biasa, dan ini diharapkan bisa mengangkat ekonomi kita makin menuju ke zona positif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN KiTa, Senin (19/10/2020).
Rinciannya, Sri Mulyani memaparkan belanja pemerintah untuk K/L sebesar Rp 632,1 triliun, tumbuh 13,7 persen. Terdiri dari belanja barang Rp 222,7 triliun dan belanja bantuan sosial Rp 156,3 triliun. KEduanya mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 9,1 persen dan 79,8 persen.
“Belanja bansos dan belanja barang naik, utamanya untuk program PEN perlindungan sosial, PIP, KIP KUliah, PBI JKN, bantuan pelaku usaha mikro, serta antuan upah/gaji,” papar Menkeu.
Namun dari sisi belanja pegawai dan belanja modal mengalami kontraksi masing-masing sebesar 2,6 persen dan 9,0 persen. Atau sebesar Rp 180,0 triliun untuk belanja pegawai, dan Rp 73,2 triliun untuk belanja modal.
“Kinerja belanja modal secara nominal tumbuh negatif, namun secara persentase terhadap pagunya lebih besar, dipengaruhi refocusing atau realokasi. Serta kebijakan PSBB,” kata Sri Mulyani.
Adapun belanja non-k/L, tercarar sebesar Rp 579,2 triliun, tumbuh 30,7 persen yoy. Angka ini setara 50,9 persen target perpres 72/2020 sebesar Rp 1.138,9 triliun.
Rinciannya, belanja subsidi sebesar Rp 114,3 triliun. Dna belanja lain-lain sebesar Rp 112,4 triliun. Menkeu menjelaskan, peningkatan belanja non K/L ini didorong kebijakan subsidi, pensiun/jaminan keselamatan ASN, belanja lain-lain termasuk untuk prakerja. Serta outlook bunga utang yang menurun seiring kondisi tren suku bunga yang turun.
Advertisement