Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada November 2020 surplus sebesar USD 2,61 miliar.
Surplus tersebut terjadi akibat nilai ekspor tercatat lebih tinggi sebesar USD 15,28 miliar sedangkan posisi nilai impor sebesar USD 12,66 miliar.
Baca Juga
“Surplus ini menggembirakan karena surplus ini terjadi karena ada kenaikan ekspor yang meningkat baik month to month (mtm). sementara impornya juga meningkat 17,4 persen secara mtm meskipun secara yoy (year on year) masih mengalami penurunan, ujar Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto dalam video konferensi,Selasa (15/12/2020).
Advertisement
Perbaikan ekspor ini ditunjang oleh naiknya permintaan dan juga kenaikan harga komoditas andalan, terutama batubara dan kelapa sawit.
Adapun komoditas penyumbang surplus terbesar pada bulan November ini adalah lemak dan minyak hewan nabati, kemudian bahan bakar serta besi dan baja.
Sementara menurut negaranya, Amerika Serikat (AS) menjadi terbesar yang terbesar yakni surplus mencapai USD 948,7 juta. Di mana ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 1,6 miliar dan impor USD 657 juta.
Kemudian surplus lainnya juga terjadi dengan India sebesar USD 603,8 juta dan Filipina sebesar USD 523,4 juta. Sebaliknya ada beberapa negara yang masih mengalami defisit pada Oktober 2020.
Di mana dengan Tiongkok defisit sebesar USD 572,6 juta. Kemudian Hongkong defisit USD 198,0 juta. Selanjutnya defisit neraca perdagangan juga terjadi kepada Australia, yakni tercatat sebesar USD 142,6 juta.
Secara keseluruhan, BPS mencatat untuk neraca perdagangan dari Januari sampai November 2020 mengalami surplus USD 19,66 miliar.
“Posisi ini jauh lebih menggembirakan kalau kita bandingkan surplus kita pada Januari-November 2019 lalu yang defisit USD 3,59 miliar,” pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Neraca Perdagangan November 2020 Diprediksi Surplus USD 3,11 Miliar
Neraca perdagangan November 2020 diperkirakan surplus USD 3,11 miliar. Lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat surplus USD 3,61 miliar.
“Penurunan surplus perdagangan dipengaruhi oleh laju impor bulanan tercatat naik 6,89 persen mtm (month to month). Sementara ekspor diperkirakan tumbuh 1,89 persen mtm,” ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Liputan6.com, Selasa (15/12/2020).
Secara laju tahunan, ekspor diperkirakan sebesar 4,95 persen yoy (year on year). Hal ini, kata Josua, ditopang oleh kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia. Seperti CPO tercatat naik 14,45 persen mtm, batu bara tercatat naik 9,15 persen mtm, dan karet alam tercatat naik 1,90 persen mtm.
Peningkatan harga komoditas ekspor juga didukung oleh peningkatan volume ekspor. Terindikasi oleh tren peningkatan aktivitas manufaktur dari negara mitra dagang utama Indonesia seperti AS, Tiongkok dan Jepang. Sementara itu, impor diperkirakan tercatat -24,85 persen yoy.
“Laju bulanan kinerja impor meningkat sejalan dengan peningkatan impor non-migas sejalan dengan aktivitas manufaktur domestik yang masuk dalam fase ekspansi pada bulan November,” kata Josua,
Selain itu, Josua menilai impor migas juga berpotensi meningkat sejalan dengan peningkatan harga minyak mentah sebesar 5,06 persen mtm.
Advertisement