Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengungkapkan alasan bantuan subsidi upah (BSU) atau subsidi gaji belum cair sepenuhnya. Bantuan ini diberikan untuk 12,4 juta pekerja yang penghasilannya terdampak pandemi Covid-19.
Ida menjelaskan, belum cairnya seluruh subsidi gaji tersebut tak lepas dari data rekening penerima yang bermasalah. Sehingga dana tidak bisa dicairkan oleh pihak bank penyalur.
Baca Juga
"Untuk setiap batch belum 100 persen (cair) mengapa? Dari termin pertama berdasarkan laporan bank penyalur terdapat sejumlah data rekening yang bermasalah dan tidak dapat di transfer. Saya ulang lagi kenapa tidak 100 persen dapat terealisasi ini laporan bank penyalur terdapat data rekening yang bermasalah sehingga adanya return," tegasnya dalam webinar Kupas Tuntas Program Bantuan Subsidi Upah, Rabu (16/12/2020).
Advertisement
Merespons hal itu, kata Ida, Kementerian Ketenagakerjaan segera berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan selaku penyedia data untuk melakukan perbaikan data penerima manfaat subsidi gaji. Sehingga diharapkan secara bertahap proses penyaluran dapat terselesaikan secara sepenuhnya.
"Jadi, kami tidak diam atas adanya retur kami kembalikan ke BPJS Ketenagakerjaan untuk diperbaiki, karena BPJS Ketenagakerjaan memiliki mekanisme sendiri terkait perbaikan data tersebut. Setelah diperbaiki maka kami kembali salurrkan ke rekening penerima yang hingga saat ini masih berlangsung proses penyalurannya," terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada seluruh penerima manfaat BSU yang belum memperoleh bantuan hingga termin kedua berjalan ini untuk tetap bersabar. Menyusul masih tersedianya waktu untuk penyelesaian penyaluran hingga akhir tahun ini.
"Saya kira berharap sabar karena jangka penyaluran itu hingga akhir Desember. Jadi, saya berharap temen pekerja yang belum nerima, BSU termin kedua ini masih dalam proses penyaluran kepada temen-temen semua," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
11.042.252 Pekerja Terima Bantuan Subsidi Gaji Termin Kedua Senilai Rp 13,25 Triliun
Sebelumnya, realisasi kucuran subsidi gaji atau upah pada termin kedua mencapai 89,02 persen atau setara 11.042.252 pekerja atau buruh, per 14 Desember 2020. Dengan total anggaran subsidi gaji yang telah tersalurkan untuk termin 2 sebesar Rp 13,250 triliun.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah berkomitmen mencairkan bantuan pemerintah berupa subsidi gaji atau upah (BSU) kepada 12,4 juta pekerja/buruh yang penghasilannya terdampak pandemi Covid-19.Â
"Kita terus berupaya untuk mempercepat penyaluran bantuan subsidi gaji atau upah sampai 12,4 juta penerima. sehingga bisa segera diterima oleh para pekerja/buruh yang terdampak pandemi Covid-19," kata Menaker Ida di Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Adapun rincian realisasi subsidi gaji atau upah pada termin kedua ini, yakni pada tahap I penyaluran subsidi gaji atau upah mencapai 2.177.915 penerima, tahap II 2.711.358 penerima.
Kemudian tahap III sebanyak 3.146.314 penerima, tahap IV mencapai 2.439.537 penerima, tahap V mencapai 529.244, dan batch VI (tambahan data batch V) 37.906 penerima.
Sedangkan besaran anggaran subsidi gaji atau subsidi upah yang telah disalurkan melalui tahap pertama pada termin kedua, mencapai Rp 2,613 triliun, tahap II Rp 3,253 triliun, tahap III sebanyak Rp 3,775 triliun, tahap IV mencapai Rp 2,927 triliun, tahap V mencapai Rp 635,068 miliar, dan tahap VI mencapai Rp 45,487 miliar.Â
Demi memastikan penyaluran bantuan subsidi upah atau gaji tepat sasaran, Menaker memastikan pihaknya terus berkoordinasi dan rapat pembahasan secara marathon dengan berbagai pihak.
Pihak dimaksud, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, BPJS Ketenagakerjaan, serta Bank Himbara.
"Selama proses penyaluran BSU, tentunya kita terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari verifikasi data dari BPJS, pemadanan data dengan DJP Kemenkeu. Kami juga selalu meminta pendampingan dari BPK, BPKP untuk audit, sementara untuk monitoring dari KPK," dia menandaskan.
Advertisement