Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, memastikan bahwa pasokan listrik untuk wilayah Jawa dan Bali pada Natal Tahun 2020 dan menjelang Tahun Baru 2021 dalam kondisi aman dan memiliki pasokan cadangan optimal.
Dia menyampailan, penempatan layanan kebutuhan rakyat akan sektor ketenagalistrikan menjadi salah satu prioritas utama meskipun tengah beradaptasi dengan kebiasaan baru akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Pemerintah menempatkan prioritas tertinggi dalam memperhatikan aksesibilitas dan keterjangkauan energi," katanya saat melakukan kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya berkapasitas 3.400 Mega Watt (MW) di Desa Suralaya, Kecamatan Pulomerak, Cilegon, Banten, seperti ditulis Kamis (31/12/2020).
Advertisement
Aksesibilitas dan keterjangkauan menjadi perhatian utama pemerintah sehingga mempercepat proses pemerataan energi ke seluruh lapisan masyarakat. Upaya ini digambarkan dengan capaian rasio elektrifikasi yang mencapai hingga 99,15 persen pada kuartal III-2020.
Menurut Arifin, meski tingkat permintaan pada perayaan Natal dan Tahun Baru kali diproyeksikan lebih rendah dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya sebagai dampak dari adanya keterbatasan kegiatan perekonomian, namun keberadaan pembangkit listrik harus tetap siaga menjaga stabilitas pasokan listrik yang handal.
"Melalui Perusahaan Listrik Negara, Pemerintah selalu siaga dalam menjaga pasokan serta melakukan inspeksi instalasi di rumah ibadah dan fasilitas umum lainnya di tengah kesulitan dan keterbatasan akibat pandemi," jelasnya.
Agar proses pelayanan bekerja secara optimal, ia mengimbau kepada para jajaran manajerial dan para pekerja di lapangan untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan (prokes) secara ketat.
"Akhir-akhir ini tingkat penyebaran makin meningkat, saya meminta agar semua pekerja benar-benar memperhatikan prokes. Jangan lelah dan lengah dengan tata cara yang diterapkan," ungkap Arifin.
Arifin berharap PT PLN berkomitmen untuk terus menjaga kehandalan pasokan listrik tidak hanya di PLTU Suralaya, tapi juga di seluruh unit operasinya dan selalu memberikan siaga dalam memberikan pelayanannya.
Sebagai informasi PLTU Suralaya menopang 12-14 persen sistem Jawa - Bali. Dengan transmisi sebesar 500kV, pembangkit tersebut mengkonsumsi batubara kurang lebih 35.000 ton yang dipasok dari enam perusahaan batubara, yaitu PT Adaro Indonesia, PT Artha Daya Coalindo, PT Berau Coal, PT Bukit Asam, PT Oktasan Baruna, dan PT PLN Batubara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Energi Bersih
Wakil Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLTU Suralaya dinilai lebih kompetitif dibandingkan PLTU Independent Power Producer (IPP). Berdasarkan perhitungan internal Indonesia Power, Biaya Pokok Produksi (BPP) yang dihasilkan PLTU Suralaya lebih murah.
"Total Biaya Pokok Produksi (BPP) dari fixed dan variable cost unit hanya 1-7 sekitar Rp530,1/kWh. Sementara dari PLTU IPP rata-rata di atas Rp800/kWh," kata Darmawan.
Ke depannya, PLN akan menargetkan implementasi co-firing biomassa pada PLTU Suralaya sebagai bagian dari dukungan atas percepatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan. "Secara sustainability dari lingkungan hidup juga bagus, makanya beberapa kali mendapatkan proper emas," tegas Darmawan.
Merespon hal tersebut, Arifin menegaskan upaya PLN ini sebagai langkah positif dalam dunia pergaulan internasional. "Itu bagian dari komitmen dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan CO2. Kalau tidak melaksanakan komitmen tersebut, kita terpojokkan dalam dunia internasional," tegasnya.
Menurut Arifin, saat ini banyak negara-negara besar seperti Tiongkok dan India yang dikenal sebagai pengguna batubara beralih ke EBT. "Banyak negara-negara maju memindahkan dana pendanaan PLTU. Pemanfaatan batubara ditutup. Tiongkok yang relatif besar-besaran menggunakan batubara mulai berubah," ungkapnya.
Salah satu antisipasi yang dilakukan Kementerian ESDM, memasukkan EBT sebagai bagian dari bauran energi nasional dalam porsi besar. "Perkembangan teknologi baru yang ada sekarang ini menunjukkan EBT terutama energi surya semakin kompetitif. Mitigasi EBT ini jadi jalan yang tepat," katanya.
Kendati begitu, Arifin mengungkapkan penggunaan batubara tidak serta merta hilang dari bauran energi nasional. "Batubara adalah simpanan kita di saat energi fosil lain habis. Ke depannya batubara tetap dipakai, hanya di mulut tambang. Jadi memang dalam proses perencanaan energi perlu melihat aspek yang lain," ujarnya.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Advertisement