Menteri LHK Berambisi Bauran Energi Baru Terbarukan Capai 50 Persen di 2050

Kementerian LHK telah mendorong agar bauran Energi Baru Terbarukan terus meningkat dengan beberapa program, seperti pengembangan hutan tanaman energi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Jan 2021, 13:42 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2021, 13:31 WIB
Siti Nurbaya Bakar
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar berambisi target bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 50 persen di 2050. Ambisi ini disampaikan pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Sedangkan Kementerian ESDM sendiri menargetkan bauran energi baru terbarukan lebih kecil yaitu di angka 31 persen pada 2050.

"Menuju 2050, bauran energi kita Pak Menteri ESDM kalau boleh bisa dapat angka di 50 persen," kata Siti Nurbaya dalam sesi webinar, Kamis (28/1/2021).

Dia mengatakan, ambisi tersebut memang tak mudah, terlebih pengurangan konsumsi sumber daya fosil seperti batu bara saat ini jadi tantangan besar.

Namun, jika ambisi ini dijalankan, maka Indonesia bisa lebih dekat mencapai kesepakatan nol emisi (zero emission) di 2050 seperti yang tertera dalam Paris Agreement 2015.

"Kalau boleh kita ambisikan lagi, sebab kalau misalnya kita 2050 targetnya net zero emission bisa 50 persen, kemudian mungkin 2070 baru bisa untuk net zero emission," ujar dia.

Kementerian LHK sendiri disebutnya telah mendorong usulan target tersebut dengan beberapa program, seperti pengembangan hutan tanaman energi. "Jadi dari pelepasan kawasan hutan misalnya, 78 persen tuh kira-kira untuk sawit. Di sisi lain ada izin pinjam pakai kawasan hutan, kira-kira 53 persen lah yang untuk batu bara, untuk energi," sambungnya.

Di sisi lain, terdapat 11 juta ha Hutan Tanaman Industri (HTI) yang bisa dipakai sekitar 400 ribu ha pada 2021-2024. Kemudian KLHK juga telah menelurkan Peraturan Menteri Nomor 62 Tahun 2019 dengan konsep multiusaha.

"Jadi misalnya pemegang HTI sekarang dia kesulitan untuk ertimber dia bisa pakai multiusaha, bisa ekowisata, hutan energi dan sebagainya. Pak Presiden (Jokowi) saya kira berkali-kali menekankan soal hutan energi dan bioenergi, fasilitasi regulasi dan dukungan fasilitasi perizinannya itu kami dorong dan kami bantu," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Penggunaan Energi Baru Terbarukan di Indonesia Masih Jauh dari Target

warga manfaatkan momen berswafoto di lokasi kincir angin raksasa Jeneponto (Liputan6.com/ Eka Hakim)
warga manfaatkan momen berswafoto di lokasi kincir angin raksasa Jeneponto (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih jauh dari target. Dari target porsi EBT sebesar 23 persen pada 2025, realisasi pada 2020 baru mencapai 11 persen.

"Kita punya target, di tahun 2025 itu porsi energi baru terbarukan harus bisa mencapai 23 persen. Realisasi tahun 2020 baru mencapai 11 persen. Kemudian di 2050 kita harus bisa mencapai 31 persen," kata Arifin dalam sesi webinar, Kamis (28/1/2021).

Arifin mendesak agar target-target tersebut harus bisa dilaksanakan. Sebab pada saat bersamaan, negara-negara di Uni Eropa dan Jepang bisa bergantung pada sumber energi ramah lingkungan.

"Kita dengar baru-baru ini bahwa Eropa di tahun 2020 bauran energi terbarukan sudah paling besar di antara semua energi yang membaur. Kemudian juga kita sudah mendengar Jepang juga sudah memprogram di 2040 zero emission," tuturnya.

Di sisi lain, Indonesia dalam rencana jangka menengah ke depan disebutnya masih banyak mengandalkan sumber energi fosil seperti batu bara serta minyak dan gas bumi (migas).

Oleh karenanya, ia akan terus mendorong pemanfaatan EBT, dimana secara potensi Indonesia bisa mencapai 400 Giga Watt (GW) namun pemakaiannya baru 2,5 persen.

"Kita lihat kita memiliki yang terbesar adalah sumber dari surya, kemudian kita juga punya sumber dari angin, kita juga punya sumber dari air/hydro, selain juga kita punya sumber dari bioenergi yang juga terbarukan," tuturnya.

"Yang paling penting menurunkan emisi adalah bagaimana kita bisa mendorong, melaksanakan strategi pengembangan energi terbarukan," tandas Arifin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya