Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), M Yadi Sofyan Noor meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana kebijakan impor komoditi beras.
Menyusul implementasi impor tersebut berdampak pada penurunan harga jual hasil panen padi petani serta membuat mental petani tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini.
Baca Juga
"Sehubungan dengan adanya rencana Impor komoditi beras KTNA meminta pemerintah untuk meninjau dan mengkaji ulang kebijakan impor beras. Mengingat di samping hal-hal yang sudah di sampaikan di atas, juga akan berdampak penurunan harga jual hasil panen padi petani serta membuat mental petani akan tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini," ungkap dia, Senin (8/4).
Advertisement
Dia mengungkapkan, pada masa pandemi COVID-19 ini, petani telah berusaha memanfaatkan waktu, tenaga dan modal usahanya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dalam rangka mengantisipasi kelangkaan pangan dengan merujuk anjuran pemerintah terutama Kementerian Pertanian. Hasilnya, di beberapa wilayah pada saat ini sudah memasuki masa panen.
"Seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah serta Kalimantan Selatan," bebernya.
Pun, data BPS menyatakan pergerakan produksi beras pada tahun 2020 lebih tinggi dari tahun 2019. Selain itu, BPS juga merilis adanya peningkatan produksi padi pada tahun 2021, yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25, 37 juta ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta Ton atau 26,88 persen di bandingkan subround yang sama pada tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.
"Pada pandemi COVID-19 saat ini, data BPS menyebutkan sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan angka terbesar dari kinerja pemerintahan saat ini diantaranya tanaman padi," terangnya.
Terakhir, Presiden Joko Widodo saat menggelar Rapat Kerja Kementerian Pertanian pada tanggal 11 Januari 2021 untuk berhati-hati dengan impor. Imbauan serupa juga dilontarkan Jokowi saat rapat kerja bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Perdagangan pada tanggal 4 Maret 2021, untuk tidak menambah impor serta meningkatkan hasil produksi dalam negeri.
Oleh karena itu, KTNA berharap pemerintah lebih mengantisipasi permasalahan yang akan muncul terutama pada saat panen raya komoditas padi ketimbang memutuskan untuk membuka keran impor. Kemudian, Perum Bulog juga dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah.
"Ini agar hasil panen lebih optimal untuk mencukupi pangan nasional," tukasnya.
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lewat Perum Bulog
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid menyayangkan kebijakan impor beras 1 juta ton yang sudah dialokasikan melalui Perum Bulog.
Menurutnya, kebijakan itu lambat laun akan menghancurkan kondisi harga di tingkat petani yang kini sedang berjuang meningkatkan produksi. Apalagi awal tahun ini Indonesia akan menghadapi musim panen tahunan yang berlangsung pada pertengahan Maret mendatang.
Tauhid menerangkan, jika mengacu pada kebutuhan tahun 2020, maka kebutuhan beras nasional tahun 2021 diperkirakan mencapai 31-32 juta ton dengan produksi dalam negeri sebesar 30 juta ton. Angka ini masih ditambah dengan sisa stok beras Desember 2020 yang mencapai 6 juta ton.
Dengan hitungan tersebut, lanjut Tauhid, ketersediaan beras nasional diperkirakan mencapai 36 juta ton, sehingga masih ada kelebihan beras sekitar 4-5 juta ton.
"Kecuali tahun 2021 kita menghadapi gagal panen yang luar biasa sehingga anjlok produksi beras kita. Jadi menurut saya impor beras tidak perlu dilakukan," katanya.
Advertisement