Liputan6.com, Jakarta - PT MRT Jakarta (Perseroda) melakukan perubahan waktu operasional yang akan diberlakukan mulai hari ini Senin, 19 April 2021. Penyesuaian ini sehubungan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro yang ditetapkan pemerintah untuk mengurangi potensi penyebaran virus Covid-19.
"Adapun perubahan waktu operasional MRT Jakarta yang ditetapkan merupakan tindak lanjut dari Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta nomor 157 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pembatasan Kapasitas Angkut dan Waktu Operasional Sarana Transportasi Dalam Rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro," jelas Plt Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta (Perseroda) Ahmad Pratomo dalam pernyataannya, Senin (19/4).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kebijakan waktu operasional MRT Jakarta menjadi berikut :
Advertisement
1. Jam Operasional Senin – Jumat (hari kerja/weekdays) pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB. Sedangkan pada Sabtu – Minggu (akhir pekan/weekend) menjadi pukul 06.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB.
2. Jarak antar kereta (headway) Weekdays yaitu tiap 5 menit untuk jam sibuk (07.00 WIB – 09.00 WIB dan 17.00 WIB –19.00 WIB) dan Tiap 10 menit di luar jam sibuk.Sementara, saat weekend (akhir pekan) yakni tiap 10 menit.
3. Pembatasan jumlah pengguna 70 orang per kereta (gerbong).
PT MRT Jakarta (Perseroda) tetap mengimbau masyarakat untuk disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan di lingkungan MRT Jakarta. Seperti kewajiban memakai masker, menjaga jarak antar pengguna, rajin mencuci tangan, serta tidak berbicara, baik satu atau dua arah,selama di dalam kereta dan area peron stasiun.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai kebijakan jadwal operasional MRT Jakarta, masyarakat dapat akses melalui akun media sosial MRT Jakarta.
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rumitnya Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta
Rencana akuisisi PTÂ KCIÂ yang dilakukan PTÂ MRTÂ Jakarta dinilai kurang tepat bila dilakukan dengan landasan hasil rapat terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo pada 8 Januari 2019 lalu. Pasalnya, hasil rapat tersebut membahas cara mengatasi kemacetan di Jakarta.
Salah satu solusi yang dihasilkan dalam rapat tersebut dengan mengelola moda transportasi di ibukota dapat diserahkan kepada DKI Jakarta. Alasannya karena DKI Jakarta dinilai memiliki APBD yang besar dan bisa melakukan pengintegrasian moda transportasi.
"Arahan ratas 8 Januari itu pinnya pengelolaan moda transportasi ini dapat (diserahkan kepada DKI Jakarta), bukan harus Kementerian BUMN ini kasih saham mayoritas atau bikin joint venture," kata Direktur Keuangan PT KAI, Salusra Wijaya, dalam Webinar Serikat Pekerja Kereta Api bertajuk Integrasi Atau Akuisisi, Jakarta, Rabu, (20/1/2021).
Namun, hasil ratas tersebut direspon berbeda. Dalam melakukan pengintegrasian moda transportasi justru lahir rencana akuisisi PT KCI dari PT KAI yang dilakukan PT MRT Jakarta.
Dalam akuisisi PT KAI dan PT MRT Jakarta sepakat melahirkan perusahaan baru bernama PT MITJ yang ditunjuk sebagai pelaksana integrasi moda transportasi. Dalam perusahaan ini PTÂ MRTÂ Jakarta memiliki saham 51 persen dan PT KAI menyumbang saham 49 persen.
Akuisisi perusahaan BUMN oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pun hanya berlandaskan rapat terbatas yang dilakukan Presiden pada 8 Januari 2019.
PT MITJ pun mengakui hasil ratas tersebut tidak bisa dijadikan landasan hukum proses akuisisi tersebut karena harus menunggu sampai ada Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan.
"Event dari lawyer MITJ ini menunjukkan, ratas ini tidak punya kekuatan hukum sampai ada Perpres. Tapi kalau ini dikeluarkan ini bakal menunggu BPTJ," kata dia.
Advertisement
Perlu Undang-Undang
Sementara itu, pihak BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) menilai penunjukkan tersebut tidak cukup dengan penerbitan Perpres. Melainkan perlu dengan undang-undang yang disahkan DPR. Alasannya penunjukkan tersebut bukan dilakukan anak perusahaan BUMN atau BUMD.
"Kalau UU ini kan bukan masalah Perpres dari presiden tapi juga DPR, artinya PR-nya bakal panjang, dan di DPR juga bukan pekerjaan mudah," kata dia.
Padahal, lanjut Salusra keinginan presiden kala itu hanya mengatasi kemacetan di Jakarta. Agar ada pihak yang bertanggungjawab dalam prosesnya sehingga lebih mudah dikontrol, tidak tumpang tindih, tidak membuat pemborosan dan masalah utamanya teratasi.
"Ini kan yang penting tidak macet, tidak polusi dengan biaya semurah-murah mungkin buat publik," kata dia.
Sehingga Presiden menginginkan adanya integrasi moda transportasi. Integrasi tersebut bisa dilakukan secara fisik baik terkait pertiketan dan penyedia layanan ini harus terintegrasi.
Proses integrasi tersebut juga diharapkan secara proper dan kondusif. Bila porsenya bisa berjalan, Salusra pun mempertanyakan urgensi akuisisi perusahaan.
"Kenapa harus ada pengalihan saham? Harus mayoritas 51 persen? Ini jadi tantangan luar biasa," kata dia.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.comÂ