Liputan6.com, Jakarta - Penanganan pandemi covid-19 seharusnya dilakukan lebih mendalam mengingat kejadian luar biasa ini sudah berjalan lebih dari 1 tahun. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi di musim mudik Lebaran.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menjelaskan, pendekatan sosiologi dan antropologi sangat cocok untuk mengendalikan penyebaran virus corona di musim Lebaran. Langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mengajak masyarakat tidak mudik Lebaran.
Baca Juga
"Harusnya dengan pendekatan sosiologi dan antropologi dengan cara melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan lainnya untuk mengajak masyarakat tidak mudik dulu," kata Djoko saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Senin (3/5/2021).
Advertisement
Pemerintah diminta memberikan penjelasan yang mudah dicerna masyarakat terkait tujuan pelarangan mudik lebaran. Larangan mudik bukan hanya sekedar untuk mengendalikan penyebaran virus, tetapi juga untuk tujuan perbaikan ekonomi yang lebih cepat.
"Pemerintah harus bisa menjelaskan bahwa ini bukan hanya sekedar larangan beraktivitas, tetapi juga untuk dampak yang lebih luas terhadap ekonomi," kata dia.
Djoko menilai, pendekatan larangan mudik yang dilakukan pemerintah kurang maksimal. Sebab, masyarakat akan mencari kesempatan agar bisa pulang kampung dengan berbagai cara.
"Melarang itu dengan sifat fisik, tapi harus ditambah lagi dengan pola pendekatan yang lebih halus. Kalau dengan pendekatan melarang malah jadi main petak umpet seperti sekarang," kata dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pembatasan Ketat
Selain itu, Pemerintah juga harus membuat kebijakan pembatasan yang ketat. Sehingga masyarakat yang hendak bepergian menjadi enggan karena rumitnya aturan. Alasannya, tidak semua masyarakat bisa diatur.
"Masyarakat kita kan memang ada yang bisa diatur, tapi masih banyak juga yang sulit diatur," kata dia.
Djoko mencontohkan padatnya Pasar Tanah Abang beberapa hari terakhir. Kebijakan yang diambil pun dengan meniadakan KRL tujuan dari dan ke Tanah Abang. Cara ini dinilai lebih baik karena membuat sebagian pengguna mengurungkan niatnya karena harus berhenti di stasiun sebelumnya yang memiliki jarak yang lumayan jauh.
"Jadi kan, orang yang mau ke Tanah Abang harus berhenti di Stasiun Duri atau Stasiun Karet. Ini bisa jadi cara untuk mengendalikan masyarakat," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement