Hampir seluruh Provinsi Tak Tahu Potensi Pajak Daerah

Saat ini terjadi kesenjangan antara potensi, penetapan target dan realisasi pajak daerah atau retribusi daerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Des 2022, 21:16 WIB
Diterbitkan 05 Des 2022, 21:30 WIB
PAKINTA: Aplikasi Cek dan Bayar Pajak Daerah Inovasi Bapenda Makassar
(Foto:Dok.Bapenda Kota Makassar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan bahwa banyak pemerintah daerah belum bisa menggali potensi pajak daerah. Hal ini terjadi karena sebagian besar pemerintah daerah tidak memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai potensi pajak dan retribusi secara presisi.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menjelaskan, saat ini terjadi kesenjangan antara potensi, penetapan target dan realisasi pajak daerah atau retribusi daerah. Hal ini tidak hanya terjadi di salah satu daerah saja tetapi hampir sebagian besar mengalami hal serupa.

Hasilnya, berdampak pada kinerja pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang tidak optimal. Pasalnya, daerah tidak mengetahui secara benar berapa potensi penerimaan pajak dan retribusi setiap tahunnya.

"Ini hampir terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Akibatnya, jika pemda tidak tahu potensi pajak yang sesungguhnya maka target yang ditetapkan kemungkinan lebih kecil. Kalau target kecil, realisasinya juga kecil. Akhirnya PAD yang diperoleh tidak maksimal," katanya dikutip dari Belasting.id, Senin (5/12/2022).

Agus memaparkan UU No.1/2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah (HKPD) menekankan pentingnya daerah memiliki basis data yang kuat dalam mengukur kinerja penerimaan pajak dan retribusi.

Beleid tersebut menyatakan pentingnya daerah melakukan kajian mendalam tentang potensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing wilayah.

Untuk pemerintah tingkat provinsi kajian potensi fokus pada pungutan pajak kendaraan bermotor (PKB). Dia menyampaikan penerimaan PKB sangat strategis dari pemprov karena 60% PAD datang dari pajak pemilik motor dan mobil di Indonesia.

"Kemendagri mendorong pemdan melakukan kajian objektif dan lebih mendalam terkait potensi pajak dan retribusi yang dimiliki daerah," ulasnya.

Pendapatan Asli Daerah Melonjak 49,1 Persen, Sri Mulyani Tersenyum

Menkeu raker dengan Banggar DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pendapatan asli daerah (PAD) mengalami pertumbuhan tinggi di September 2022. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KITA, Jumat (21/10.2022).

Sri Mulyani merincikan, penerimaan pajak daerah di September 2022 sebesar Rp 213,41 triliun. Angka ini melonjak 49,1 persen (yoy) dari 2021 yang ada di angka Rp 143,2 triliun.

"Pajak daerah terkumpul Rp 213,41 triliun, naik sangat besar dari tahun lalu saat pemulihan ekonomi dari covid yang hanya Rp 143,12 triliun," kata dia.

Kenaikan pajak daerah yang tinggi ini dorong pertumbuhan jenis pajak yang bersifat konsumtif. Misalnya pajak hotel yang naik 170,8 persen menjadi Rp 5,45 triliun, pajak hiburan naik 120,2 persen menjadi Rp 1,39 triliun.

Kemudian pajak restoran naik 114,9 persen menjadi Rp 11,45 triliun. Pajak parkir naik 104,7 persen menjadi Rp 1,13 triliun. Begitu juga dengan bea balik nama kendaran bermotor naik 68 persen menjadi Rp 34,13 triliun.

 

Retribusi

Selain pajak daerah, penerimaan dari retribusi daerah juga naik 9,6 persen (yoy) menjadi Rp 5,91 triliun. Pertumbuhan ini dikontribusikan dari kenaikan retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air, tempat penginapan atau villa, tempat khusus parkir dan pemeriksaan alat pemadam kebakaran.

Kemudian dari Hasil PKD yang dipisahkan naik 25,5 persen (yoy). Penerimaanya per September tahun ini menjadi Rp 10,39 triliun.

Adapun kontribusinya dari kenaikan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan patungan/swasta, BUMD dan BUMN.

Begitu juga dengan PAD lainnya yang naik 16,9 persen tahun ini menjadi Rp 50,02 triliun. Kenaikan ini disumbang dari peningkatan penerimaan jasa giro, pendapatan depan pajak dan tuntutan ganti rugi.

Bendahara negara ini mengatakan berbagai kegiatan masyarakat ini menunjukkan perekonomian sudah mulai pulih akibat pandemi. Sehingga berkontribusi pada kegiatan ekonomi masyarakat.

"Artinya kegiatan ekonomi masyarakat dari kesempatan kerja, pendapatan masyarakat termasuk pendapatan daerah dari aktivitas-aktivitas tersebut," kata dia.

 

Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya