Ini Insentif yang Pengusaha Mal Minta Selama PPKM Darurat Jawa Bali

Pengusaha berharap pusat perbelanjaan dapat beroperasional kembali, sesudah PPKM darurat selesai diterapkan pada 20 Juli 2021.

oleh Andina Librianty diperbarui 02 Jul 2021, 16:46 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2021, 16:46 WIB
Mal di Depok Kembali Beroperasi, Begini Penampakannya
Petugas mengecek suhu tubuh pengunjung di pusat perbelanjaan di Depok, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Mulai 16 Juni 2020, sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Depok kembali beroperasi selama masa PSBB proporsional, namun tetap dengan memerhatikan protokol kesehatan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)
 
Liputan6.com, Jakarta Seiring pemberlakuan PPKM darurat, pengusaha pusat perbelanjaan meminta insentif kepada pemerintah pusat dan daerah.
 
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta, Ellen Hidayat, berharap pemerintah memberikan insentif untuk mengurangi beban pusat perbelanjaan dan mal selama PPKM darurat
 
Insentif yang diinginkan seperti besaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meniadakan Pajak PB1 untuk restoran, reklame dan pajak parkir. 
 
"Kepada Pemerintah Pusat, kami mengharapkan dapat ditiadakannya PPH final 10 persen sewa yang ditanggung pihak pusat belanja, pengurangan tarif PLN dan gas, serta mohon diberikan
subsidi bantuan biaya hidup bagi karyawan yang bergerak di pusat belanja," jelas Ellen dalam keterangannya kepada Liputan6.com pada Jumat (2/7/2021).
 
Pengusaha berharap pusat perbelanjaan dapat beroperasional kembali, sesudah PPKM darurat selesai diterapkan pada 20 Juli 2021.
 
Pemerintah akan menerapkan PPKM Darurat Jawa Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021. Salah satu kebijakan PPKM Darurat adalah dengan menutup seluruh mal dan pusat perbelanjaan.
 
 
 

Saksikan Video Ini

Mal Disuruh Tutup tapi Tetap Harus Bayar Pungutan

Perubahan Jam Operasional Pusat Perbelanjaan
Pengunjung beraktivitas di pusat perbelanjaan Ambasador, Jakarta, Rabu (23/6/2021). Pemerintah memperkuat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro, di antaranya pembatasan jam operasional pusat perbelanjaan yang dibatasi sampai pukul 20.00WIB. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia ( APPBI ), Alphonzus Widjaja, pun mengkritisi kebijakan pemerintan tersebut karena para pelaku usaha tetap ditagih berbagai pungutan pajak atau retribusi. 
 
"Diminta tutup tapi tetap ditagih berbagai pungutan dan pajak atau retribusi. Pusat perbelanjaan harus tetap membayar berbagai tagihan, meskipun hanya beroperasi secara terbatas bahkan pada saat diminta tutup sekalipun," katanya.
 
Dalam hal ini termasuk biaya listrik, gas, PBB, pajak reklame, serta biaya lainnya seperti royalti dan retribusi perizinan. 
 
Menurut Alphonzus, pelaku usaha tetap harus membayar tagihan listrik dan gas meskipun tidak ada pemakaian. Hal ini karena pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum. 
 
Begitu pula dengan PBB dan pajak reklame, yang tetap harus dibayar penuh. Padahal, pemerintah yang meminta untuk menutup mal dan pusat perbelanjaan sementara waktu.
 
Alphonzus pun berharap pemerintah memberikan subsidi upah pekerja sebesar 50 persen.
 
Ia pun mengkhawatirkan akan kembali terjadi banyak Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) jika penutupan operasional terus berkepanjangan.
 
"Jika penutupan operasional terus berkepanjangan maka akan banyak pekerja yang dirumahkan dan jika keadaan semakin berlarut maka akan banyak terjadi lagi PHK,"  jelas Alphonzus.
 

Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali.

Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya