Lewat UU HPP, Pemerintah Tagih Balik Berbagai Insentif dan Subsidi Selama Pandemi

Pemerintah telah memberikan berbagai insentif dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka menangani dampak pandemi Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2021, 12:20 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 12:20 WIB
DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Departemen Ekonomi CSIS, Yose Rizal Damuri selama dua tahun terakhir pemerintah telah memberikan berbagai insentif dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka menangani dampak pandemi Covid-19. Berbagai fasilitas tersebut didapat menggunakan fasilitas fiskal untuk bertahan dari pandemi dan krisis yang diakibatkan.

"Seperti yang saya sampaikan, kita selama ini berpesta mengenakan fiskal," kata Yose dalam Webinar Perpajakan di Era Digital: Menelaah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Jakarta, Kamis (14/10).

Yose menuturkan, selama pandemi dan terjadinya krisis, perekonomian nasional sangat bergantung pada fiskal. Yose menilai diluar tujuan formal pemerintah melahirkan Undang-Undang Harmonisasi Pengaturan Perpajakan (UU HPP), terselip tujuan pemerintah hendak menagih berbagai insentif dan bantuan dari fiskal.

"Cuma sekarang kita perlu bayar tagihannya, saya melihat kebijakan pajak yang baru ini diluar tujuan formal, ini untuk membayar tagihan tadi," kata dia.

Seharusnya, sebagai wajib pajak, hal ini sudah masuk dalam perhitungan. Masalahnya kata Yose, pemerintah harus melihat dalam kondisi saat ini sudah layak atau belum untuk melakukan penagihan tersebut.

"Masalah timing membayar tagihan tadi, kita harus melihat tingkat pendapatan pajak, dan apakah ini membuat wajib pajak mau membayar pajak yang lebih tinggi. Kapannya ini juga sangat penting karena momentum krisis ini menentukan arah dari pemulihan ekonomi," tuturnya.

Menurut Yose, memang pemerintah berhak untuk melakukan penagihan tersebut kepada masyarakat. Sebab beban fiskal akan semakin berat di masa depan. Namun menurutnya saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi pemerintah melakukan hal tersebut. Ada banyak hal yang masih membayangi terlepas dari tren pemulihan ekonomi saat ini terjadi.

"Sebaiknya pembayaran tagihan ini tidak dilakukan buru-buru, karena banyak masalah yang menyelimuti perekonomian," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tidak Produktif

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Yose tak ingin kebijakan pemerintah ini justru tidak produktif dan membuat pertumbuhan ekonomi nasional jadi tersendat. Peningkatan PPN dan aturan baru PPh bisa mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat yang menjadi pendorong utama perekonomian nasional.

"Ada kemungkinan kenaikan PPN dan PPh bisa pengaruhi berbagai konsumsi dari tingkatan penghasilan karena konsumsi yang datang ini pendorong utama dari pemulihan ekonomi," kata dia.

Terlebih berdasarkan statistik, tingkat konsumsi kelompok menengah atas mencapai 40 persen sampai 45 persen. Sementara kelompok ini yang bakal terkena imbas perubahan pengenaan PPh.

"Jangan sampai ini semua hal yang kontraproduktif dalam pemulihan ekonomi, kalau kondisi yang belum dukung sebaiknya jangan dulu dilakukan," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya