Surplus Neraca Perdagangan Indonesia di Oktober 2021 Tertinggi Sepanjang Sejarah

Surplus neraca perdagangan Januari—Oktober 2021 mencapai USD 30,81 miliar, jauh lebih besar dibanding periode 2020 dan terbesar sepanjang 10 tahun terakhir.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Nov 2021, 09:15 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2021, 09:15 WIB
Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Oktober 2021 sebesar USD 5,73 miliar. Surplus ini ditopang surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar USD 6,61 miliar dan defisit neraca migas sebesar USD 0,87 miliar.

Surplus neraca perdagangan ini merupakan tren yang sudah dicetak secara beruntun sejak Mei 2020. Selain itu, surplus pada Oktober 2021 ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.

Jika dilihat secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Januari—Oktober 2021 mencapai USD 30,81 miliar. Nilai ini jauh lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dan terbesar sejak 2012 atau sepanjang 10 tahun terakhir.

"Surplus perdagangan Oktober 2021 ini melanjutkan tren surplus secara beruntun sejak Mei 2020 dan merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Penguatan neraca tersebut ditopang pertumbuhan ekspor yang tinggi, bahkan ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dikutip dari keterangan tertulis Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (18/11/2021).

Adapun beberapa negara mitra dagang Indonesia yang menjadi penyumbang surplus perdagangan terbesar di antaranya adalah China, Amerika Serikat (AS), dan Filipina, dengan jumlah mencapai USD 3,67 miliar.

Sementar itu, negara mitra penyumbang defisit perdagangan terbesar adalah Australia, Singapura, dan Thailand dengan jumlah sebesar USD 1,13 miliar.

“Jika surplus perdagangan terus konsisten pada triwulan IV 2021, maka tahun ini Indonesia akan mendapatkan surplus terbesar pertama kali dalam sejarah. Sepanjang Januari—Oktober 2021 surplus perdagangan sudah mencapai USD 30,81 miliar,” tutur Mendag Lutfi.

Kemendag menerangkan bahwa, secara kumulatif, surplus perdagangan tersebut ditopang neraca nonmigas USD 40,08 miliar dan defisit migas USD 9,28 miliar.

Berdasarkan negara kontributornya, surplus perdagangan Januari— Oktober 2021 berasal dari AS dengan nilai mencapai USD 11,52 miliar; Filipina (USD 5,86 miliar); dan India (USD 4,76 miliar).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kinerja Ekspor

Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Petugas beraktivitas di area bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga

Pada Oktober 2021, kinerja ekspor Indonesia juga menunjukkan kemajuan. Kemendag mengungkapkan bahwa ekspor Indonesia pada Oktober 2021 tercatat sebesar USD 22,03 miliar atau naik 6,89 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM).

Kinerja ekspor Oktober mencetak rekor baru dengan nilai ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah, bahkan melampaui angka pada Agustus 2021 lalu.

Kenaikan ini didorong meningkatnya ekspor migas sebesar 9,92 persen dan nonmigas sebesar 6,75 persen.

Pertumbuhan ekspor nonmigas Oktober 2021 disebabkan peningkatan ekspor dari seluruh sektor, terutama pertambangan yang naik 20,11 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM). Kemudian diikuti migas (9,91 persen), pertanian (2,70 persen), dan industri pengolahan (3,61 persen).

Adapun produk-produk utama Indonesia yang menyumbang peningkatan kinerja ekspor nonmigas pada bulan Oktober, antara lain bahan bakar mineral/batubara (HS 27) sebesar 26,59 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) 19,12 persen; besi dan baja (HS 72) 11,35 persen; alas kaki (HS 64) 4,19 persen; serta berbagai produk kimia (HS 38) 2,99 persen.

Selanjutnya, produk ekspor lain yang juga tumbuh signifikan dibanding bulan sebelumnya (MoM) adalah ampas dan sisa industri makanan (HS 23) sebesar 42,07 persen; timah dan barang daripadanya (HS 80) 37,29 persen; dan barang dari besi dan baja (HS 73) 33,67 persen.

"Peningkatan kinerja ekspor produk tersebut didorong oleh komoditas super cycle yang membuat harga komoditas ekspor utama Indonesia mencapai level tinggi. Sementara itu, ekspor produk manufaktur Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang ekspansif pada Oktober lalu sejalan dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah daerah. Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia menempati posisi tertinggi dengan nilai 57,2 poin dibanding dengan negara ASEAN lainnya," imbuh Mendag Lutfi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya