Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Sihar Sitorus mempertanyakan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang diteken Kementerian Perdagangan. Ia menilai guna terjadi stabilisasi harga minyak goreng, perlu ada pengoptimalan dari PT Perkebunan Nusantara.
Ia menyarankan pemerintah mengambil kebijakan lain yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng. Diantaranya melalui upaya optimalisasi Holding BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN), hal itu diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng.
Dengan membeli TBS dari petani serta melepaskan stok CPO untuk pasar domestik. Mengingat data pada tahun pada 2020 lalu, hasil produksi CPO dari Holding PTPN mencapai 2,38 juta ton.
Advertisement
"Pertama, Optimalisasi Holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?," tegas Sihar dalam keterangan tertulis, Rabu (2/2/2022).
Ini menyusul komentarnya terkait kebijakan DMO yang mengharuskan produsen CPO pelaku ekspor menyetor 20 persen dari total ekspor ke dalam negeri. Menurutnya angka 20 persen itu sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang. Melalui proses eliminasi, maka loyang lain lah yang harus tergerus," ujar Sihar.
Hal itu dikatakannya, tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (Het) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya. Sekalipun Pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini. Sebagai upaya mensiasati lonjakan harga minyak goreng yang sebelumnya melambung tinggi pada akhir 2021 dengan harga Rp 20.500 per Kg. Disubsidi menjadi Rp 11.500 per Kg.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pilihan Lainnya
Selain itu, menyarankan pilihan lainnya guna menstabilkan harga minyak goreng. Yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.
"Kedua, bukankah BLU-BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit) memiliki pilihan untuk menurunkan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi, sehingga jumlah CPO di pasar lebih banyak dan berdampak pada harga CPO yang lebih kompetitif," ungkapnya.
Terakhir, legislator daerah pemilihan Sumatera Utara (Sumut) II itu. Juga menawarkan kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan masyarakat.
Â
Advertisement