HEADLINE: Polemik Dana JHT Baru Cair di Usia 56 Tahun, Pekerja Untung atau Buntung?

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merilis aturan baru mengenai Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

oleh Arthur GideonMaulandy Rizky Bayu KencanaArief Rahman HTira Santia diperbarui 15 Feb 2022, 11:37 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2022, 00:00 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merilis aturan baru mengenai Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di 2022 ini.
Pekerja berjalan kaki saat jam pulang di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merilis aturan baru mengenai Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di 2022 ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah petisi online di change.org menarik perhatian publik. Petisi tersebut berjudul "Gara-gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 Tahun."

Petisi ini bisa dikatakan sebagai bentuk perlawanan aturan baru mengenai Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru dikeluarkan pemerintah. Aturan ini ditentang karena mensyaratkan pencairan JHT baru bisa dilakukan saat peserta berumur 56 tahun.

Hingga Senin 14 Februari 2022 pukul 17.00 WIB, sebanyak 364.242 orang telah menandatangani petisi yang meminta pembatalan Peraturan ini.

Beragam komentar masyarakat yang menandatangani petisi muncul. Seperti disampaikan Yustin ekaputri, dia mengatakan jika JHT merupakan hak pekerja. "Itu memang hak tenaker," jelas dia.

Senada diungkapkan Yaksa Elyasa. "Uang jht adalah hak pekerja, tidak ada yang bisa menjamin pekerja akan hidup sampai 56 tahun," kata dia.

Adapun dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tersebut ditulis manfaat JHT akan dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami catat total tetap atau meninggal dunia.

Dalam beleid yang diteken Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun. Aturan ini akan berlaku setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan atau pada Mei 2022.

Manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun termasuk juga peserta yang berhenti bekerja karena mengajukan diri dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ini Artinya karyawan yang terkena PHK baru bisa mengambil manfaat JHT saat berusia 56 tahun.

Di Pasal 9 menyebutkan, pengajuan manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun cukup mudah yaitu hanya dengan melamporkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti identitas lainnya. Persyaratan ini juga berlaku bagi peserta yang mengundurkan diri atau terkena PHK.

Sedangkan dalam Pasal 13, manfaat JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek kepada peserta atau ahli warisnya jika Peserta meninggal dunia. 

Menaker Buka Suara

Menaker Ida buka suara menjelaskan sebab musabab aturan ini keluar. JHT ditegaskan sejak awal ditujukan untuk kepentingan jangka panjang dan pendek.

"Pekerja yang mengalami situasi cacat permanen, meninggal dunia atau pindah ke luar negeri semua telah memiliki hak jaminan sosial dengan ketentuan-ketentuan khususnya,” ungkap dia, Senin (14/2/2022).

Perubahan program JHT pada aturan baru ditegaskan setelah melalui proses dan waktu pembahasan yang cukup panjang. Setelah mempertimbangkan hasil kajian, diskusi maupun konsultasi dengan berbagai pihak.

Mulai dari dewan jaminan sosial nasional, forum lembaga kerjasama tripartit nasional, rapat antar kementerian dan lembaga baik dalam rangka koordinasi maupun harmonisasi peraturan dan lain sebagainya.

Permenaker ini juga mempertimbangkan perkembangan di bidang perlindungan sosial saat ini. Seperti lahirnya program jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP sebagai program jaminan sosial yang khusus untuk menangani resiko PHK, di mana dalam bulan Februari ini bisa dinikmati manfaatnya.

Di sisi lain, adanya pertimbangan dari hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan menteri Ketenagakerjaan ini juga telah mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Permenaker nomor 2 tahun 2022 merupakan amanat dari peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan hari tua.

"Di mana dalam tahun yang sama pada waktu itu PP tersebut sebagai diubah dengan PP nomor 60 tahun 2015, yang kemudian disusul dengan terbitnya Permenaker nomor 19 tahun 2015,” ujarnya.

Lahirnya PP nomor 46 tahun 2015 juga merupakan amanat undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional atau undang-undang SJSN. Maka, jika dilihat dari sudut pandang hierarki peraturan perundang-undangan, Permenaker ini seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan dari semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan hari tua.

Atas dasar inilah undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mengatur bahwa jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial, untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

“Berdasarkan  undang-undang SJSN yang ditetapkan pada tahun 2004 terdapat 5 jenis program jaminan sosial, yaitu program jaminan kesehatan atau JKN, jaminan kecelakaan kerja atau JKK,  jaminan hari tua atau JHT,  jaminan pensiun dan jaminan kematian,” pungkasnya.

 

Infografis Aturan Baru Pencairan Dana JHT di Usia 56 Tahun. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Aturan Baru Pencairan Dana JHT di Usia 56 Tahun. (Liputan6.com/Abdillah)

Kembalikan Fungsi JHT

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, JHT dirancang sebagai program jangka panjang, untuk memberikan kepastian tersedianya jumlah dana bagi pekerja. Saat yang bersangkutan tidak produktif lagi akibat usia pensiun atau mengalami cacat total atau meninggal dunia.

Menurutnya, saat ini terdapat dua program perlindungan pekerja, yakni jaminan hari tua dan jaminan kehilangan pekerjaan.

“Jaminan hari tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang. Sementara jaminan kehilangan pekerjaan merupakan perlindungan pekerja jangka pendek yang juga diberikan kepada pekerja dan buruh,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (14/2/2022).

Manfaat dari program jaminan hari tua diantaranya, pertama akumulasi iuran dari pengembangan. Kedua, manfaat lain yang mencairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu.

Dengan adanya Permenaker tersebut, akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun yaitu di usia 56 tahun.

Selain itu, Permenaker nomor 2 tahun 2022 dan PP 37 2021 pemerintah tidak mengabaikan perlindungan bila pekerja, atau buruh terkena PHK sebelum usia 56 tahun.

“Pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh berupa jaminan kehilangan pekerjaan, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Bagi pekerja formal yang terlindungi dengan jaminan kehilangan pekerjaan,” ujarnya.

JKP merupakan jaminan sosial baru di undang-undang Cipta kerja untuk melindungi pekerja yang dan buruh yang terkena PHK, agar dapat mempertahankan derajat hidup sebelum masuk kembali ke pasar kerja.

“Klaim JKP efektif per tanggal 1 Februari 2022 ini mulai diberlakukan, dan JKP adalah perlindungan jangka pendek bagi para pekerja atau buruh akan langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja,” pungkas Airlangga.

Masih Bisa Cair Lebih Cepat

Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadhly Harahap menuturkan, Permenaker No 2/2022 dirilis untuk mengembalikan fungsi JHT, yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.

Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. "Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)," jelas dia.

Chairul menjelaskan, meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.

Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tutup Peluang Menambah Jumlah Pengusaha

BP Jamsostek Targetkan 23,5 Juta Tenaga Kerja Baru Masuk Daftar Kepesertaan
Pekerja berjalan kaki saat jam pulang di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (7/2/2020). BPJS Ketenagakerjaan yang kini bernama BP Jamsostek menargetkan sekitar 23,5 juta tenaga kerja baru masuk dalam daftar kepesertaan pada 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, aturan baru sudah tepat secara filosofis. Alasannya, aturan ini memastikan pekerja yang memasuki usia pensiun bisa memiliki tabungan. Alhasil, dapat mencegah pekerja jatuh ke jurang kemiskinan.

"Secara filosofis, Permenaker 2/2022 memastikan pekerja yang memasuki usia pensiun memiliki tabungan. Sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua," ujar Timboel di Jakarta, Sabtu (12/2/2022).

Bahkan menurut dia, aturan yang tengah menuai polemik ini dinilai menguntungkan. Sebab, uang buruh di JHT dapat diinvestasikan dengan imbal hasil lebih tinggi dari deposito biasa. "Dan jangan takut hilang karena sesuai UU BPJS uang buruh dijamin APBN," tekannya.

Kemudian, ketentuan Permenaker No 22 2022 terkait pencairan JHT di usia 56 tahun tersebut bersifat tidak kaku. Artinya, pekerja atau buruh masih dapat mencairkan dana JHT dengan besaran dan ketentuan yang berlaku.

Namun Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai masih ada yang perlu jadi catatan seiring terbitnya aturan. Kenyataan jika kondisi ekonomi selama Covid-19  banyak membuat orang kehilangan pekerjaan dan mengurangi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.

Dalam kondisi perekonomian tanah air yang belum sepenuhnya pulih, berarti juga belum banyaknya lapangan kerja yang tersedia. Lagi-lagi, ini jadi bagian sulitnya orang-orang yang diputus kerjanya untuk kembali mendapatkan kerja.

“Justru lapangan pekerjaan menyempit dan tidak tumbuh layaknya waktu normal. Jadi menunggu sampai umur 56 sama artinya dengan menutup peluang korban PHK untuk beralih menjadi wiraswasta,” tuturnya kepada Liputan6.com.

Sebagai solusinya, Ronny memandang akan lebih baik jika dana JHT bisa dicairkan segera setelah pekerja tak lagi terdaftar sebagai penerima kerja dari perusahaan. Ini bisa dikatakan merujuk pada aturan yang sebelumnya berlaku, yakni Permenaker Nomor 19 tahun 2015.

Selain pencairan dana, perlu juga dibarengi dengan program tambahan dari Kemenaker seperti pelatihan wirausaha bagi korban PHK. Terutama tentang strategi pemanfaatan dana hari tua.

“Terutama terkait dengan trik dan strategi menjadikan dana hari tua sebagai modal untuk menjadi wirausaha sukses. Bukan malah menunda dana hari tuanya dicairkan. Justru menjadi kebijakan aneh dan kontraproduktif,” tukasnya.

 

Infografis Perbedaan Aturan Lama dan Baru Pencairan Dana JHT. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perbedaan Aturan Lama dan Baru Pencairan Dana JHT. (Liputan6.com/Abdillah)

Pekerja Kontrak Jadi Sorotan

Deputy President Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Obon Tabroni memandang aturan baru pencairan JHT sulit dilaksanakan. Apalagi saat maraknya sistem kerja kontrak dan outsourcing yang tak menjamin pekerja bisa mencapai umur 56 tahun di pekerjaannya.

Ia menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur pengambilan JHT hanya bisa dilakukan di usia 56 tahun atau ketika buruh meninggal dunia tidak tepat dan cenderung merugikan buruh.

Dalam beleid sebelumnya, JHT bisa diambil satu bulan setelah buruh tidak lagi bekerja. Sedangkan dengan aturan yang baru, buruh baru bisa mengambil JHT nya setelah berusia 56 tahun.

"Saat ini sistem hubungan kerja cenderung fleksibel. Mudah rekrut dan mudah pecat, dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Sehingga sangat sulit bagi buruh bisa bekerja hingga usia 56 tahun," kata Obon dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).

Buruh kontrak dan outsourcing, lanjutnya, ketika sudah memasuki usia 25 tahun sudah sulit untuk mencari pekerjaan baru. Padahal buruh kontrak tidak mendapatkan pesangon.

Dengan uang JHT itu, ia memandang buruh bisa memiliki sedikit modal untuk melanjutkan kehidupan setelah tidak lagi bekerja.

"Masak iya buruh harus menunggu selama 30 tahun untuk mengambil JHT-nya," tegas Obon.

Dengan adanya UU Cipta Kerja, pengusaha semakin mudah melakukan PHK terhadap buruh. Apalagi di masa pandemi dan situasi ekonomi yang tak kunjung membaik.

Sementara itu, di sisi lain, pesangon buruh juga ikut dikurangi dengan kondisi ekonomi nasional yang belum membaik.

"Masih belum puas juga membuat buruh susah. Sudahlah PHK dipermudah, pesangon dikurangi, sekarang pengambilan JHT pun dipersulit," kata Obon Tabroni.

 

Penolakan Keras Buruh

BP Jamsostek Targetkan 23,5 Juta Tenaga Kerja Baru Masuk Daftar Kepesertaan
Pekerja berjalan kaki saat jam pulang di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (7/2/2020). BPJS Ketenagakerjaan yang kini bernama BP Jamsostek menargetkan sekitar 23,5 juta tenaga kerja baru masuk dalam daftar kepesertaan pada 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta aturan ini dibatalkan. Bahkan dalam waktu dekat, Partai Buruh berencana berunjuk rasa ke Kantor Kemenaker bersama-sama dengan ribuan buruh untuk mendesak agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 segera direvisi.

“Pertanyaannya, apa urgensi dari revisi beleid tersebut? Partai Buruh melihat, tidak ada urgensi apapun terkait dengan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,” kata Said, Minggu (13/2/2022).

Menurutnya, PHK masih tinggi, dunia usaha belum bangkit. Bahkan salah satu pejabat tinggi WHO memprediksi secara resmi bahwa gelombang Covid-19 berikutnya jauh lebih berbahaya dari varian Omicron.

Prediksinya bahkan jauh lebih berbahaya dari varian Delta. Ini akan memukul lagi ekonomi. "Jika kedepan gelombang PHK akan besar, lantas salah satu sandaran buruh adalah JHT, namun JHT mereka baru bisa diambil pada usia 56 tahun,” ujarnya.

Padahal JHT merupakan salah satu pegangan penting ketika buruh mengalami PHK. Sehingga ketika ada aturan yang membuat JHT baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun, buruh yang di-PHK akan semakin menderita.

“JHT itu pertahanan terakhir pekerja atau buruh yang mengalami PHK akibat pandemi. Kalau tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu buruh harus makan apa?," Kata Said Iqbal.

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) juga menolak keras Permenaker tersebut. Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menegaskan, keputusan itu sangat merugikan buruh.

"Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sangat tidak berpihak terhadap buruh Indonesia," katanya di Jakarta, Sabtu (12/2/2022).

Andi Gani mengkhawatirkan nasib kaum buruh yang akan semakin kesulitan jika kebijakan ini diterapkan.

"Bagaimana nasib buruh saat di PHK di usia 40 tahun dan baru dapat mencairkan JHT-nya 16 tahun kemudian di usia 56 tahun. Kan sangat nggak masuk akal," cetusnya.

Andi Gani yang juga Presiden Konfederasi Buruh ASEAN ini mengaku tidak akan tinggal diam. "KSPSI tentu akan segera mengambil langkah strategis untuk menuntut dicabutnya Permenaker Nomor 2 tahun 2022," tegasnya.

 

Infografis Ragam Tanggapan Aturan Baru Pencairan Dana JHT di Usia 56 Tahun. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Aturan Baru Pencairan Dana JHT di Usia 56 Tahun. (Liputan6.com/Abdillah)

DPR Minta Ditinjau Ulang

Ketua DPR Puan Maharani, meminta pemerintah meninjau ulang Permenkar Nomor 2 tahun 2022. Ini dengan mengacu banyaknya penolakan atas aturan tersebut.

Dinilai kebijakan itu sesuai peruntukan JHT, namun tidak sensitif dengam kondisi masyarakat. "Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari Pemerintah melainkan hak pekerja pribadi, karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh," kata Puan.

"Kebijakan itu sesuai peruntukan JHT, namun kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat khususnya para pekerja," imbuhnya.

Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani meminta Menaker mencabut aturan tersebut. Sebab JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran ketika sudah tidak bekerja lagi atau di-PHK dan akan memulai dengan profesi barunya.

"Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran," kata Muzani dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).

Selama pandemi Covid-19 melanda, banyak orang telah di PHK dan kehilangan pekerjannya. Tak sedikit yang berusaha untuk menjajaki dunia usaha kecil, dan mencoba menggunakan dana JHT untuk memulainya.

"Sehingga dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi," ungkap pria yang merupakan Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta Menaker Ida Fauziyah meninjau ulang Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

“PSI bisa memahami niat baik JHT untuk kepentingan masa tua. Namun hari ini, dalam dalam kesulitan ekonomi akibat pandemi, banyak rakyat benar-benar harus mengatasi masalah jangka pendek terkait pemenuhan kebutuhan dasar. Uang JHT bisa menjadi penyelamat,” kata Juru Bicara DPP PSI, Francine Widjojo.

Pengacara yang akrab disapa Noni itu melanjutkan, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) belum cukup mengakomodir antara lain karena JKP tidak berlaku bagi karyawan yang mengundurkan diri, nilainya tidak terlalu besar, dan hanya berlaku untuk maksimal 6 bulan.

Keharusan pencairan JHT saat benar-benar memasuki usia pensiun temasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan tekena PHK sudah diatur dalam Permenaker No 19 Tahun 2015 dan sampai saat ini belum diterapkan.

 

Harus Ada Penjelasan

FOTO: Semester I 2020, Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja Meningkat 128 persen
Aktivitas pekerja ketinggian di salah satu bagian gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Berdasarkan data BP Jamsostek, angka klaim kecelakaan kerja semester I 2020 meningkat 128% dari periode yang sama 2019, dari 85.109 kasus menjadi 108.573. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menaksir, bisa jadi aturan keluar karena ada masalah di BPJamsostek seperti BPJS Kesehatan.

Padahal, dia menilai, dengan pembayaran seperti aturan sebelumnya tak membebani BPJamsoste. “Mengulur waktu pencairan dana hari tua sampai umur 56 tahun bagi yang telah di-PHK jauh hari sebelum umur 56, menimbulkan pertanyaan sederhana bahwa jangan-jangan BPJS-TK juga mulai bermasalah dengan likuiditas layaknya BPJS Kesehatan,” katanya kepada Liputan6.com, Senin (14/2/2022).

Dengan begitu, ia meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan penjelasan yang mendetail terkait aturan ini. Utamanya, terkait kesiapan dan ketidaksiapan BP Jamsostek dalam mencairkan dana hari tua bagi pekerja yang di-PHK sebelum berusia 56 tahun.

Sementara, ia menilai pencairan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai gantinya bukanlah solusi karena jumlahnya yang dinilai kurang.

Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo menilai dalam menyikapi pro-kontra aturan baru JHT pemerintah perlu lakukan dialog. Tujuannya untuk mendapatkan solusi dari polemik yang terjadi.

Dengan demikian, semua pihak yang terlibat bisa memandang secara positif terlebih dahulu. Kembali, tujuannya untuk mendapatkan solusi yang paling tepat dari adanya pro-kontra kebijakan baru ini.

“Saya kira penting sebagai upaya untuk mencari jalan tengah, yang penting kita harus berpikiran positif dulu, jangan tidak pokoknya tidak, yang penting jalan tengah,” katanya.

Ia meyakini, sebelum keluarnya aturan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini, pemerintah telah melakukan pembahasan dengan sejumlah pihak terkait. Termasuk juga membahas dengan pihak pekerja sebagai pemilik hak atas dana JHT tersebut.

“Meskipun pada akhirnya permen ini memunculkan pro dan kontra, yang penting saat ini bagaimana kita menyikapi dengan arif menyikapi dengan bijak dan dengan dingin suasana batin seperti ini,” katanya.

Ia menyebutkan, dari sisi aturan yang mendasari, pemerintah telah mengacu pada peraturan yang sesuai. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Usulan Program Pengganti

Kebijakan Baru BPJS Diprotes Puluhan Ribu Netizen
Kebijakan baru BPJS Ketenagakerjaan terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) mendapatkan penolakan dari masyarakat.

Kalangan pengusaha memandang aturan baru pencairan JHT pada usia 65 tahun sebagai langkah tepat. Ini dipandang sesuai dengan tujuan dari Jaminan Hari Tua untuk menunjang kesejahteraan pekerja.

Misalnya dengan pencairan JHT bisa diberikan kepada pekerja berusia 56 tahun atau cacat tetap atau diberikan kepada ahli waris pekerja.

“Sesuai denganfFilosofinya Jaminan Hari Tua yang seyogyanya dapat dinikmati ketika usia produktifnya mulai menurun dan sudah memasuki pensiun sehingga pekerja tersebut memiliki bekal dihari tua atau dapat dijadikan modal usaha,” kata Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keteranganya, Senin (14/2/2022).

Perubahan ketentuan pencairan JHT ini sangat jelas untuk memastikan atau menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya disaat memasuki pensiun. Artinya, ini tidak untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek disaaat usia produktif.

Di sisi lain, ia berharap program pemerintah ini seharusnya mendapat dukungan penuh dari kalangan Serikat pekerja atau buruh. Alasannya, ini sebagai bukti bahwa Pemerintah sangat memikirkan kesejahteraan pekerja di usia tuanya.

Sarman menegaskan dengan sikapnya ini, pengusaha tidak memiliki kepentingan langsung terhadap program JHT. Karena, dananya bersumber dari pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jika Permenaker ini dianggap merugikan peserta, katanya, masih ada waktu untuk berdialog kepada Pemerintah.

“Karena masa berlakunya masih tiga bulan lagi efektif tanggal 4 Mei 2022, namun akan lebih baik diberikan masukan yang mengarah kepada pengelolaan yang lebih professional, transparan dengan dukungan pelayanan yang berbasis IT sehingga dapat memudahkan pencairan pada waktunya,” tukas anggota LKS Tripartit Nasional ini.

Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menyarankan seharusnya program JHT ini bisa jadi lebih memudahkan. Sarannya, JHT diganti dengan program ke Jaminan Investasi Pekerja.

“Saya rasa paling baik program JHT diganti dengan Jaminan Investasi Pekerja karena sifatnya yg investasi dan bisa diambil kapan pun tidak menunggu harus ‘tua’,” katanya kepada Liputan6.com.

Dari segi maksud penamaan JHT, ia memandang telah sejalan dengan memberikan jaminan untuk hari tua si pekerja peserta BPJamsostek. Namun ia pun meminta ini harus dilihat dari sisi pekerja.

“JHT atau saya usulkan diganti Jaminan Investasi Pekerja itu sebaiknya lebih flexible. Untuk kehidupan hari tua maksimalkan program dana pensiun dengan menambah benefit yang akan diterima pekerja ketika pensiun nanti,” tuturnya.

Ia mencoba untuk melihat realita di lapangan. Misalnya masyarakat yang terkena PHK atau dipaksa untuk mengundurkan diri. Tapi, masalah muncul ketika pekerja itu baru bisa mengambil dana JHT pada usia 56 tahun.

“Lantas mereka jika mau usaha darimana modalnya? kan JHT seharusnya bisa menjadi salah satu sumber modal. Okelah katakan yang di-PHK ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tapi pelaksanaan JKP bagaimana di lapangan? Apakah sudah beres, enggak. Masih amburadul. Kemudian yang dipaksa mengundurkan diri itu gak dapat JKP,” terangnya.

Sementara itu, menurutnya 55 persen karyawan yang mengklaim JHT adalah dengan alasan mengundurkan diri. Jadi, fungsi JHT seolah ingin menyelamatkan ‘hari tua’ namun membiarkan masa muda para pekerja.

“Kemudian juga yang saya pertanyakan usia pensiun itu diatur dalam Peraturan yang akan dievaluasi setiap beberapa tahun sekali. Kalau usia pensiun diubah jadi 60 tahun, ya akhirnya akan semakin lama pekerja mendapatkan haknya,” tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya