Pengusaha Nilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Soal JHT Sudah Tepat

Mengusaha melihat bahwa JHT merupakan tabungan yang apabila dicairkan dalam jangka waktu yang lama akan menguntungkan peserta.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Feb 2022, 21:15 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2022, 21:15 WIB
FOTO: Semester I 2020, Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja Meningkat 128 persen
Aktivitas pekerja ketinggian di salah satu bagian gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Berdasarkan data BP Jamsostek, angka klaim kecelakaan kerja semester I 2020 meningkat 128% dari periode yang sama 2019, dari 85.109 kasus menjadi 108.573. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha memandang aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 65 tahun sebagai langkah tepat. Ini dipandang sesuai dengan tujuan dari Jaminan Hari Tua untuk menunjang kesejahteraan pekerja.

Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sudah tepat. Misalnya dengan pencairan JHT bisa diberikan kepada pekerja berusia 56 tahun atau cacat tetap atau diberikan kepada ahli waris pekerja.

“Sesuai dengan Filosofinya Jaminan Hari Tua yang seyogyanya dapat dinikmati ketika usia produktifnya mulai menurun dan sudah memasuki pensiun sehingga pekerja tersebut memiliki bekal dihari tua atau dapat dijadikan modal usaha,” kata Sarman dalam keteranganya, Senin (14/2/2022).

Ia memandang perubahan ketentuan pencairan JHT ini sangat jelas untuk memastikan atau menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya disaat memasuki pensiun. Artinya, ini tidak untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek disaaat usia produktif.

Di sisi lain, ia berharap program pemerintah ini seharusnya mendapat dukungan penuh dari kalangan Serikat pekerja atau buruh. Alasannya, ini sebagai bukti bahwa Pemerintah sangat memikirkan kesejahteraan pekerja diusia tuanya.

“Manfaat JHT ini merupakan tabungan yang apabila dicairkan dalam jangka waktu yang lama akan menguntungkan peserta karena dikelola BPJS Ketenagakerjaan dan penjamin program JHT ini adalah Pemerintah. Sehingga tidak perlu ada yang dikawatirkan,program JHT ini dari oleh dan untuk pekerja,” katanya.

Informasi, dalam aturan tersebut, jika pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pemerintah sudah memiliki Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan mendapatkan manfaat dalam bentuk uang tunai selama 6 bulan.

Pada 3 bulan pertama diberikan sebesar 45 persen dari upah maksimal Rp 5 juta dan 3 bulan berikutnya sebesar 25 persen dari upah maksimal Rp 5 juta. Ini juga akan dilengkapi dengan pekerja mendapatkan akses informasi pasar kerja; dan pelatihan kerja.

“Jadi ketika pekerja terkena PHK jangan langsung yang dipikirkan pencairan JHT,anggap itu tabungan jangka Panjang yang akan dinikmati kelak untuk kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga,” tegasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ada Jaminan

Penerapatan Keselamatan Kerja di Masa Pandemi
Pekerja membersihkan kaca gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (26/02/2021). BP Jamsostek menekankan dua aspek penting terkait pandemi Covid-19, yakni isu kesehatan dan perekonomian dengan jaminan sosial bagi para pekerja dan penerapan K3. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Pengembangan Otonomi Daerah ini menilai perubahan aturan ini jadi langkah tepat. Pasalnya, ia meyakini ini bisa memberikan jaminan dan kepastian masa depan bagi pekerja.

“Makanya kita sangat mendukung penuh Permenaker ini untuk masa depan yang lebih bahagia dihari tua. Kami mengajak kepada semua pekerja sebagai peserta JHT ini mendukung penuh Permenaker ini dan tolong dipikirkan dulu dari sisi positifnya dan manfaat jangka panjangnya,sebaliknya jika menolak tentu yang dirugikan adalah pekerja juga,” tutur Sarman.

Ia menegaskan dengan sikapnya ini, pengusaha tidak memiliki kepentingan langsung terhadap program JHT. Karena, kata dia, dananya bersumber dari pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jika Permenaker ini dianggap merugikan peserta, katanya, masih ada waktu untuk berdialog kepada Pemerintah,

“Karena masa berlakunya masih tiga bulan lagi efektif tanggal 4 Mei 2022, namun akan lebih baik diberikan masukan yang mengarah kepada pengelolaan yang lebih professional,transparan dengan dukungan pelayanan yang berbasis IT sehingga dapat memudahkan pencairan pada waktunya,” tukas anggota LKS Tripartit Nasional ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya