G20 Khawatir Aset Kripto Picu Instabilitas Pasar Keuangan

Dari sisi pengelolaan risiko teknologi dan digitalisasi, negara G20 menyepakati perlunya perangkat pengaturan dan pengawasan terhadap kripto aset.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Feb 2022, 21:30 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2022, 21:30 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital.
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah negara anggota G20 sepakat mengawasi perkembangan aset kripto yang terus merebak saat ini. Kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG), 17-18 Februari 2022.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengemukakan, salah satu aspek yang jadi perhatian negara anggota G20 adalah mengelola risiko dan mengoptimalkan manfaat dengan semakin luasnya penggunaan teknologi dan digitalisasi di sektor keuangan.

"Dari sisi pengelolaan risiko teknologi dan digitalisasi, negara G20 menyepakati perlunya perangkat pengaturan dan pengawasan terhadap kripto aset," ujar Perry dalam sesi teleconference, Jumat (18/2/2022).

"Perkembangan kripto aset cukup pesat, sehingga bila tidak dipantau secara baik, dikhawatirkan dapat menimbulkan instabilitas terhadap pasar keuangan global maupun terhadap perekonomian," tuturnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


FATF

Ilustrasi mata uang kripto (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi mata uang kripto (Liputan6.com / Abdillah)

Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pengawasan aset kripto juga dibahas dalam pembicaraan Financial Action Task Force (FATF).

Sri Mulyani memaparkan, FATF merupakan badan yang menetapkan standar global untuk penanganan isu menyangkut pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga pembiayaan proliferasi.

"Bagaimana FTAF yaitu kerjasama global ini bisa menciptakan confidence terhadap sektor keuangan. Sehingga mereka tidak digunakan untuk money laundering, terrorist financing, dan ploriferation financing," terangnya.

"Dalam hal ini, FATF menerbitkan pedoman yang diperbaharui mengenai risk based approach untuk menyangkut virtual asset. Termasuk yang berhubungan dengan crypto currency dan yang lain-lain," bebernya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya