Liputan6.com, Jakarta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak atau biasa disebut dengan tax amnesty jilid II terus bertambah. Memasuki bulan ketiga, hingga 14 Maret 2022, nilai pengungkapan harta yang sudah terdata hampir menyentuh angka Rp 30 triliun atau tepatnya Rp 29,5 triliun.
Dikutip dari Pajak.go.id, Selasa (15/3/2022), jumlah tersebut berasal dari 22.448 wajib pajak yang melaporkan dengan 25.283 surat keterangan.
Untuk deklarasi dari dalam negeri diperoleh Rp 25,9 triliun. Sedangkan deklarasi dari luar negeri mencapai Rp 1,73 triliun.
Advertisement
Dari total tersebut, jumlah harta yang akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 1,84 triliun. Sedangkan untuk jumlah PPh yang berhasil Pemerintah kumpulkan mencapai Rp 3,05 triliun.
Adapun waktu pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela sangat terbatas, yakni mulai dari 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Beda dengan 2016
Sebagai informasi, dikutip dari laman Kemenkeu.go.id, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pengenaan tarif Program Pengungkapan Sukarela atau PPS berbeda dengan tax amnesty tahun 2016.
Dulu tarif tax amnesty naik per 3 bulan hingga 9 bulan dengan tarif tertinggi 9 persen, sedangkan tarif PPS akan tetap selama masa berlaku program dengan mengacu pada dua kebijakan yang telah ditentukan.
Kebijakan pertama ditujukan kepada Wajib Pajak (WP) yang belum mengungkapkan harta yang diperolehnya sebelum Desember 2015. Tarifnya yaitu PPh Final 11 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) atau energi terbarukan.
Sedangkan kebijakan kedua ditujukan kepada WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari tahun 2016-2020, namun belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.
Tarifnya yaitu PPh Final 18 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) atau energi terbarukan.
Advertisement