AS Harus Siap-siap, Deutsche Bank Proyeksi Negara Ini Bakal Resesi

Resesi ekonomi AS dipicu lonjakan inflasi yang membuat harga-harga bahan pokok naik ke level tertingginya dalam 40 tahun terakhir.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Apr 2022, 13:41 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2022, 13:41 WIB
Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Pelanggan menelusuri kios makanan di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi Amerika Serikat (AS) pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Deutsche Bank memprediksi Amerika Serikat akan melihat resesi ringan pada akhir 2023. Resesi ekonomi ini dipicu oleh lonjakan inflasi yang membuat harga-harga bahan pokok di AS naik ke level tertingginya dalam 40 tahun terakhir.

"Kami tidak lagi yakin bahwa The Fed dapat mendarat dengan empuk. Sebaliknya, kami mengantisipasi bahwa pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif akan mendorong ekonomi ke dalam resesi," tulis ekonom Deutsche Bank Matthew Luzzetti dalam laporannya, dikutip dari CNN Business, Kamis (7/4/2022).

Selain itu, bank investasi yang bermarkas di Jerman tersebut juga menyebut pengangguran di AS akan melewati 5 persen pada 2024.

Tetapi angka ini belum sebesar tingkat pengangguran pada tahun 2020 yakni 14,7 persen dan 10 persen pada 2009.

Tekanan inflasi di AS semakin meluas ketika konflik Rusia-Ukraina memicu lonjakan harga energi dan komoditas.

"Sekarang jelas bahwa stabilitas harga...mungkin hanya dapat dicapai melalui sikap kebijakan moneter yang membatasi yang secara signifikan mengurangi permintaan," papar ekonom Deutsche Bank.

 

Tekan Inflasi

Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Seseorang mengendarai skuter melewati toko pencairan cek dan pinjaman gaji di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi AS pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Namun, resesi ini juga diharapkan dapat menekan inflasi agar kembali ke target The Fed di akhir 2024.

"Dengan tingkat pengangguran yang mulai surut secara perlahan setelah mencapai puncaknya, inflasi akan terus moderat hingga jatuh ke target dua persen pada 2025," jelas Deutsche Bank.

Adapun CEO JPMorgan Jamie Dimon, yang dalam surat tahunannya yang diawasi para pemegang saham memperingatkan dampak konflik Rusia-Ukraina pada ekonomi global.

"Perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia, setidaknya, akan memperlambat ekonomi global - dan itu bisa dengan mudah menjadi lebih buruk," ujar Dimon dalam surat tersebut.

Moody's Analytics dan Goldman Sachs juga Melihat Risiko Resesi Ekonomi AS

Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Pisang dijual di sebuah kios di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS), Jumat (11/3/2022). Ekonomi terbesar dunia itu terus dihantam oleh gelombang inflasi, yang diperkirakan akan memburuk akibat serangan Rusia ke Ukraina. (Patrick T. FALLON/AFP)

Akhir bulan lalu, kepala ekonom Moody's Analytics Mark Zandi mengatakan hal serupa tentang peluang resesi ekonomi AS.

Zandi menyebut, setidaknya ada satu dari tiga peluang resesi dalam 12 bulan ke depan.

"Risiko resesi sangat tinggi - dan bergerak lebih tinggi," ujar Zandi kepada CNN.

Tak hanya Moody's Analytics, Goldman Sachs juga mengatakan kemungkinan resesi telah naik setinggi 35 persen.

Ketua The Fed Jerome Powell, di sisi lain, memaparkan dalam sebuah pidato bulan lalu bahwa ada contoh di masa lalu di mana Bank Sentral AS mampu mencapai pendaratan empuk: Melawan inflasi dengan menaikkan suku tanpa menyebabkan resesi.

Powell merujuk pada tahun 1965, 1984 dan 1994 sebagai contoh.

Namun, Powell juga mengakui tidak ada jaminan bahwa The Fed akan mendapat pencapaian itu kali ini.

"Tidak ada yang berharap bahwa pembahasan pendaratan empuk akan berlangsung dalam konteks saat ini," kata Powell.

Infografis Ketimpangan Ekonomi Global
Hampir 99 persen kekayaan dunia dimiliki, hanya oleh 1 persen kelompok tertentu (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya