The Fed Agresif Dongkrak Suku Bunga, Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya faktor eksteral seperti kenaikan suku bunga the Fed saja. Ada faktor internal seperti isu politik.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jun 2022, 16:01 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2022, 15:50 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga paling agresif dalam hampir 30 tahun pada rapat yang berlangsung pada tengah Juni 2022 ini. Kenaikannya mencapai 0,75 persen.

Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan, tujuan kenaikkan suku bunga adalah untuk menekan inflasi tanpa menahan laju pertumbuhan ekonomi AS. Namun, Jerome mengakui bahwa selalu ada risiko jika melangkah terlalu jauh.

"Sangat penting bahwa kita menurunkan inflasi jika kita ingin memiliki periode berkelanjutan dari kondisi pasar tenaga kerja yang kuat yang menguntungkan semua orang," tambah sang ketua The Fed, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (17/6/2022)

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya faktor eksteral seperti kenaikan suku bunga the Fed saja. Melain kan juga banyak faktor dari dalam negeri yang bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi. 

Faktor tersebut antara lain penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, penunjukkan menteri perdagangan yang berlatar belakang politisi, arah kebijakan fiskal 2023, penyesuaian tarif listrik dan pembatasan BBM subsidi, hingga mulai naiknya kasus Covid-19.

"Downside risk tidak saja karena faktor eksternal tapi bersumber dari fundamental ekonomi yang mulai terganggu. Surplus perdagangan pada Mei mulai mengecil, karena beberapa harga komoditas seperti batu bara dan sawit alami koreksi," kata Bhima dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (17/6/2022).

"Pemerintah dalam hal ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebaiknya segera lakukan stres test kembali terhadap lembaga keuangan yang rentan atau memiliki exposure terhadap pembiayaan di luar negeri. Tingkatkan devisa ekspor dengan mendorong porsi produk industri bernilai tambah," lanjutnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ketergantungan Impor

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Akan Meningkat
Anak-anak dengan latar gedung bertingkat menikmati minuman di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, Bhima juga mengatakan bahwa kini penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan bahan baku, sebisa mungkin mendorong kapasitas produksi didalam negeri.

"Berikan tambahan alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial khususnya bagi kelas menengah rentan," bebernya.

Bhima mengakui imbas kenaikan suku bunga The Fed yang eksesif telah membuat arus keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia meningkat.

"Investor wajar cemas soal tekanan inflasi di AS, dan risiko suku bunga menimbulkan sinyal resesi ekonomi meningkat di berbagai negara. Pelaku pasar akhirnya melepas aset berisiko, seperti saham teknologi dan berpindah ke aset yang lebih aman," ujarnya.

Dollar indeks menguat 8,2 persen menjadi 104,1 sebagai pelarian sesaat.

" IHSG pada sesi pagi ini turun 2,3 persen sepekan terakhir. Winter di pasar keuangan nampaknya akan berlanjut sejalan dengan kenaikan tingkat suku bunga AS hingga 4 kali tahun ini," ungkap Bhima.

 

The Fed Berpotensi Kembali Naikkan Suku Bunga pada Juli 2022

The Fed
The Fed (www.n-tv.de)

Ketua Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell menuturkan, bank sentral dapat menaikkan suku bunga dengan besaran sama pada pertemuan kebijakan berikutnya pada Juli 2022. Sebelumnya the Fed dongkrak suku bunga acuan 0,75 persen pada pertemuan Juni 2022.

"Dari perspektif hari ini, kenaikan (suku bunga-red) 50 basis poin atau 75 basis poin tampaknya paling mungkin terjadi pada pertemuan kami berikutnya,” ujar Powell pada konferensi pers, dikutip dari CNBC, Kamis (16/6/2022).

Ia mengatakan, pihaknya mengantisipasi kenaikan suku bunga yang sedang berlangsung akan sesuai. "Perubahan laju itu akan terus bergantung pada data yang masuk dan prospek ekonomi yang berkembang,” ujar Powell.

Ia menambahkan, kenaikan suku bunga 75 basis poin merupakan luar biasa besar. “Saya tidak berharap pergerakan sebesar ini menjadi hal biasa,” ujar dia.

Bank sentral AS menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin menjadi 1,5 persen-1,75 persen, dan mencatat kenaikan paling agresif sejak 1994.

Powell membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan besar lainnya sebagai kejutan positif bagi pasar karena banyak investor mendesak ketua the Fed menunjukkan komitmen dalam meredam lonjakan inflasi. Rata-rata indeks acuan di wall street menguat ke posisi tertinggi setelah pernyataan Powell.

 

Langkah The Fed

Bill Ackman dari Pershing Square menuturkan, awal pekan ini, the Fed telah membiarkan inflasi di luar kendali. Oleh karena itu, pasar saham dan kredit telah kehilangan kepercayaan pada the Fed.

Langkah the Fed pada Rabu pekan ini dengan inflasi berjalan pada kecepatan tercepat dalam lebih dari 40 tahun. Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengatakan dalam sebuah pernyataan kalau berkomitmen kuat untuk kembalikan inflasi ke target dua persen.

Menurut dot plot, harapan anggota FOMC, suku bunga acuan the Fed akan mencapai 3,4 persen pada akhir 2022, revisi naik 1,5 persen dari perkiraan Maret. Kemudian Komite melihat tingkat kenaikan menjadi 3,8 persen pada 2023. Persentase penuh lebih tinggi dari apa yang terlihat awal tahun ini.

“Namun, kami akan membuat keputusan dengan rapat dan kami akan terus mengkomunikasikan pemikiran kami sejelas mungkin,” ujar dia. 

Infografis Ketimpangan Ekonomi Global
Hampir 99 persen kekayaan dunia dimiliki, hanya oleh 1 persen kelompok tertentu (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya