Belanja Iklan Tembus Rp 135 Triliun di Semester I 2022, TV Mendominasi

Belanja iklan semester pertama 2022 mencatatkan kenaikan 7 persen dibandingkan periode yang sama sebelumnya dengan total belanja iklan mencapai Rp135 triliun berdasarkan gross rate card.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Agu 2022, 11:00 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2022, 11:00 WIB
Ilustrasi TV Digital. Dok: Digital TV Group
Ilustrasi TV Digital. Dok: Digital TV Group

Liputan6.com, Jakarta Belanja iklan semester pertama 2022 mencatatkan kenaikan 7 persen dibandingkan periode yang sama sebelumnya dengan total belanja iklan mencapai Rp135 triliun berdasarkan gross rate card.

Laporan Nielsen Ad Intel mengungkapkan TV masih mendominasi dengan porsi belanja iklan sebesar 79,2 persen, tumbuh lebih dari 8 persen dengan total belanja iklan mencapai Rp 107.5 Triliun.

Selanjutnya diikuti digital yang meningkat 15,2 persen dengan kenaikan lebih dari 6 persen dengan belanja iklan mencapai Rp 20.5 Triliun.  Akan tetapi, kontraksi terjadi pada media cetak (4.8 persen) dan radio (0.3 persen).

Selama semester pertama 2022, kategori layanan online menjadi pembelanja terbesar dengan total belanja iklan hingga 69 persen atau sebesar Rp 28,5 triliun.

Kategori Hair Care berada di peringkat kedua dengan pertumbuhan 20 persen dan total belanja iklan sebesar Rp 6,9 Triliun. Namun secara umum, layanan online, hair care, facial care, seasoning and condiments, dan government and political organization mengambil porsi sebesar 35 persen dari total angka belanja iklan.

Dalam periode tersebut, Nielsen juga mencatat beberapa kategori juga memiliki penurunan belanja iklan. Dua kategori dengan penurunan tertinggi adalah communication equipment dan health drink, keduanya turun masing-masing 28 dan 20 persen.

“Secara umum peningkatan belanja iklan ini cukup menandakan optimisme pengiklan masih cukup tinggi untuk beriklan di tengah transisi ini. Khususnya untuk saluran televisi dan digital masih dipercaya menjadi kanal yang efektif untuk mempromosikan produknya ke publik," ucap Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia Hellen Katherina, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/8/2022). 

"Hal tersebut terefleksi dari pengiklan yang masih memberikan porsi yang besar terhadap budget belanja iklannya pada kedua kanal tersebut. Terlihat belanja iklan didominasi oleh produk FMCG dan e-commerce, dimana FMCG banyak beriklan di saluran televisi sedangkan e-commerce banyak beriklan di saluran digital ,” lanjut dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Iklan Digital

Ilustrasi TV Digital
Ilustrasi TV Digital. Kredit: Mohamed Hassan via Pixabay

Dalam laporan Nielsen Digital Ad Intel semester pertama 2022 ini, Nielsen juga mencatat peningkatan jumlah kreatif iklan sebesar 40 persen yang didominasi oleh iklan-iklan digital dengan masa tayang pendek.

Namun yang menjadi perhatian dari laporan Nielsen adalah terkait jumlah produk baru yang muncul. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, jumlah produk baru pada semester pertama 2022 justru lebih kecil, yaitu sebesar 4,334 dari total 13,704 produk yang beriklan. Kategori leisure dan facial product mendominasi untuk meluncurkan iklan produk baru.

“Angka belanja iklan setiap semester memang cenderung mengalami kenaikan, seiring dengan kenaikan angka ratecard. Untuk semester pertama 2022 ini, bisa dikatakan bahwa pengiklan sudah mulai menunjukkan rasa percaya diri untuk kembali beriklan. Hal ini menunjukkan bahwa industri mulai pulih pasca pandemi. Namun, masih ada kehati-hatian untuk meluncurkan produk baru dan juga para pengiklan mulai menggunakan strategi campaign yang lebih pendek untuk tema-tema tertentu,” tutup Helen.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Nielsen: Belanja Iklan Online Services Melonjak 67 Persen di 2021

Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital. Kredit: Nattanan Kanchanaprat via Pixabay

Nielsen mencatat belanja iklan di 2021 tumbuh 13 persen dari tahun sebelumnya. Total belanja iklan untuk televisi, channel digital, media cetak dan radio mencapai Rp 259 triliun.

Televisi masih menjadi saluran iklan pilihan para brand dengan jumlah belanja iklan 78,2 persen, disusul channel digital sebesar 15,9 persen, media cetak di angka 5,5 persen, dan radio mencapai 0,4 persen.

“Televisi masih menjadi saluran iklan utama karena sifatnya yang dapat menjangkau audiens lebih banyak dalam waktu bersamaan. Sementara itu, kemudahan kustomisasi channel digital membuat belanja iklannya juga turut beranjak naik. Peningkatan ini menandakan bahwa kepercayaan untuk beriklan di tengah pandemi masih tinggi,” ucap Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia, Hellen Katherina, Kamis (24/3/2022).

Sepanjang 2021, Nielsen bahkan menemukan pertumbuhan positif pada 9 dari 10 kategori yaitu online services, facial care, hair care, coffee and tea, snacks, clove cigarettes, seasonal condiments, liquid milk, dan instant food and noodles. Pertumbuhan tertinggi dicatat oleh kategori online services dengan belanja iklan Rp 42,8 triliun atau naik 67 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, iklan pada kategori government dan political organization mencatatkan penurunan sebesar 4 persen karena belum dimulainya periode pesta politik.

 

  

Memperlebar Cakupan

Transformasi Digital
Ilustrasi transformasi digital. Dok: mojix.com

Nielsen memperlebar tipe dan jumlah media digital yang dimonitor di layanan Nielsen Digital Ad Intel. Sejak Januari 2022 Nielsen mulai memonitor biaya iklan di media sosial yaitu Facebook, Twitter, dan Instagram.

Nielsen Digital Ad Intel merupakan layanan pengukuran belanja iklan yang sebelumnya telah membantu marketer memantau belanja iklan di Top 200 situs di Indonesia, termasuk di dalamnya 27 channel Youtube dengan trafik yang tinggi.

“Mulai tahun 2022, Nielsen sudah memonitor perhitungan iklan secara digital pada platform Facebook, Twitter, Instagram. Tidak berhenti disitu, Nielsen juga akan segera menjangkau Google Engine Ads, Snapchat, bahkan TikTok. Dengan memperluas cakupan, kami yakin Nielsen bisa memberikan sejauh apa tolak ukur efektivitas iklan digital yang lebih komprehensif dan sesuai dengan kondisi pasar sebenarnya,” kata Hellen.

Nielsen juga menemukan hasil yang menarik antara belanja iklan di channel media sosial dan bukan media sosial. Kategori online service dan telco adalah kategori yang memiliki belanja iklan paling besar dikeduanya. Namun beberapa kategori lain memiliki strategi belanja iklan yang berbeda.

Pada channel media sosial, kategori financial institution, banking, e-channel, retailers, dan software companies tercatat mengeluarkan angka belanja iklan yang lebih besar. Sedangkan kategori facial care, beverages (carbonated, liquid milk, dan health drink) dan rokok mencatatakan belanja iklan yang lebih besar di tipe bukan media social. 

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet
Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya