Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati siap membayarkan kompensasi per 3 bulan sekali untuk PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) pada 2023 mendatang. Itu untuk mengganti pengeluaran dua BUMN tersebut atas penjualan sejumlah produk energi di bawah harga keekonomian.
"Pemerintah sepakat untuk segera melakukan pembayaran ke Pertamina dan PLN dengan frekuensi 3 bulan sekali," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Rabu (14/9/2022).
Baca Juga
Sang Bendahara Negara menilai, pemerintah perlu mengubah skema pembayaran kompensasi selama ini yang menunggu sampai akhir tahun dan mendapatkan audit.
Advertisement
Tujuannya, agar menjaga arus kas (cashflow) dari Pertamina dan PLN, juga dari sisi akurasi perhitungan APBN menjadi lebih akurat dan fleksibel.
"Karena selama ini kita memang dalam melakukan pembayaran subsidi mengikuti mekanisme yang dalam hal ini diatur oleh peraturan perundang-undangan, yaitu biasanya menunggu sampai akhir tahun," ungkapnya.
Adapun pada 1 Juli 2022 lalu, Pertamina telah menerima pembayaran kompensasi dari pemerintah atas kompensasi penyaluran BBM dan LPG subsidi yang dilakukan pada 2021 sebesar Rp. 64,5 triliun.
Per April 2022 lalu, pemerintah telah membayarkan kompensasi sebesar Rp 29 triliun, sehingga secara keseluruhan. Sepanjang 2022 total pembayaran subsidi dan kompensasi untuk periode hingga 2021 yang telah dibayarkan Pemerintah kepada Pertamina sebesar Rp 93,5 triliun.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi atas pembayaran kompensasi yang dilakukan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan.
Menurut dia, pembayaran tersebut akan berdampak positif pada keuangan Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional.
"Pembayaran ini dapat memperkuat cashflow untuk menjaga ketahanan energi nasional. Ini bentuk ketulusan dan dukungan penuh pemerintah untuk menjadikan Pertamina semakin kuat dan mampu menjalankan tugas negara dalam melindungi data beli masyarakat dari terpaan langsung harga minyak mentah dunia," terang Nicke.
Subsidi Energi Bisa Tembus Rp 700 Triliun, Porsi BBM Rp 339 T Lebih
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif memperkirakan total subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak atau BBM sampai akhir tahun lebih dari Rp 339 triliun.
Angka tersebut hanya untuk 23 juta kilo liter Pertalite dan 15 juta kilo liter solar dengan asumsi harga minyak dunia USD 63 per barel. Padahal di saat yang bersamaan harga ICP sudah mencapai USD 85 per barel.
"Sekarang saja dengan asumsi yang 23 juta kilo liter (Pertalite) dan 15 juta kilo liter (Solar) ini hampir Rp 339 triliun," kata Arifin saat ditemui di Hotel Ayana, Jakarta Pusat, Jumat (9/9).
Namun seiring berjalannya waktu konsumsi energi mengalami peningkatan dan harga minyak dunia mengalami kenaikan. Sampai akhir tahun diperkirakan konsumsi Pertalite bisa mencapai 29 juta kilo liter dan Solar mencapai 17 juta kilo liter.
Di sisi lain, harga ICP yang fluktuatif dengan tren meningkat. Per semester I-2022 kata Arifin, rata-rata ICP sudah USD 103 per barel. Sehingga sampai akhir tahun alokasi subsidi dan kompensasi BBM bisa lebih tinggi dari Rp 339 triliun.
"Prediksinya ini akan terus naik (kebutuhan) karena konsumsinya juga naik terus buat Pertalite dan Solar," kata dia.
Dengan fluktuasi harga minyak dunia saat ini, dia memperkirakan subsidi dan kompensasi energi bisa tembus hingga Rp 700 triliun. Untuk itu pemerintah melakukan antisipasi agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini tidak habis untuk membayar subsidi dan kompensasi energi.
"Nah ini bisa tembus Rp 700 triliun sementara saat ini masih belum ada kepastian mengenai ada perbaikan atau tidak terkait komoditi migas internasional. Nah ini yang diantisipasi. Kalau enggak ini kan sangat berat," pungkasnya.
Â
Advertisement
Kata Dirut Pertamina
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Persero Tbk. Nicke Widyawati mengungkap anggaran yang sebenarnya dibayarkan pemerintah untuk mengkompensasi dan mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dia membantah menerima Rp 502,4 triliun untuk membuat harga BBM bersubsidi lebih terjangkau dari nilai keekonomiannya.
"Rp 502,4 triliun ini sebenarnya gabungan dari BBM, LPG dan listrik," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR-RI, Jakarta, Kamis (8/9).
Nicke menjelaskan subsidi yang diterima Pertamina untuk BBM subsidi hanya Rp 14,6 triliun. Sedangkan untuk kompensasi sebesar Rp 252 triliun.
"Jadi untuk BBM sendiri kompensasi dan subsidi ini Rp 267 triliun dari Rp 502 triliun," kata Nicke.