Liputan6.com, Jakarta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memastikan siap mendukung program transisi penggunaan kompor gas elpiji ke kompor listrik induksi.
Konversi ini dinilai mampu membuat transisi sumber energi yang mahal menjadi yang lebih murah. "Kami mendukung program kompor listrik ini," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, dalam konferensi pers peluncuran Holding dan Subholding PT PLN (Persero), Rabu (21/9/2022).
Selain itu, adanya rencana konversi LPG ke kompor listrik ini diyakini bisa menghemat energi sekitar Rp 8.000 per kilogram elpiji.
Advertisement
Tentu saja dengan adanya penghematan ini, bisa mengubah energi impor dengan energi domestik kemudian juga energi yang mahal menjadi lebih murah.
"Jadi, untuk per kg elpiji yang dikonversi ke kompor listrik ada penghematan biaya yaitu sekitar Rp 8.000 per kg," kata Darmawan.
Kata Darmawan, PLN tentunya telah mempertimbangkan keseimbangan energi sebagaimana arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), beserta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan membagikan kompor listrik kepada masyarakat secara gratis.
Hal ini sebagai upaya transisi penggunaan kompos berbasis LPG yang selama ini digunakan masyarakat.
Sejalan dengan itu, Kementerian ESDM memastikan migrasi penggunaan kompor induksi akan dibantu oleh pemerintah.
Pengadaan kompor listrik akan dibagikan secara cuma-cuma baik saat proses uji coba maupun ketika migrasi bersama penggunaan kompor listrik.
Pemerintah Perlu Tetapkan Regulasi Konversi Kompor Listrik
Pemerintah diminta untuk menetapkan regulasi yang jelas terkait konversi kompor gas ke kompor induksi atau kompor listrik. Tujuannya agar menjadi acuan yang jelas ketika migrasi kompor tersebut dijalankan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menerangkan, langkah ini perlu dilakukan seiring dengan proses uji coba yang dilakukan pemerintah di tiga kota. Sambil menunggu efisiensi dan efektivitas dari penggunaan kompor listrik tersebut.
"Saya kira tak bisa langsung dan harus bertahap tidak serta merta langsung diaplikasikan secara keseluruhan, semua butuh tahapan. Sejauh mana perkembangannya (uji coba), dan keberhasilan dari uji coba ini, baru nanti diimplementasikan sambil menunggu regulasi yang mengatur terkait dengan konversi ini," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (21/9/2022).
Menyoal regulasi ini, dia meminta pemerintah mengatur secara detail konversi tersebut. Misalnya, memasukkan detail anggaran untuk proses migrasi, hingga mekanisme pemberian kepada masyarakat.
Tak kalah pentingnya, soal kriteria yang boleh mendapatkan bantuan kompor listrik tersebut. Di samping adanya kepastian tarif listrik yang dibebankan kepada masyarakat.
"Pertama anggaran dari mana, alokasi dari mana apakah dana PLN, saya kira gak kuat juga PLN, dari mana alokasi anggaran tersebut, mekanisme pemberian sepeti apa. apakah kriteria ini seperti apa, manfaatnya apa harus dirapihkan. dan pemerintah juga mengatur pemberiannya seperti apa," terang dia.
"Pastinya kalau saya sih maunya terkiat juga dengan tarif, apakah seberapa besar. terus saya kira juga yang tak terlalu beratkan masyarakat. kalau nanti tiba-tiba naik, kalau pakai tarif non subsidi kan memberatkan juga," tambah Mamit.
Advertisement
Menggunakan Energi Lebih Bersih
Lebih lanjut, Mamit juga menyinggung soal penggunaan kompor listrik di sisi transisi energi fosil ke energi bersih. Menurutnya, penggunaan kompor listrik lebih bersih ketimbang penggunaan kompor gas.
Ini mengingat sebagian besar pembangkit yang digunakan PLN masih bergantung pada tenaga batu bara. Dimana, aspek ini juga jadi perhatian dalam transisi energi ke energi baru terbarukan.
"Kalau dari transisi energi seharusnya bisa lebih clean (bersih--dengan penggunaan kompor listrik), meskipun nanti bisa dihitung efektivitasnya seperti apa. Menurut saya lebih bersih menggunakan komporr induksi jika dibandingkan dengan LPG," kata dia.
Mamit menilai kalau rencana ini merupakan rencana jangka panjang, selaras dengan upaya transisi energi Indonesia hingga 2030 mendatang. Sehingga, konversi bisa dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun.
"ini bisa berlangsung ke daerah-daerah yang secara substansi pasokan listriknya andal, yang masuk 3T juga kan tak mungkin juga dilakukan ini, secara bertahap terlebih dahulu," pungkasnya.