IMF Beri Peringatan, Sejumlah Negara Bakal Jatuh ke Jurang Resesi di 2023

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kemungkinan akan ada negara-negara yang jatuh ke dalam resesi tahun depan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 04 Okt 2022, 11:08 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2022, 11:07 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan bahwa resesi global dapat dihindari jika kebijakan fiskal masing-masing negara konsisten dengan pengetatan kebijakan moneter. 

Tetapi Georgieva juga mengungkapkan, kemungkinan akan ada negara-negara yang jatuh ke dalam resesi tahun depan.

"Kita memang membutuhkan bank sentral untuk bertindak tegas. Mengapa, karena inflasi sangat keras... Ini buruk bagi pertumbuhan dan sangat buruk bagi masyarakat miskin. Inflasi adalah pajak bagi orang miskin," kata Georgieva dalam sebuah wawancara selama kunjungan ke Arab Saudi, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (4/10/2022).

Dia menambahkan, kebijakan fiskal yang tanpa pandang bulu mendukung masyarakat dengan menekan harga energi dan memberikan subsidi bertentangan dengan tujuan kebijakan moneter.

"Jadi, Anda memiliki kebijakan moneter yang menginjak rem dan kebijakan fiskal yang menginjak akselerator," katanya, setelah menghandiri konferensi tentang ketahanan pangan di Riyadh.

Seperti diketahui, sejumlah negara telah berupaya menangani tekanan inflasi dan kekurangan pangan yang tinggi dengan mengikuti kenaikan suku bunga Federal Reserve atau The Fed. Namun langkah ini juga mempengaruhi pasar keuangan dan ekonomi.

Georgieva pun menghimbau The Fed untuk sangat berhati-hati dalam kebijakannya dan memperhatikan dampak dari langkah kebijakan moneter mereka ke seluruh dunia, menambahkan tanggung jawabnya "sangat tinggi".

Selain itu, IMF juga melihat pasar tenaga kerja di AS masih cukup ketat, sementara permintaan masih cukup signifikan untuk barang dan jasa dan The Fed harus melanjutkan pengetatan di sektor tersebut.

"Kita kemungkinan akan melihat ... pengangguran naik dan masalah itu akan menjadi waktu bagi The Fed untuk mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaannya. Kita dapat mengurangi pengangguran di masa mendatang. Tapi kita belum sampai di sana," ungkap Georgieva.

IMF Bakal Gelontarkan Dana Bantuan Darurat untuk 20 Negara yang Alami Krisis Ekonomi

Tenaga Kesehatan Ekuador Deteksi Covid-19 dan Lakukan Vaksinasi Hingga ke Permukiman Kumuh
Brigade campuran dari pemerintah kota dan Kementerian Kesehatan mengunjungi lingkungan miskin untuk mendeteksi kasus COVID-19 dan melakukan vaksinasi, di Quito, Ekuador, Rabu (26/1/2022). (AP Photo/Dolores Ochoa)

IMF pada Jumat (30/9) menyetujui dana pinjaman untuk pangan di bawah instrumen pembiayaan darurat untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan biaya tinggi yang berasal dari inflasi yang diperburuk oleh perang Rusia-Ukraina.

Georgieva mengatakan di antara 10 dan 20 negara - kebanyakan dari mereka berada di Afrika, dan memenuhi syarat untuk menerima dana.

Dia menyoroti misi IMF di Malawi, dengan mengatakan bahwa negara tersebut dapat masuk ke dalam perjanjian pinjaman IMF penuh setelah menerima pembiayaan darurat.

IMF juga sedang diskusi lanjutan dengan Mesir dan Tunisia untuk dana bantuan serupa, tambah Georgieva, karena kedua negara sedang berjuang di bawah krisis ekonomi yang telah membebani keuangan publik.

"Saya dapat mengonfirmasi bahwa dengan kedua negara kita berada dalam tahap yang sangat maju dalam membahas kesepakatan tingkat staf, apakah itu dalam beberapa hari atau minggu, sulit diprediksi tetapi akan dilakukan dengan segera," katanya.

"Kami sedang melihat program yang cukup besar. Ukuran pastinya selalu ditentukan melalui negosiasi dan diselesaikan dengan pihak berwenang," jelas Georgieva.

Ekonomi Global 2023 Diprediksi Gelap Dibayangi Resesi, BI Ambil Ancang-Ancang

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, banyak negara yang dibayang-bayangi oleh resesi global. Bahkan, dia menyebut kondisi perekonomian akan gelap pada 2023.

Menanggapi, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho, menyampaikan Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Pemerintah untuk mengukur langkah-langkah mitigasi resesi global.

"Terkait prospek global yang lebih rendah, BI telah berkoordinasi dengan pemerintah mengukur langkah-langkah mitigasinya. Kebijakan moneter kami sudah menempuh yang sifatnya pro stability," kata Wahyu di Ubud, Bali, Minggu (1/10/2022).

Wahyu menegaskan, BI pun tak menampik memang prospek ekonomi global 2022 ke 2023 akan menurun lebih rendah dari perkiraan BI. Dimana BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2022 dikisaran 2,9 persen, namun untuk 2023 diprediksi kemungkinan hanya tumbuh dikisaran 2,8 - 2,7 persen.

Prediksi tersebut tercermin dari langkah Bank sentral AS atau Federal Reserve mengumumkan akan menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 poin persentase lagi, mengangkat kisaran target menjadi antara 3 persen dan 3,25 persen.

Kenaikan ini, mendorong suku bunga The Fed masuk ke level tertinggi dalam hampir 15 tahun di tengah upaya AS mengendalikan lonjakan harga di negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Maka berdasarkan assessment, dan perkiraan ke depan dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, sebagai upaya mengendalikan inflasi di dalam negeri.

"Sebagaimana tercermin keputusan RDG September-Agustus, menaikan suku bunga dalam konteks pengendalian inflasi itu sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, dalam menjaga pertumbuhan ekonomi domestik, BI akan mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi, melalui 4 instrumen lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Salah satunya kebijakan makroprudensial akan tetap longgar mendukung pertumbuhan kredit perbankan. (Kedua), kegiatan digitalisasi sistem pembayaran tetap akomodatif. Dua kebijakan lainnya, pedalaman pasar uang dan pengembangan ekonomi inklusif tetap mendorong pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.

Infografis Prediksi Perekonomian 60 Negara Bakal Ambruk. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Prediksi Perekonomian 60 Negara Bakal Ambruk. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya