Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat saat ini sudah 21 juta pedagang atau merchant yang menggunakan QR Indonesian Standar (QRIS), sejak diluncurkan sejak Agustus 2019.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.39 bertajuk “Sinergi dan Inovasi Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”, Jumat (21/10/2022).
Baca Juga
“Di sistem pembayaran upaya penguatan terus kami untuk mengakselerasi terwujudnya integrasi ekonomi keuangan digital secara nasional. Kami terus memperluas penggunaan QRIS yang hingga akhir semester I-2022 telah mencapai 21 juta pengguna,” kata Perry.
Advertisement
Dari 21 juta pengguna tersebut, 19 juta diantaranya merupakan merchant yang berasal dari UMKM. Bahkan penggunaan QRIS ini juga sudah meluas hingga transaksi lintas negara khususnya dengan Thailand dan Malaysia, serta dengan negara ASEAN 5 lainnya.
Disisi lain, Bank Indonesia juga terus mendorong pemanfaatan BI-FAST, agar transaksi keuangan bisa semakin efisien dan handal.
Tak berhenti disitu saja, BI juga melakukan pendalaman pasar uang, termasuk pendalaman pasar valuta asing dan juga meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam berbagai transaksi perdagangan dan investasi antar negara.
Lanjutnya, untuk bidang makroprudensial kebijakan akomodatif terus BI perkuat untuk mendorong pembiayaan perbankan kepada dunia usaha.
Inovasi kebijakan diarahkan untuk mendorong kinerja intermediasi, serta inklusi ekonomi dan keuangan dengan tetap menjaga ketahanan sistem keuangan.
“Kami mengapresiasi kontribusi perbankan dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha,” ujarnya.
Kebijakan BI Lainnya
Menyambut semangat tersebut, dan agar peran perbankan memberi dampak yang lebih luas. Bank Indonesia juga meningkatkan besaran insentif giro wajib minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit dan pembiayaan 46 sektor-sektor prioritas termasuk UMKM dan inklusif, serta untuk memperluas cakupan-cakupan sektor prioritas tersebut.
Selain itu, kebijakan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM) disempurnakan untuk mengoptimalkan kontribusi perbankan dalam mewujudkan keuangan inklusif sesuai kapasitas masing-masing bank.
“Kami juga mengapresiasi dukungan perbankan untuk menjaga suku bunga kredit tetap akomodatif, sejalan dengan itu kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit Kami lanjutkan, sehingga masyarakat dapat turut berpartisipasi untuk mendorong terbentuknya suku bunga yang efisien dan kompetitif,” ujarnya.
Sementara itu, instrumen kebijakan dan countercyclical capital Buffer, rasio intermediasi makroprudensial dan loan to value untuk kredit sektor properti dan otomotif juga tetap Bank Indonesia arahkan ke cara akomodatif, sehingga mendukung penyaluran kredit pembiayaan kepada dunia usaha.
Demikian, untuk tetap menjaga ketahanan perbankan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) untuk bank umum konvensional masih ditetapkan sebesar 6 persen dan untuk Bank Umum Syariah sebesar 4,5 persen, yang seluruhnya dapat repokan kepada Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Advertisement