Liputan6.com, Jakarta - Produsen smartphone Foxconn mengungkapkan bahwa pekerja pabriknya di Zhengzhou, China, yang merupakan pabrik perakitan iPhone terbesar di dunia dilanda wabah kecil Covid-19.
Juru bicara perusahaan Taiwan, yang secara resmi dikenal sebagai Hon Hai Technology Group, mengatakan bahwa operasi dan produksi di fasilitas Foxconn di Zhengzhou "relatif stabil dengan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan bagi karyawan yang terus dilakukan."
Baca Juga
"Untuk sejumlah kecil karyawan yang terkena dampak pandemi, Foxconn, sesuai dengan kebijakan pencegahan epidemi lokal, memberikan jaminan yang diperlukan untuk mata pencaharian, termasuk pasokan material, kenyamanan psikologis, dan umpan balik yang responsif," terang juru bicara itu melansir CNBC International, Kamis (27/10/2022).
Advertisement
Sementara itu, pihak Foxconn mengatakan bahwa wabah kecil di pabriknya dapat dikendalikan dan prospek operasi untuk kuartal ini tetap tidak berubah.
Namun, Apple sejauh ini belum memberikan komentar terkait wabah kecil Covid-19 di pabrik iPhone di China.
Sebagai informasi, Zhengzhou, di provinsi Henan, China, telah berjuang menangani gelombang baru Covid-19 bulan ini.
Kota itu telah mengunci beberapa distrik ketika China mendorong kebijakan nol-Covid-19, melalui serangkaian tes dan lockdown untuk meredam penularan Covid-19.
Awal bulan ini, Foxconn menerapkan langkah-langkah pencegahan virus seperti mewajibkan karyawan untuk melakukan tes Covid-19 dalam kurun waktu 24 jam setelah memasuki fasilitas di pabrik, serta mendesak mereka untuk divaksinasi.
Posisi Foxconn menyoroti tindakan penyeimbangan yang diperlukan oleh fasilitas manufaktur untuk memenuhi permintaan pelanggan di bawah kebijakan ketat Covid-19 di China.
Apple masih sangat bergantung pada China untuk sebagian besar produksi iPhone-nya, tetapi raksasa gadget itu juga telah berupaya mendiversifikasi rantai pasokannya.
Bulan lalu, Apple mengatakan telah mulai merakit iPhone 14 andalannya di India. Ini adalah pertama kalinya Apple memproduksi model smartphone terbarunya di negara itu.
Covid-19 di China Bikin Pabrik Baru Tesla Rugi Bandar
Elon Musk mengungkapkan bahwa pabrik baru Tesla di Jerman dan AS menghadapi kerugian hingga miliaran dolar AS karena kekurangan baterai dan gangguan pasokan di China, yang selama 2 bulan memberlakukan lockdown Covid-19.
"Baik pabrik di Berlin dan Austin adalah tungku uang raksasa saat ini. Ini benar-benar seperti suara menderu raksasa, yang merupakan suara uang terbakar," ujar Musk, dikutip dari BBC, 24 Juni 2022.
Pabrik "kehilangan miliaran dolar AS sekarang. Ada banyak biaya dan hampir tidak ada output," tambah CEO Telsa dalam sebuah wawancara dengan Tesla Owners of Silicon Valley.
Musk menyebut, pabrik Tesla di Austin saat ini memproduksi hanya sejumlah kecil mobil, sebagian karena beberapa komponen untuk baterainya masih terjebak di pelabuhan China "tanpa ada yang benar-benar memindahkannya".
"Ini semua akan diperbaiki dengan sangat cepat tetapi membutuhkan banyak perhatian," beber miliarder terkaya di dunia itu.
Dia pun mengakuit bahwa lockdown Covid-19 di Shanghai sangat sulit bagi Tesla, yang dilaporkan menghentikan sebagian besar produksinya di 'gigafactory' di kota itu selama berminggu-minggu.
Wawancara Musk bersama Tesla Owners of Silicon Valley sebenarnya sudah direkam pada akhir bulan lalu, tetapi percakapan ini baru diposting pada Rabu 22 Juni 2022.
Lockdown Covid-19 di China tahun ini termasuk di Shanghai, yang merupakan lokasi pabrik besar Tesla semakin mempersulit operasi dan produksi.
Dalam beberapa minggu terakhir, Musk juga telah memperingatkan tentang pemutusan hubungan kerja di Tesla.
Advertisement
Bank Dunia Potong Ramalan Pertumbuhan China Jadi 2,8 Persen, Masih Gara-gara Covid-19
Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2022 ini menjadi 2,8 persen, ketika negara itu menghadapi perlambatan ekonomi yang didorong oleh kebijakan nol-Covid-19.
Sebelumnya, pada April 2022, Bank Dunia memprediksi ekonomi China bakal tumbuh 5 persen. Proyeksi Bank Dunia kali ini merupakan yang terendah di antara lembaga-lembaga internasional lainya.
Dilansir dari The Straits Times, Jumat (30/9/2022) Bank Dunia dalam laporan prospek ekonomi untuk Asia Timur dan Pasifik mengatakan bahwa 2022 akan menjadi tahun pertama pertumbuhan ekonomi China turun di bawah kawasan itu sejak 1990.
Mengingat bahwa China menyumbang 86 persen dari PDB dari 23 negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, perlambatannya akan menyeret pertumbuhan keseluruhan di kawasan itu turun menjadi 3,2 persen pada 2022 dari 7,2 persen pada 2021.
Tidak termasuk China, Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan itu akan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2022 menjadi 5,3 persen dari 2,6 persen pada tahun 2021.
Dalam presentasinya di laporan tersebut, kepala ekonom Bank untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menyoroti tiga kekhawatiran utama yang menjadi perhatian untuk pertumbuhan ekonomi kawasan itu.
Pertama, adalah perlambatan ekonomi global, yang kemungkinan akan menekan permintaan untuk ekspor manufaktur, termasuk barang dan komoditas.
Kemudian kekhawatiran kedua terkait kenaikan suku bunga oleh The Fed dan bank sentral lainnya, yang telah menyebabkan arus keluar modal, Depresiasi mata uang dan beban pembayaran utang yang lebih tinggi.
Kekhawatiran ketiga yaitu langkah-langkah untuk mengendalikan inflasi, seperti pengendalian harga dan subsidi, terutama di Malaysia dan Indonesia.