Gagal Ginjal Akut Merebak, Kemendag Waspadai Obat Sirup Anak Langka dan Mahal

Untuk mencegah semakin banyaknya kasus gagal ginjal akut yang tengah terjadi saat ini, Kemendag berkomitmen terus mendorong upaya perlindungan konsumen.

oleh Tira Santia diperbarui 05 Nov 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2022, 09:00 WIB
Banner Infografis Darurat Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Indonesia
Banner Infografis Darurat Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) menghimbau seluruh pemangku kepentingan, khususnya produsen obat wajib mengantisipasi terjadinya kelangkaan, serta mahalnya sediaan obat/farmasi terkait obat sirup anak.

Hal ini menyusul merebaknya kasus gagal ginjal akut anak yang diduga disebabkan oleh konsumsi obat sirup.

Kemendag berharap produsen tetap memproduksi dan menjual obat yang sesuai dengan standar obat yang telah ditentukan

“Produsen obat dan farmasi wajib menyediakan serta mengaktifkan hotline layanan konsumen. Kami berharap peran aktif produsen dalam memitigasi, mengidentifikasi, dan mengecek produk secara berkala serta melakukan penarikan produk dari peredaran apabila produk terindikasi adanya cemaran atau kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Angrijono, Sabtu (5/11/2022).

Selain itu, Kemendag juga meminta masyarakat tidak membeli dan menggunakan produk-produk yang tengah diindikasikan dapat merugikan kesehatan.

"Kami meminta masyarakat untuk melaporkan jika masih menemukan obat-obat yang diindikasikan tercemar oleh BPOM dan untuk tidak mengonsumsi produk-produk obat tersebut,” ujar Veri.

 

 

Dia menegaskan, Kemendag senantiasa berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) agar konsumen dapat terlindungi dari obat dan produk farmasi lainnya yang tidak sesuai ketentuan.

“Untuk mencegah semakin banyaknya kasus gagal ginjal akut yang tengah terjadi saat ini, Kemendag berkomitmen terus mendorong upaya perlindungan konsumen atas produk obat dan farmasi yang tidak sesuai ketentuan. Hingga saat ini Kementerian Perdagangan terus melakukan pengawasan di lapangan,” tegas Veri.

 

Rapat Koordinasi

Obat Sirup
IDAI imbau orang tua untuk tidak memberikan obat bebas tanpa rekomendasi nakes pada anak terkait kasus gagal ginjal akut. (unsplash.com/Towfiqu Barbhuiya)

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menggelar rapat koordinasi dengan para para pemangku kepentingan di bidang farmasi seperti produsen obat, asosiasi perusahaan farmasi dan apotek, distibutor dibidang obat2an serta asosiasi penjualan online (idEA) yang berlangsung pada Senin, (31/10) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

Rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait juga digelar untuk menyamakan persepsi dalam rangka perlindungan konsumen.

“Pada rapat koordinasi dengan pelaku usaha dan idEA, Kementerian Perdagangan telah meminta IdEA untuk menurunkan konten terhadap 81 tautan pada lokapasar dan perdagangan elektronik yang memperdagangkan obat sirup yang dilarang dan serta produk dry shampoo yang tidak memiliki izin edar. Produk dry shampoo di Amerika Serikat kini juga tengah diberitakan mengandung senyawa Benzena dan berpotensi menyebabkan kanker,” kata Veri.

 

Ikuti Ketentuan

Ilustrasi Fomepizole
Kondisi 10 pasien gagal ginjal yang dirawat di RSCM membaik setelah diberi Fomepizole. (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Dalam rapat koordinasi tersebut, Kementerian Perdagangan juga meminta para pelaku usaha baik produsen maupun asosiasi perusahaan farmasi untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan.

"Demikian halnya dengan asosiasi penjualan secara daring (online) agar ikut berperan aktif dalam mengawasi dan melakukan tindakan penurunan konten penjualan obat yang dinyatakan dilarang oleh pemerintah,” ujarnya.

Adapun dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (3) menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap. 

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Infografis Darurat Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Indonesia
Infografis Darurat Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya