Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan migas raksasa asal Inggris, British Petroleum (BP) berencana mengguyur dana jumbo untuk proyek rendah karbon. BP menyiapkan sekitar USD 10 juta atau setara Rp 157 miliar per tahun untuk investasi di bidang tersebut.
Langkah ini disebut-sebut menjadi upaya untuk mengejar target karbon netral atau Net Zero Emission pada 2060 mendatang. British Petroleum diketahui telah memiliki banyak investasi di Indonesia.
BP Regional President Asia Pacific Kathy Wu mengatakan, pihaknya punya komitmen investasi jangka panjang di wilayah Indonesia. Pada saat yang sama, Indonesia punya target ambisius mengejar nol emisi karbon.
Advertisement
"Kita bisa ambil pasar premium. BP ingin investasi USD 10 miliar per tahun untuk karbon rendah," ungkapnya dalam 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/11/2022).
Dalam pengembangan produksi gas yang lebih bersih, BP mengandalkan teknologi carbon, capture, utilization, and storage (CCUS). Operasi ini, biasa disebut penangkapan dan penyimpanan karbon di wilayah operasi migas.
"Ketahanan hidrokarbon dan gas alam ini menghasilkan CCUS. Ini sangat penting sebagai upaya untuk gas karbodinisasi," ungkapnya.
Kathy Wu mengapresiasi target Indonesia dalam menekan emisi karbon. Terbaru, angka yang ditarget Indonesia adalah menekan 32 persen emisi karbon di 2030 mendatang.
"Kita punya peluang bagi ketahanan energi dan transisi energi di negeri ini," sambungnya.
Â
28 Kesepakatan di IOG Convention 2022
Sebanyak 28 kesepakatan komersial mengenai industri hulu minyak dan gas bumi (Migas). Dengan adanya kesepakatan antara perusahaan migas ini, ada potensi penerimaan hingga USD 2,3 miliar atau setara Rp 36 triliun.
Kepala Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan angka itu merupakan potensi penerimaan dari berbagai kesepakat komersial yang terjadi. SKK Migas sendiri menandatangani sebanyak 10 kesepakatan.
Dari total 28 perjanjian tersebut akan menghasilkan lifting (penjualan) minyak dan kondensat sebesar 265 ribu barel minyak per hari serta perkiraan total lifting gas bumi sebesar 390 miliar british thermal unit (TBTU). Rentang durasi kontrak dari 2 hingga 11 tahun.
"Potensi penerimaan mencapai USD 2,3 miliar," kata Dwi dalam rangkaian 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022), Jumat (25/11/2022).
Â
Â
Â
Â
Advertisement
Rincian
Rinciannya, Kesepakatan tersebut meliputi 10 dokumen mengenai Prosedur Election Not To Take in Kind (ENTIK) yang merupakan perjanjian yang mengatur tugas dan tanggung jawab antara SKK Migas dan Kontraktor KKS sebagai Penjual Minyak Mentah dan Kondensat bagian Negara. Serta 18 dokumen perjanjian jual beli gas bumi (PJBG), amandemen PJBG, heads of agreement (HoA), memorandum of understanding (MoU) untuk gas pipa, LNG, dan LPG antara Penjual dan Pembeli.
Penandatanganan kontrak-kontrak ini, tidak hanya menghasilkan pendapatan, tetapi yang terpenting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Nasional. Minyak mentah dan kondensat yang terjual seluruhnya akan disuplai untuk kebutuhan domestik.
Gas yang terjual sebagian akan disuplai ke pabrik pupuk dan petrokimia di Sumatera Selatan dan Sulawesi Tengah, untuk pengembangan industri di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah, serta kelistrikan untuk kebutuhan PLN. Sedangkan LPG dari Sumatera Selatan rencananya seluruhnya akan dipasok untuk kebutuhan dalam negeri.
"Ini menunjukkan komitmen hulu migas dalam menjaga ketahanan energi Nasional," katanya.
Â
Terus Jaga Kerja Sama
Kesepakatan ini menunjukkan koordinasi yang baik antara SKK Migas, pembeli dan penjual. SKK Migas mengharapkan kerja sama ini terus dijaga dan ditingkatkan untuk memastikan seluruh produksi minyak, gas bumi, dan LPG dapat dimonetisasi dengan optimal.
Dwi menyebut, komersialisasi migas khususnya gas bumi menjadi salah satu pilar strategis dalam mendukung pencapaian visi jangka panjang SKK Migas dengan produksi 1 juta barel minyak per hari dan gas bumi sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Produksi tersebut akan diprioritaskan untuk pembeli dalam negeri.
Tantangannya, kebutuhan gas bumi dalam negeri cenderung stagnan. Sejak Tahun 2012, secara rata-rata pertumbuhan pemanfaatan gas bumi oleh pembeli dalam negeri adalah 1 persen per tahun. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4 -- 5 persen per tahun.
"Perlu ada terobosan dari seluruh pihak untuk meningkatkan kebutuhan pembeli gas bumi di dalam negeri," kata Dwi.
Advertisement