Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menyetujui rencana pengembangan lapangan pertama atau Plan of Development I (POD I) Lapangan Hidayah, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja North Madura II.
Persetujuan POD I lapangan yang dioperasikan oleh Petronas Carigali North Madura II ini diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui surat persetujuan, 27 Desember 2022. Itu merupakan jawaban atas rekomendasi yang disampaikan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, Petronas Carigali North Madura II baru menemukan cadangan setelah melakukan pengeboran tiga sumur eksplorasi di wilayah ini.
Advertisement
Sumur terakhir yang dibor yakni Hidayah-1 yang menghasilkan penemuan dengan estimasi cadangan minyak sekitar 88,55 Million Stock Tank Barrel (MMSTB). Lapangan Hidayah berlokasi sekitar 6 km di utara Pulau Madura, yang sudah memiliki beberapa lapangan migas beroperasi.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa jika dilakukan eksplorasi, lapangan-lapangan baru akan tetap mungkin ditemukan bahkan di wilayah yang kegiatan hulu migas nya sudah cukup padat,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis, Selasa (10/12/2023).
Dwi menambahkan, SKK Migas mendorong percepatan POD I Lapangan Hidayah agar sumber daya minyak yang ditemukan dapat segera diproduksi.
"Selesainya Pengembangan Lapangan Hidayah diharapkan dapat menambah produksi minyak, sehingga diharapkan dapat berperan mengurangi impor minyak. Kedepannya, tentu Lapangan Hidayah akan menjadi salah satu kontributor penting untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel di tahun 2030," jelasnya.
Perkiraan Biaya
Lebih lanjut, Dwi menyampaikan, kondisi saat ini produksi minyak masih di bawah konsumsi sehingga upaya mempercepat penemuan minyak agar bisa diproduksi akan senantiasa menjadi prioritas. Adapun untuk produksi gas di atas kebutuhan di dalam negeri, sehingga sisanya diekspor untuk memperkuat devisa negara.
Perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan Lapangan Hidayah antara lain terdiri dari biaya investasi di luar sunk cost yang diperkirakan sekitar USD 926 juta, biaya operasi termasuk PBB sampai lapangan mencapai economic limit sebesar sekitar USD 1,99 milyar, dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar sekitar USS 201 juta.
“Masuknya investasi seperti ini merupakan bukti bahwa industri hulu migas Indonesia masih menarik di mata investor. Tinggal bagaimana kita sama-sama bekerja menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ujar Dwi.
Dengan disetujuinya POD I Lapangan Hidayah, kegiatan pembangunan fasilitas produksi dapat segera dilakukan. Diharapkan lapangan ini akan mulai berproduksi (onstream) pada awal 2027 dengan tingkat produksi saat itu pada kisaran 8.973 barel per hari (BPH).
Advertisement
Puncak Produksi
Lapangan ini akan mencapai puncak produksi pada tahun 2033 dengan kisaran produksi 25.276 BPH. Lapangan ini diperkirakan akan aktif berproduksi selama 15 tahun (2027-2041). Dalam kurun waktu tersebut, lapangan ini diperkirakan akan memberikan kontribusi penerimaan negara sebesar USD 2,1 miliar, atau setara dengan sekitar Rp 31 triliun.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan dapat memberikan dukungan sepenuhnya atas pengembangan Lapangan Hidayah sehingga kontribusi-kontribusi yang kami perkirakan tersebut dapat segera terwujud,” tutup Dwi.