Kekhawatiran Resesi Melonjak Terseret Credit Suisse yang Ancam Krisis Kredit

Beberapa hari setelah kegagalan tiga bank di AS, gejolak pasar terbaru mengancam prospek global. Apalagi krisis kepercayaan yang meningkat di Credit Suisse sehingga berpotensi dorong ekonomi ke resesi.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Mar 2023, 16:43 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2023, 16:41 WIB
Krisis Kepercayaan yang Meningkat di Credit Suisse Dapat Dorong Ekonomi ke Resesi
Krisis kepercayaan yang meningkat di Credit Suisse Group AG meningkatkan risiko krisis pinjaman bank yang dapat dorong ekonomi ke resesi. (Foto: Jan Huber/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Krisis kepercayaan yang meningkat di Credit Suisse Group AG, pemberi pinjaman raksasa yang terjerat dalam sistem keuangan global meningkatkan risiko krisis pinjaman bank yang dapat mendorong ekonomi ke dalam resesi.

Dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (19/3/2023), beberapa hari setelah kegagalan tiga bank di Amerika Serikat (AS), gejolak pasar terbaru mengancam untuk mengubah prospek global. Risikonya adalah pemberi pinjaman sekarang akan jauh lebih peduli menopang keuangan sendiri ketimbang memberikan pinjaman yang memungkinkan ekonomi tumbuh bahkan tanpa kehancuran bank yang mengancam sistem.

Sebelum dramatis pekan lalu, pertanyaan besarnya adalah apakah the Federal Reserve (the Fed) dan bank sentral lainnya dapat melakukan "pendaratan lunak"-di mana suku bunga tinggi berhasil meredam inflasi tanpa menghentikan pertumbuhan dan pandangan umum adalah uang lebih ketat tidak terjadi. Tidak benar merugikan ekonomi sebanyak itu, tetapi prospek krisis perbankan telah membalikkan narasi itu.

"Kecelakaan Keuangan"

"Kecelakaan keuangan telah terjadi, dan kami beralih dari tidak ada pendaratan ke pendaratan keras yang didorong oleh kondisi kredit yang lebih ketat,” ujar Apollo Global Managaments Chief Economist, Torsten Slok.

Sementara itu, ekonom Goldman Sachs Group Inc, Jan Hatzius telah meningkatkan prediksi tentang kemungkinan resesi Amerika Serikat menjadi 35 persen selama 12 bulan ke depan sebagai tanggapan atas meningkatnya ketidakpastian atas dampak ekonomi dari tekanan bank.

Salah satu ukuran poros:

Investor telah meninggalkan taruhan pada kenaikan suku bunga yang lebih banyak menghancurkan inflasi oleh bank sentral, dan sekarang berharap mereka akan memakai alat penurunan suku bunga untuk memerangi resesi yang tidak lama lagi.

Penghapusan pertaruhan pada pengetatan bank sentral bukan karena inflasi telah memudar:

Inflasi mencapai 6 persen di Amerika Serikat pada bulan lalu, dan semakin tinggi di Eropa. Meski begitu, suku bunga berjangka menunjukkan peluang yang semakin berkurang dari the Fed menaikkan patokan suku bunga 25 basis poin pekan depan, dan mengarah ke penurunan suku bunga pada awal musim panas ini.

 

Langkah Bank Sentral

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Bank sentral Eropa juga terlihat menskalakan kembali kenaikan suku bunga pada pertemuannya Kamis. “Meskipun membiarkan inflasi berjalan mungkin buruk, memimpin krisis kredit akan lebih buruk,” tulis Ekonom Pictet Wealth Management.

Namun, hal yang terakhir dapat saja terjadi, apa pun yang dilakukan bank sentral sekarang, beberapa analis memperingatkan.

The Fed dan rekan-rekannya telah menaikkan suku bunga dengan kecepatan paling tinggi dalam beberapa dekade untuk mengekang gelombang inflasi setelah COVID-19, tetapi ada berbagai kekuatan yang membatasi dampak langsung terhadap ekonomi.

Di Amerika Serikat, misalnya rumah tangga mengumpulkan lebih dari USD 1 triliun tabungan ekstra selama pandemi COVID-19, dan mereka mendapat manfaat dari suku bunga tetap rendah untuk hipotek dan utang lainnya.

Permintaan yang terpendam untuk layanan dan kekurangan tenaga kerja yang berkelanjutan telah mendorong tekanan upah. “Sekarang, Anda melihat bentuk retakan, Anda melihat likuiditas dan mungkin solvabilitas sistem perbankan mengalami banyak tekanan,” ujar Chief Investment Officer JPM Asset Management, Bob Michele.

“Itu akan menyebabkan bisnis dan konsumen mundur,” ujar dia.

 

Pengamat Sebut Resesi Tak Terhindarkan

Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock

Bob Michele pun menyimpulkan resesi “tak terhindarkan”. “Ada pengetatan kredit yang terjadi di setiap level,” ujar Michele.

Ia mengatakan, salah satu potensi kerentanan yang dilihat adalah di real estate komersial dengan kantor belum kembali ke tingkat kepegawaian penuh setelah pandemi COVID-19 menimbulkan pertanyaan tentang nilai properti di kawasan pusat bisnis.

Di sisi lain, ekonom Bloomberg Economics, Anna Wong menuturkan, pihaknya masih prediksi kenaikan suku bunga 25 basis poin (bps) pada pertemuan the Fed 22 Maret 2023.

“Salah satu saluran terpenting dari tekanan pasar keuangan ke ekonomi riil adalah melalui spread kredit, dan sejauh ini belum meningkat ke tingkat yang menyiratkan perlambatan ekonomi yang signifikan,” ujar Anna Wong.

Pergeseran dasar dalam sistem perbankan Amerika Serikat (AS) telah melihat pelarian dana ke pemberi pinjaman terbesar sejak akhir pekan runtuhnya Silicon Valley Bank. Salah satunya Bank of America Corp telah keruk lebih dari USD 15 miliar simpanan baru dalam hitungan hari.

Dengan dana yang berpindah dari pemberi pinjaman regional, risikonya adalah mereka akan kembali menarik pinjaman kepada kliennya. “Bank kecil dan menengah memainkan peran penting dalam ekonomi Amerika Serikat,” ujar Ekonom Goldman Sachs, Manuel Abecasis dan David Mericle.

Mereka prediksi, bank dengan aset kurang dari USD 250 miliar terdiri atas:

  • Sekitar 50 persen pinjaman komersial dan industri AS
  • 60 persen dari pinjaman real estate
  • 80 persen dari pinjaman real estate komersial
  • 45 persen dari konsumer
Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya