Bank di Indonesia Lebih Hebat daripada AS, Ini Buktinya

Industri perbankan dunia tengah menghadapi tantangan besar, yaitu ketidakpastian ekonomi dan ancaman resesi global. Tak sedikit bank yang akhirnya tumbang dengan kondisi sekarang

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2023, 18:44 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2023, 15:30 WIB
FOTO: Uang Beredar pada November 2020 Capai Rp 6.817,5 Triliun
Petugas menata tumpukan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (20/1/2021). Realisasi M2 relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,5 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Yogyakarta Industri perbankan dunia tengah menghadapi tantangan besar, yaitu ketidakpastian ekonomi dan ancaman resesi global. Tak sedikit bank yang akhirnya tumbang dengan kondisi sekarang, sebut saja Silicon Valley Bank yang bermarkas di California, Amerika Serikat.

Regulator California menutup Silicon Valley Bank pada Jumat, 10 Maret 2023 setelah deposan bergegas menarik uangnya pekan lalu di tengah kekhawatiran neracanya.

Federal Deposit Insurance Corporation ditunjuk sebagai penerima, dan regulator bekerja untuk menemukan pembeli untuk institusi tersebut.

Runtuhnya bank berusia 40 tahun itu yang melayani industri teknologi, adalah yang terbesar dari lembaga keuangan sejak kegagalan Washington Mutual pada 2008.

Tidak hanya SVB, perbankan di AS yang tumbang yaitu Silvergate Bank dan Signature Bank.

Bank di Indonesia Lebih Hebat

Bicara mengenai kekuatan perbankan, bangkrutnya SVB membuktikan bahwa industri perbankan di Indonesia lebih hebat daripada AS. Hal ini ditegaskan juga oleh Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono.

"Ketahanan industri perbankan di Indonesia lebih hebat daripada di Amerika Serikat," tegas dia dalam pelatihan wartawan, Minggu (19/3/2023).

Dia menjelaskan, kehebatan perbankan Indonesia yang tahan terhadap ancaman krisis dibuktikan dengan kekuatan internal perbankan cukup kuat. Sebut saja rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,88 persen pada Januari 2023. Kemudian risiko kredit juga terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah 2,59 persen (bruto) dan 0,76 persen (neto) pada Januari 2023.

Sementara dari faktor likuiditas, dijelaskan Erwin, perbankan di Indonesia pada Februari 2023 terjaga, didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,18 persen (yoy).

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Samual. Dia menjelaskan, saat ini postur neraca perbankan dalam negeri, khususnya di Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) IV sangat kuat.

“CAR perbankan trennya meningkat. Rata-rata bank di Indonesia memiliki CAR 22-25 persen, kemungkinan pada semester I-2023, CAR akan naik 27 persen," pungkas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bos BCA Ungkap Apa Kesalahan Silicon Valley Bank Hingga Jadi Bangkrut


Bos BCA Ungkap Apa Kesalahan Silicon Valley Bank Hingga Jadi Bangkrut

BCA Menempatkan Sebagai Pemegang Market Share RDN Terbesar
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memberi sambutan dalam BCA Capital Market Community Iftar Gathering dan Economy Outlook 2022 di The Langham, Jakarta (25/04/2022).  BCA telah mencatat pembukaan RDN hampir mencapai 2 juta rekening, yang menempatkan BCA sebagai pemegang market share RDN terbesar di Indonesia. Pencapaian ini ditopang oleh literasi keuangan dan transformasi digital yang dilakukan secara berkesinambungan. (Liputan6.com/HO/Eko)

Silicon Valley Bank (SVB) mengalami keruntuhan pada Jumat, 10 Maret 2023 akibat krisis modal. Menanggapi hal tersebut, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melihat ada kesalahan yang mengakibatkan SVB bangkrut.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan, terdapat tiga kesalahan yang membuat SVB mengalami kebangkrutan, salah satunya hanya menerima nasabah besar.

"Pertama mereka menerima hanya nasabah besar, artinya kalau nasabah besar ini keluar mereka harus menyediakan dana yang besar mereka harus menyediakan dana yang besar," kata Jahja di The Tribrata Darmawangsa Jakarta, ditulis Kamis (16/3/2023).

Kedua, kesalahan Sillicon Valley Bank adalah menerima dana maupun simpanan dari startup maupun fintech. Jahja menilai startup dan fintech secara perusahaan belum stabil.

"Kalau Anda terima cash flow dari usaha yang ada ketidakstabilan itu salah satu kesalahan SVB," kata dia.

 


Kesalahan Selanjutnya

Nasabah Ramai-ramai Tarik Dana Usai Silicon Valley Bank Bangkrut
Seorang penjaga keamanan memantau barisan orang yang mencoba mengambil kembali dana mereka di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Silicon Valley Bank (SVB) tengah menjadi sorotan karena mengalami kebangkrutan bank terbesar di Amerika Serikat sejak tahun 2008. ( Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Ketiga, Jahja bilang, kesalahan SVB terlalu percaya kepada obligasi terpercaya (trusted bond), yakni US Treasury. Lantaran, dari risiko kredit memiliki risiko nol.

"Mereka terlalu percaya yang disebut trusted bond yaitu US Treasury, gak salah dari segi kredit risk itu zero. Tetapi yang mereka lupa mereka terima funding beaar dari wholesale. Wholeseale itu kalau taro duit enggak mungkin ngarep bunga kecil," ujar dia.

Jahja menjelaskan, celakanya pada saat suku bunga bank sentral AS atau the Fed naik, maka akan berdampak bagi treasury bills SVB. "Bond ini rumusannya kalau interest naik, harga bond turun," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya