Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mendukung upaya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM terkait upaya untuk menghentikan praktik impor pakaian bekas yang dilakukan secara ilegal.
"Selaku asosiasi yang memiliki toko dan menjual merek global, kami pasti keberatan bila barang bekas dengan merek sama. Meskipun jumlah yang masuk misalnya kecil tetap akan mematikan toko kami yang menjual barang baru termasuk masalah paten HAKI merek apalagi bila barang bekasnya palsu. Orang luar negeri akan takut berinvestasi di Indonesia bila hal ini tidak diatur," ucapnya di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Lebih lanjut, Budihardjo menambahkan bahwa penting untuk digarisbawahi dan dipisahkan narasi thrifting atau praktik membeli pakaian bekas yang merupakan bagian dari gaya hidup, dengan maraknya impor pakaian bekas ilegal dalam jumlah yang masif.
Advertisement
Menurutnya, hal ini secara perlahan akan mengubah lanskap dan berpotensi menguasai ekosistem ritel market di Indonesia serta menimbulkan persaingan usaha yang tidak adil.
Apa Itu Thrifting?
Sebagai informasi, thrifting adalah kegiatan berbelanja pakaian bekas. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Inggris "thrift" yang secara harfiah berarti hemat. Kata thrift diperkirakan muncul di Inggris pada tahun 1300-an. Pada saat itu, thrift mengacu pada fakta atau kondisi berkembang; kemakmuran, tabungan.
Dilansir dari The State Press, istilah tersebut bukan mengacu pada kondisi kesejahteraan seseorang yang mengharuskan mereka harus berhemat, melainkan lebih pada penggunaan sumber daya secara hati-hati untuk menjadi makmur.
Dari sumber yang sama menyebutkan bahwa awal mula kegiatan thrifting ini dimulai sekitar tahun 1.300-an, pada abad pertengahan. Pada saat itu, pakaian bekas ditumpuk dan dijual di alun-alun pasar.Ketika masyarakat mulai memodernisasi, perdagangan barang bekas dimulai sebagai sistem barter, melayani masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurut Budihardjo pemerintah tentu mendukung aspek positif yang ada di dalam budaya thrifting, yang salah satu aspek positifnya adalah upaya masyarakat terutama anak muda yang sadar untuk mengurangi limbah pakaian yang banyak diciptakan dari budaya over comsumption yang bisa merusak lingkungan adalah pilihan gaya hidup.
"Namun harus diperjelas bahwa memperjualbelikan barang bekas tentunya bukan dilarang jika asalnya adalah dari perputaran atau pertukaran tangan di dalam negeri," tegas Budihardjo.
Penyelundupan Pakaian Bekas
Maka dari itu, penolakan masuknya barang-barang bekas dari luar itu bukan hanya permasalahan thrifting, tapi penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri atau impor pakaian bekas secara ilegal.
"Produsen pakaian jadi buatan Indonesia sebagian besar adalah UMKM Indonesia yang juga sebagian besar membeli kain yang diproduksi di Indonesia. Inilah yang dikeluhkan produsen kain dan pakaian jadi Indonesia," ujarnya.
Tindakan ini juga dikatakan tidak sesuai dengan upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat mencintai produk dalam negeri yang digaungkan melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan 40 persen belanja pemerintah wajib membeli produk lokal.
"Maka dari itu, ini adalah momen untuk mendorong para importir mengajak partnernya membuat produk di dalam negeri (kebijakan substitusi impor) bukan hanya pakaian jadi. Dalam upayamenciptakan lapangan kerja di dalam negeri dan multiplier effect dari penciptaan lapangan kerja di Indonesia," ucap Budihardjo.
Selain itu, dia juga menyarakan adanya pembatasan masuknya barang-barang impor lewat e-commerce crossborder. Menurutnya, pemerintah perlu mengatur batas terendah harga yang boleh diimpor dan penghentian retail online langsung dari luar negeri.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki telah menegaskan bahwa pemerintah mempermasalahkan mengenai impor pakaian dan sepatu bekas yang akan memukul produsen pakaian dan sepatu dalam negeri terutama pelaku UMKM.
Advertisement
Impor Pakaian Bekas Merajalela, UMKM Tekstil Terancam Gulung Tikar
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menilai praktik impor ilegal pakaian bekas bisa menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Jika hal ini terjadi, akan banyak UMKM tekstil gulung tikar dan banyak orang kehilangan pekerjaan.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan maraknya impor pakaian bekas ilegal bisa membunuh keberlangsungan bisnis banyak UMKM.
Penyebabnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), pengolahan kulit dan alas kaki ini didominasi oleh sektor mikro dan kecil, yaitu sebesar 99,64 persen, berdasarkan data Sensus BPS pada tahun 2020.
"Jika sektor ini terganggu, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan. Karena pada 2022, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri TPT dan alas kaki pada industri besar dan sedang (IBS) menyumbang 3,45 persen dari total angkatan kerja. Pelaku UMKM yang menjalankan bisnis pakaian mencapai 591.390 dan menyerap 1,09 juta tenaga kerja," kata Teten di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Impor Ilegal Pakaian Bekas
Tak hanya itu saja, maraknya aktivitas impor ilegal pakaian bekas di Indonesia juga bisa menganggu pendapatan negara. Menurut Statistik BPS pada tahun 2022, sektor Industri Pengolahan menyumbang 18,34 persen dari Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha harga berlaku, di mana Industri Pengolahan TPT berkontribusi sangat besar, yaitu Rp 201,46 triliun atau 5,61 persen PDB
Sementara, sektor Industri Pengolahan dan Industri Pengolahan Barang dari Kulit dan Alas Kaki berkontribusi Rp 48,125 Triliun atau 1,34 persen PDB Industri Pengolahan.
Teten menegaskan, aktivitas tersebut juga bisa membuat Indonesia kebanjiran limbah tekstil. Pada tahun 2022, berdasarkan data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) KLHK, tekstil menyumbang sekitar 2,54 persen dari total sampah nasional berdasarkan jenis sampahnya.
Sampah Tekstil
Estimasinya mencapai 1,7 ribu ton per tahun. Sumbangan sampah tekstil ini bisa semakin menggunung.
Berkaca dari laporan greenpeace berjudul “Poisoned Gifts”, sebanyak 59,000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia. Ironisnya, sampah-sampah ini menumpuk hingga menjadi gunung di Atacama. Kebanyakan sampah-sampah tekstil ini juga berasal dari pakaian bekas impor yang tidak terjual lagi.
Sebagai informasi, aktivitas impor ilegal pakaian bekas masih marak di Indonesia. Terbukti, sejak 2019 sampai Desember 2022, kantor Bea Cukai melalui kantor penindak di Batam telah menindak 231 impor ilegal pakaian bekas.
Selanjutnya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong juga telah melakukan sebanyak 82 penindakan, KPPBC Tanjung Priok (78 penindakan) , KPPBC Sintete (58 penindakan) , KPPBC Tanjung Pinang (52 penindakan), KPPBC Teluk Nibung (33 penindakan) , KPPBC Tanjung Balai Karimun (32 penindakan) , KPPBC Ngurah Rai (25 penindakan) dan KPPBC Atambua (23 penindakan).
Menurut Teten, banyaknya ancaman yang datang dari impor ilegal pakaian bekas membuat pemerintah melarang aktivitas ini demi mendukung dan menjaga agar produk UMKM Indonesia tetap tumbuh dan tidak terhimpit produk impor ilegal.
Advertisement