Gali Harta Karun Hidrogen Hijau di Indonesia, Jerman Investasi Rp 7,6 Triliun

PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pengembangan produksi hidrogen hijau di Indonesia dengan perusahaan Jerman, August Global Investment (AGI).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Agu 2023, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 17:00 WIB
Mesin
Ilustrasi mesin hidrogen. (Ride Apart)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pengembangan produksi hidrogen hijau di Indonesia dengan perusahaan Jerman, August Global Investment (AGI).

CEO AGI Fadi Krikor mengatakan, pihaknya tengah mencari peluang untuk memulai produksi hidrogen hijau pertamanya. AGI telah menganalisis sejumlah negara sebelum akhirnya berlabuh di Indonesia.

"Kita akan menyiapkan sekitar setengah miliar dolar (Amerika Serikat) untuk produksi hidrogen hijau. Selain air, yang pasti kita membutuhkan energi hijau dan lokasi yang tepat," ujar Fadi di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/8/2023).

Selama sekitar 1 tahun, Fadi menceritakan, AGI telah mengumpulkan data untuk melakukan eksplorasi potensi energi baru terbarukan. Pada akhirnya, investor Jerman tersebut menggandeng dua perusahaan BUMN sektor energi.

"Pertama adalah Pupuk Indonesia (lewat anak usaha PIM), dimana kami telah menemukan area dimana kami dapat membangun fasilitas kami. Lalu PLN, mitra yang akan menyediakan energi ramah lingkungan untuk memproduksi hidrogen hijau," paparnya.

Menurut rencana, AGI akan membangun Production Plant Green Hydrogen berkapasitas produksi 35.000 ton per tahun di Indonesia dan membutuhkan lahan 50 ha.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghitung, biaya investasi pembangunan infrastruktur produksi green hydrogen diperkirakan sebesar USD 400-700 juta. Tergantung dari bentuk akhir green hydrogen yang akan ditransportasikan (compressed hydrogen, liquid hydrogen, ammonia, atau bentuk lain).

Proyek tersebut akan berlokasi di SEZ Arun Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Lokasi tersebut dipilih karena letaknya yang strategis, mengandung sumber energi terbarukan yang melimpah, dan dukungan kuat dari Pemerintah Indonesia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dimulai pada 2024

Terkait pendanaan, Fadi mengulang, AGI bakal menyalurkan investasi sekitar setengah miliar dolar AS atau setara Rp 7,645 triliun (kurs Rp 15.290 per dolar AS). Modal tersebut hanya diperuntukan untuk produksi hidrogen hijau saja.

"Total capital USD 500 juta, untuk hidrogen saja. Untuk produksi amonia, itu usulan menarik. Di situ sudah ada PIM yang telah memiliki fasilitas. Sehingga kita bisa memakainya untuk memproduksi amonia," kata Fadi.

Secara masterplan, pengembangan produksi hidrogen hijau ini akan dimulai pada 2024 lewat konstruksi fasilitas. Proses produksinya baru akan berjalan 2 tahun setelahnya.

"Saya berharap kita akan mulai membantu fasilitas tahun depan, 2024. Kita berharap untuk bisa mulai produksi di 2026, butuh waktu 2 tahun," imbuh Fadi.

 


Transisi Energi

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan, pemerintah telah mempertimbangkan kontribusi hidrogen dalam transisi energi di Indonesia.

"Hidrogen hijau akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi sektor transportasi yang akan dimulai pada tahun 2031, dan sektor industri dimulai pada tahun 2041," ujar Dadan.

Menurut Dadan, Hidrogen telah dimanfaatkan di Indonesia dalam sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88 persen), amonia (4 persen) dan kilang minyak (2 persen).

"Sebagai kelanjutan dari dokumen strategi hidrogen nasional. Saat ini kami juga sedang menyusun dokumen peta jalan nasional hidrogen dan amonia yang berisi rencana penerapan hidrogen di Indonesia hingga tahun 2060, yang mencakup regulasi, standar, infrastruktur, teknologi, supply-demand, dan lain-lain," tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya