Jepang Setop Pembiayaan PLTU Indramayu, Jokowi Santai Saja

Pemerintah tengah mendorong percepatan transisi energi di sejumlah daerah. Antara lain dengan mulai memensiunkan PLTU batu bara secara bertahap.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Okt 2023, 15:15 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2023, 15:15 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat kunjungan kerja di Kabupaten Subang Jawa Barat, Minggu (8/10/2023).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak ambil pusing dengan keputusan Jepang untuk menyetop pembiayaan PLTU di Indonesia salah satunya PLTU II Indramayu. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jepang menghentikan semua kerja sama dan pendanaan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negara berkembang termasuk Indonesia. Langkah ini dilakukan Jepang untuk mengurangi emisi karbon.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak ambil pusing dengan keputusan Jepang untuk menyetop pembiayaan PLTU di Indonesia salah satunya PLTU II Indramayu. Hal ini karena juga sejalan dengan langkah Pemerintah Indonesia yang tengah mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan.

"Sekarang ini kita mulai bergeser ke energi hijau. Ke hidropower, solar panel, saya kira di Jabar ada gede, ini mau kita resmikan di Cirata, kemudian energi angin, geothermal itu yang kita berikan prioritas," ujar Jokowi usai meninjau panen padi di Desa Karanglayung, Sukra, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/10).

Pemerintah tengah mendorong percepatan transisi energi di sejumlah daerah. Antara lain dengan mulai memensiunkan PLTU batu bara secara bertahap.

"Sekarang ini kita mulai bergeser ke energi hijau. Kalau ada PLTU itu harus super critical semuanya, standar-standarnya itu saya kira di kementerian ESDM tau semua," pungkas Jokowi.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

Bursa Karbon Indonesia Jadi Terbesar dan Terpenting di Dunia

PT PLN (Persero) sukses mengeksekusi perdagangan emisi (emission trading) melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pertama kalinya di Indonesia.
PT PLN (Persero) sukses mengeksekusi perdagangan emisi (emission trading) melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pertama kalinya di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan pasar karbon perdana di Indonesia pada Selasa (26/9/2023). Pasar karbon merupakan transaksi jual beli kredit karbon dioksida. Perusahaan yang mampu menekan emisi karbon bisa menjual kredit karbon kepada perusahaan yang melampaui batas emisi karbon.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan, saat ini terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi ikut dalam pasar karbon yang sudah diresmikan ini.

"Berdasarkan data ESDM dan PLN terdapat 99 PLTU berbasis batu bara yang berpotensi ikut perdagangan karbon. Jumlah ini setara 86 persen dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia," kata Mahendra, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Mahendra berharap, 99 PLTU batu bara potensial tersebut mulai bertransaksi dalam bursa karbon di tahun ini.

 

Sektor Lain Bisa Ikut Ramaikan

PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)
PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)

Tidak hanya PLTU, Mahendra juga mengatakan pasar karbon atau juga disebut bursa karbon akan diramaikan dari sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak dan gas, industri umum, dan yang akan menyusul dari sektor kelautan.

Dia menuturkan, bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon terbesar dan terpenting di dunia, karena volume maupun keragaman unit karbon yang akan diperdagangkan dan kontribusinya terhadap pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia.

Di awal perdagangan, Mahendra menyampaikan bahwa transaksi di pasar karbon dilakukan secara bertahap, dengan memastikan unit karbon yang berkualitas. Transaksi dimulai dari emisi ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.

Kaltim dan Jambi Sudah Kurangi Emisi

Meski pasar karbon di Indonesia baru diresmikan, namun Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi sudah menjadi penyumbang unit karbon pengurangan emisi gas rumah kaca.

Dalam sambutannya, Mahendra juga menyampaikan kebanggaannya terhadap pasar karbon Indonesia.

"Di negara tetangga kita, membutuhkan waktu satu setengah sampai dua tahun sejak regulator Jasa Keuangan seperti OJK untuk bisa betul-betul menterjemahkannya dalam kegiatan konkret pasar karbon," ucapnya.

"Jika di bursa karbon megara Jiran kita membutuhkan waktu tiga sampai empat bulan sampai transaksi perdana dilakukan secara final, maka kita berharap dari laporan bursa karbon pada hari ini transaksi perdana dapat kita lakukan pada hari ini juga," pungkasnya.

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya