Kebijakan Makroekonomi Berjalan Baik, Ekonomi China Dipastikan Pulih di 2024

Namun, hambatan dalam siklus ekonomi domestik masih terjadi karena permintaan, konsumsi, dan investasi perusahaan masih lemah.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Des 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 19 Des 2023, 19:00 WIB
China Longgarkan Pembatasan Covid-19, Aktivitas Bisnis Kembali Dibuka
Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Tiongkok diperkirakan akan mencapai pemulihan dan lebih banyak peluang dibandingkan tantangan pada tahun 2024. Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat negara tersebut.

Pejabat itu, dalam Konferensi Kerja Ekonomi Pusat tahunan yang diadakan pada 11-12 Desember mengatakan bahwa kebijakan makroekonomi akan terus memberikan dukungan bagi pemulihan ekonomi Tiongkok.

Konferensi tersebut mengumpulkan para pejabat utama Tiongkok untuk menetapkan target ekonomi untuk tahun berikutnya.

"Harga (komoditas) di Tiongkok mulai rendah, tingkat utang pemerintah pusat tidak lagi tinggi, dan terdapat kondisi untuk memperkuat implementasi kebijakan moneter dan fiskal," kata pejabat tersebut dalam laporan Xinhua, mengutip kantor Komisi Urusan Keuangan dan Ekonomi Pusat.

Namun, hambatan dalam siklus ekonomi domestik masih terjadi karena permintaan, konsumsi, dan investasi perusahaan masih lemah.

Tahun depan, para pejabat Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa negara itu akan berupaya beralih dari pemulihan pascapandemi ke pertumbuhan konsumsi yang berkelanjutan.

Pada November 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi 5,4 persen tahun ini, dan mengaitkan revisi tersebut dengan pemulihan pasca-COVID-19 yang kuat.

Tiongkok sendiri telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen.

Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini juga akan mengembangkan area pertumbuhan konsumsi baru seperti rumah pintar, rekreasi dan pariwisata serta acara olahraga.

Dampak dari penerbitan obligasi negara, pemotongan suku bunga, pemotongan pajak dan biaya serta kebijakan lainnya tahun ini akan berlanjut hingga tahun depan, kata laporan itu.

Tiongkok juga akan terus memantau pasar real estate yang sedang dihadapi krisis dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang wajar bagi perusahaan real estate.

"Dengan upaya bersama dari semua pihak, tujuan kebijakan pencegahan risiko real estat dan stabilisasi pasar dapat tercapai sepenuhnya," demikian pernyataan pejabat Tiongkok dalam laporan Xinhua.

Kondisi Global Tak Pasti, Ekonomi AS, China hingga Eropa Loyo

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian global hingga akhir tahun 2023 masih diliputi ketidakpastian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian global hingga akhir tahun 2023 masih diliputi ketidakpastian. Ia menyebut di Amerika Serikat (AS), China dan Eropa masih dalam kondisi ekonomi yang melemah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian global hingga akhir tahun 2023 masih diliputi ketidakpastian. Ia menyebut di Amerika Serikat (AS), China dan Eropa masih dalam kondisi ekonomi yang melemah.

"Di Amerika inflasi masih di atas target dan suku bunga masih tinggi. Meskipun AS mungkin pada minggu-minggu ini menunjukkan bahwa ada tanda-tanda tingkat suku bunga sudah pada titik puncaknnya," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Jumat (15/12).

Dia menjelaskan tekanan fiskal di AS masih tinggi, bahkan acsess saving dari masyarakat AS tergerus yang disebabkan oleh inflasi.

"Ini akan membayangi perlemahan prospek ekonomi di AS," terangnya.

Kendati begitu, Bendahara Negara ini menyampaikan bahwa AS cukup optimis tahun 2024 tidak akan mengalami resesi.

"Sedikit kabar baiknya AS cukup optimis tak akan mengalami resesi seperti dikhawatirkan ekonomi AS akhir tahun lalu," terangnya.

Kemudian di China, ia bilang negara tersebut masih dalam kondisi pelemahan ekonominya dan belum menujukkan tanda-tanda berakhir.

Berbagai faktor struktural yang bersifat jangka menengah, antara lain demografi, labour atau tenaga kerja, aging dan krisis properti masih menjadi faktor pemberat ekonomi negara tersebut.

Selanjutnya, perekonomian di kawasan Eropa melemah cukup tajam. Bahkan di Jerman dan Inggris sempat mengalami kontraksi.

"Defisit fiskalnya tinggi, inflasinya core inflation juga masih tinggi. Dan ini menyebabkan Eropa alami kondisi tekanan suku bunga belum tunjukan tanda-tanda sampai titik puncak. Selain ekonomi, kondisi geopolitik menunjukkan risiko yang makin tinggi," terang dia.

Lebih lanjut perekonomian global kata Ani sapaan akrab Sri Mulyani, masih akan melemah.

"Tahun depan IMF (International Monetory Fund) masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia juga belum membaik," ungkapnya.

Xi Jinping Sebut Pemulihan Ekonomi China Masih di Titik Kritis

Presiden China Xi Jinping Buka Kongres Ke-20 Partai Komunis China
Presiden China Xi Jinping, tengah, duduk setelah memberikan pidato pada upacara pembukaan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China yang berkuasa di Beijing, Minggu (16/10/2022). Tema menyeluruh yang muncul dari kongres Partai Komunis China yang sedang berlangsung adalah salah satu dari kontinuitas, bukan perubahan. Pertemuan selama seminggu itu diharapkan untuk mengangkat kembali Xi sebagai pemimpin, menegaskan kembali komitmen terhadap kebijakannya selama lima tahun ke depan dan mungkin meningkatkan statusnya lebih jauh sebagai salah satu pemimpin paling kuat dalam sejarah modern China. (Foto AP/Mark Schiefelbein)

Presiden China Xi Jinping mengakui bahwa pemulihan ekonomi negaranya masih berada pada tahap kritis.

Sebagai informasi, pelemahan ekonomi China didorong oleh aktivitas domestik yang lesu dan permasalahan sektor properti yang belum pulih.

Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini mengalami pertumbuhan moderat sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023, sedikit di bawah target 5 persen yang ditetapkan Beijing, yang merupakan salah satu target terendah dalam beberapa tahun terakhir.

"Saat ini, pemulihan ekonomi negara ini masih berada pada tahap kritis," kata Xi Jinping pada pertemuan Politbiro Partai Komunis China, dikutip dari Channel News Asia, Senin (11/12/2023).

Laporan media pemerintah China, CCTV membeberkan, Xi Jinping mendesak langkah-langkah untuk meningkatkan perekonomian.

"Situasi pembangunan yang dihadapi negara ini rumit, dengan meningkatnya faktor-faktor buruk dalam lingkungan politik dan ekonomi internasional," ujar Xi Jinping.

"Penting untuk fokus pada percepatan pembangunan sistem industri modern, memperluas permintaan domestik, (dan) mencegah dan mengurangi risiko," tambahnya.

Selain itu, Presiden China juga menekankan perlunya memperkuat kemandirian di sektor-sektor utama ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mempercepat pembangunan tata letak baru.

Seperti diketahui, para pejabat China telah berjuang untuk mempertahankan pemulihan dari dampak pandemi COVID-19, bahkan setelah menghentikan tindakan pembatasan pada akhir tahun 2022.

Ekspor China telag naik pada bulan November 2023 untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, para pejabat mengumumkan pada hari Kamis.

Ekspor China, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan sebagian besar telah mengalami penurunan sejak Oktober lalu, kecuali pemulihan jangka pendek pada bulan Maret dan April 2023. Penurunan impor yang mengejutkan di bulan November menunjukkan lemahnya aktivitas konsumen di dalam negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya