Industri Kertas Lokal Was-Was Produk Impor Asal China Membanjiri Indonesia

Dengan banyaknya perang dagang dan pemulihan ekonomi domestik Tiongkok, ada peluang besar bagi Tiongkok untuk meningkatkan ekspor kertasnya ke berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Des 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 15 Des 2023, 16:00 WIB
Pabrik dan Industri Kertas
Dengan banyaknya perang dagang dan pemulihan ekonomi domestik Tiongkok, ada peluang besar bagi Tiongkok untuk meningkatkan ekspor kertasnya ke berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Memberikan kontribusi sebesar 3,99% pada PDB Non Migas Indonesia pada tahun 2022 dan memimpin di tingkat ASEAN, Industri Kertas Indonesia menghadapi hambatan perdagangan dari negara pesaing dan tujuan ekspor, khususnya dari China, pasar ekspor utama kertas Indonesia.

Meskipun ada perjanjian dagang seperti ACFTA dan RCEP, manfaatnya masih belum dimaksimalkan oleh Industri Kertas Indonesia, justru menciptakan dampak yang memberatkan dan berpotensi merugikan kedepannya.

 

Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida mengatakan, sejak berlaku tahun 2010, skema ACFTA menempatkan produk kertas Indonesia dalam jalur sensitif, mengakibatkan tarif impor tinggi di Tiongkok. APKI telah menyuarakan keprihatinan tentang masalah ini selama lima tahun terakhir, terlebih dengan memang banyaknya tekanan perdagangan global saat ini.

 

"Kami menyadari bahwa RCEP yang telah berlaku sejak 1 Januari 2023, sangat baik untuk ekspansi perdagangan Indonesia secara nasional, namun ternyata memiliki potensi yang lebih memberatkan kedepannya untuk industri kertas. Sebanyak 102 Pos Tarif produk kertas Indonesia tidak mendapatkan liberalisasi perdagangan di Tiongkok dan menghadapi tarif tinggi 5-7,5%," kata dia dikutip Jumat (15/12/2023).

"Sementara itu, 223 Pos Tarif produk kertas impor dari Tiongkok mendapatkan diliberalisasi menjadi 0% di bawah RCEP,Hal ini tentunya memunculkan kekhawatiran besar bagi kami industri kertas, karena barang impor akan sangat mungkin masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah," lanjut Liana.

Kapasitas produksi Industri Kertas Tiongkok mencapai 255 juta ton, sedangkan kapasitas Indonesia yang masih terus berkembang saat ini 13.4 juta ton. Dengan banyaknya perang dagang dan pemulihan ekonomi domestik Tiongkok, ada peluang besar bagi Tiongkok untuk meningkatkan ekspor kertasnya ke berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

“Kami sangat mengharapkan kesediaan bantuan dari Pemerintah Indonesia untuk kedepannya dapat membantu kami menghadapi kegelisahan ini, terlebih sesuai laporan dari anggota-anggota APKI, produk kertas yang banyak masuk ke Indonesia pada tahun 2023 ini harganya bahkan lebih murah 50% dari tahun-tahun sebelumnya sebelum RCEP berlaku," tambah Liana.

Tren Impor Kertas China

Sementara itu, tren impor kertas dari Tiongkok ke Indonesia meningkat. Tarif bea masuk tinggi yang dikenakan oleh Tiongkok dan liberalisasi tarif bea masuk Indonesia sesuai PMK 224/PMK.010/2022 menunjukkan adanya potensi ketidakseimbangan yang memberatkan Industri Kertas Indonesia.

"Bukan hanya dialami oleh Industri Kertas, namun situasi ini bisa mempengaruhi industri lain yang memiliki nasib serupa. Menurut analisis kami, pemerintah perlu waspada terhadap potensi peningkatan impor Tiongkok ke Indonesia karena ketidakseimbangan ini," ujar Eugenia Mardanugraha dari LPEM FEB Universitas Indonesia,

"Jelas, penanganan aksi mitigasi liberalisasi RCEP dan juga perbaikan akses pasar bukan hanya tugas dari satu atau dua pihak, melainkan tugas bersama kita. Kami berharap studi ini menjadi titik awal diskusi antar pihak (Industri dan Kementerian/Lembaga) ke depannya untuk menjaga stabilitas perdagangan kedua negara yang telah lama terjalin," tutup Eugenia dalam penyampaian studinya.

 

 

Pentingnya Sinergi Industri dan Pemerintah

Pabrik dan Industri Kertas
Ilustrasi Foto Pabrik dan Industri Kertas (iStockphoto)

Eugenia menambahkan, ke depannya diperlukan aksi mitigasi kebijakan untuk melindungi Industri Indonesia dan meningkatkan daya saing di pasar domestik melalui beberapa Kebijakan pengamanan perdagangan seperti Trade Remedies, Standar, Sertifikasi dan Larangan atau Pembatasan (Lartas) Kertas Impor.

"Untuk perbaikan akses pasar, bisa dibuka diskusi untuk kemungkinan adanya kerjasama perdagangan terbatas antara Indonesia dan Tiongkok," usul Eugenia berdasarkan studi oleh Universitas Indonesia.

Hadir pula dalam agenda ini, perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri serta wakil dari KADIN Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

"Kedepannya, penanganan aksi mitigasi liberalisasi RCEP dan juga perbaikan akses pasar melalui review ACFTA, RCEP ataupun juga kemungkinan diskusi untuk dibukanya perjanjian bilateral bukan hanya tugas dari satu atau dua pihak, melainkan tugas bersama kita. Kami berharap studi ini menjadi titik awal diskusi antar pihak (Industri dan Kementerian/Lembaga) ke depannya untuk menjaga stabilitas perdagangan kedua negara yang telah lama terjalin," tutup Eugenia dalam penyampaian studinya.

 

Perdagangan dan Investasi

Pabrik dan Industri Kertas
Ilustrasi Foto Pabrik dan Industri Kertas (iStockphoto)

Pemerintah optimis bahwa dengan RCEP, Indonesia sangat diuntungkan, khususnya dalam hal perdagangan dan juga investasi, ia juga sampaikan bahwa dalam melakukan negosiasi, kenyataannya tidak mudah dan memang tidak bisa menyenangkan semua pihak.

Untuk itu, perbaikan pada industri dalam negeri harus terus dilakukan, agar kita lebih siap untuk menghadapi tantangan global yang terus hadir menghambat perdagangan serta juga harus siap dengan berbagai FTA yang ada.

Hasil Diskusi menyepakati bahwa beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dan dikoordinasi bersama adalah melakukan upgrading ACFTA, memulai dialog dan diskusi pembukaan bilateral dengan komoditas terbatas dengan Tiongkok melalui skema Preferential Trade Agreement (PTA) serta memungkinkan juga melakukan review RCEP pada tahun-tahun mendatang.

Diseminasi RCEP juga dirasa sangat penting dilakukan secara masif kedepannya, agar semua pihak mempunyai pemahaman yang sama tentang RCEP untuk lebih dimaksimalkan pemanfaatannya, disisi lain juga Pemerintah perlu melakukan mitigasi dan perlindungan terhadap sektor industri yang kurang beruntung atas kesepakatan RCEP sebagai usulan yang win-win demi terciptanya perdagangan yang lebih adil dan maksimal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya