Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun pada hari Rabu karena Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga tetap stabil dan kekhawatiran terhadap permintaan terus membebani.
Dikutip dari CNBC, Kamis (21/3/2024), harga minyak mentah berjangka Brent untuk bulan Mei turun USD 1,43, atau 1,64%, menjadi USD 85,95 per barel. Kontrak berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman April, yang berakhir pada hari Rabu, berakhir USD 1,79, atau 2,14%, lebih rendah pada USD 81,68.
Baca Juga
Kontrak WTI bulan Mei yang lebih aktif ditutup turun USD 1,46 pada USD 81,27 per barel.
Advertisement
Brent telah menetap di level tertinggi sejak 31 Oktober di sesi sebelumnya pada USD 87,38 per barel. Sementara WTI mencapai level tertinggi sejak 27 Oktober di USD 83,47.
Pada hari Rabu, Federal Reserve mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25% hingga 5,50%, tetapi para pengambil kebijakan mengindikasikan bahwa mereka masih memperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar tiga perempat poin persentase pada akhir tahun 2024.
Keputusan suku bunga The Fed sesuai ekspektasi dan dampaknya terhadap pasar minyak terbatas, kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates. Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan stok minyak mentah turun secara tak terduga pada minggu lalu karena ekspor meningkat dan kilang terus meningkatkan aktivitas.
Penurunan persediaan minyak mentah disebabkan oleh peningkatan jumlah kilang dan kuatnya ekspor minyak mentah, kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler.
American Petroleum Institute juga melaporkan stok minyak mentah dan bensin turun minggu lalu, sementara persediaan sulingan meningkat, menurut sumber.
Serangan Ukraina
Di tempat lain, serangan Ukraina terhadap aset penyulingan Rusia telah membantu mendorong harga minyak mentah lebih tinggi karena para pelaku pasar menilai dampaknya terhadap keseimbangan pasokan minyak mentah dan bahan bakar.
“Jika gangguan ini berkepanjangan, hal ini pada akhirnya dapat memaksa produsen Rusia mengurangi pasokan jika mereka tidak dapat mengekspor seluruh minyak mentah ini,” kata analis ING Warren Patterson.
Advertisement