Liputan6.com, Jakarta Shopee Indonesia bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memfasilitasi sertifikasi halal bag pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kerja sama ini ditandai dengan penandatangan MoU, Rabu (3/4/2024).
Seperti diketahui pelaku usaha makanan dan minuman di Indonesia diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal mulai 17 Oktober 2024.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Shopee Indonesia Handhika Jahja menjelaskan, kerja sama dijalin untuk mendukung program pemerintah. Dalam hal ini, Shopee akan memberikan kemudahan kepada mitra UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal.
Advertisement
"Ini menjadi salah satu cara dimana bisa membantu program tentunya mendukung pemerintah dalah gerakan halal. Kami harap fasilitas ini akan membantu UMKM untuk mendapatkan sertifikat halal," kata Handhika.
Bagi para UMKM yang ingin mendaftar sertifikasi halal bisa melalui seller center dari Shopee. Fitur ini sudah mulai beroperasi pada hari ini Rabu 3 April 2024. Sehingga para penjual bisa segera mendaftar sertifikasi halal tersebut.
"Kami harap dengan fasilitas Shopee akan membantu memudahkan UMKM mendapat sertifikasi halal. Kami harap ini juga bisa membantu mereka untuk memastikan bahwa produknya lebih terpercaya dan terjamin khususnya di bulan ramadan ini," harap dia.
Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham menyampaikan pelaku UMKM memiliki kontribusi yang sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia. Menurutnya kerjasama ini akan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikat halal dengan mudah.
"Ini tentu menambah deretan sejumlah perusahaan yg memiliki komitmen besar terhadap produk-produk halal dan memperkuat dan perluas ekosistem industri halal. Dan tentunya paling fundamental adalah pelaku UMKM punya kontribusi sangat signifikan dalam perekonomian Indonesia," jelas Aqil.
Sasar Konsumen dan Produsen
Aqil menjelaskan mandatory halal sebenarnya hanya menyasar dua kelompok, yakni konsumen dan produsen. Menurutnya konsumen memiliki hak perlindungan supaya merasa aman dalam mengkonsumsi produk yang sudah dipastikan halalnya.
"Jadi konsumen merasa tenang itu adalah bagian juga implementasi UUD perlindungan konsumen," imbuh Aqil.
Kedua, produsen, Aqil menilai halal bukan hanya semata-mata mengenai agama. Tetapi bagi pelaku usaha halal berkembang menjadi sebuah nilai dan budaya yang menjadi wajib saat mereka mengembangkan usaha di sektor produk olahan.
"Sehingga ini penting, jadi halal itu bisa meningkatkan nilai tambah bagi produknya," jelas Aqil.
Advertisement
Catat, Produk Non Halal Wajib Cantumkan Keterangan Tidak Halal
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal.
"Prinsipnya, regulasi JPH bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang non halal juga jelas," ujar Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dikutip dari Antara, Senin (25/3/2024).
Menurut Aqil, kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan oleh Pemerintah mulai 18 Oktober 2024. BPJPH menegaskan bahwa produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal. "Produk non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal," katanya.
Misalnya minuman keras, atau makanan berbahan daging babi, tidak mungkin didaftarkan sertifikat halal. Artinya dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal.
Aqil juga menjelaskan bahwa produk-produk tersebut dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, sehingga tetap bisa diperdagangkan sekalipun pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal sudah dimulai pada Oktober 2024.
Namun dengan syarat, produk tersebut diberi penjelasan atau gambaran sejelas-jelasnya bahwa produk berbahan atau mengandung unsur non halal. Misalnya, produk mengandung daging babi diberi keterangan dengan mencantumkan tulisan atau gambar babi di bungkusnya.
Keterangan Tak Halal
Hal ini sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk yang berasal dari bahan yang diharamkan, wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tidak halal itu dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.
Selanjutnya, Pasal 93 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan, misalnya dengan warna merah.
"Undang-undang Nomor 33 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 juga mengatur bahwa pencantuman keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan pasal 93 harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." kata Aqil.
Hal itu juga membuktikan bahwa sertifikasi halal dimaksudkan untuk perlindungan konsumen dalam mengonsumsi atau menggunakan produk.
Advertisement