Menteri Trenggono Ungkap Tingginya Angka Kematian ABK di Atas Kapal Perikanan, Ada Apa?

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap tingginya angka kematian di atas kapal perikanan, yang diduga akibat kasus perbudakan.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Jun 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 17:00 WIB
KKP Target Ekspor Perikanan Indonesia 2023 Tembus USD 7,66 M
Komoditas yang potensial untuk pasar Uni Eropa antara lain uadang, lobster, tuna, tongkol, cakalang, cumi, dan gurita. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

 

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap tingginya angka kematian di atas kapal perikanan, yang diduga akibat kasus perbudakan. Dari informasi yang ia terima saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, ada saja kapal perikanan yang menurunkan mayat ABK di pelabuhan.

"Saya belum lama ini ke Dobo. Saya bisa dapatin bahwa di Pelabuhan Dobo itu aktivitasnya sangat tinggi. Bahkan saya dapat kabar di kapal-kapal tertentu itu tidak kurang dari 10 orang meninggal. Jadi meninggal terus diturunin di situ, meninggal diturunin di situ. Bahkan kemaren waktu saya ke sana sehari setelahnya itu ada yang meninggal di situ, mengambang di situ. Kita enggak tau case-nya apa, tapi identifikasinya terjadi sesuatu," ungkap Menteri Trenggono dikutip Sabtu (8/6/2024).

Mendapati informasi tersebut, Menteri Trenggono langsung meminta Kapolda Maluku yang ikut dalam rombongan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, untuk segera turun melakukan investigasi. Tindakan tegas perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab jika perbudakan terhadap ABK di atas kapal perikanan benar-benar terjadi.

Selain dengan Kapolda Maluku, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan karena indikasi perbudakan juga terjadi di kapal-kapal perikanan asing yang memperkerjakan ABK asal Indonesia. Seperti yang terjadi di Kapal Run Zheng O3 yang telah ditangkap oleh tim pengawas KKP di perairan Arafura beberapa waktu lalu.

Di kapal berukuran 800 GT itu ditemukan belasan ABK Indonesia yang mengaku dipaksa bekerja ekstra dan belum mendapat gaji seperser pun setelah dua bulan bekerja di kapal berbendara Rusia tersebut. Dari pengakuan ABK, pola rekruitmen didasari oleh janji-janji bergaji tinggi, bukan basis kompetensi.

"Kebetulan ada pak kapolda saya sampaikan, pak tolong diinvestigasi serius ini. Supaya pemilik kapal juga dicek, apa yang terjadi di dalam kapal juga mesti dicek gitu. Supaya lebih manusiawi lah, karena di laut kan berbeda dengan di darat. Secara cepat kami juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, agar perlu juga hati-hati ini soal rekruitmen," ungkapnya.

Dia berharap ke depan tidak ada lagi kasus perbudakan di kapal-kapal perikanan. KKP sebenarnya telah melakukan antisipasi-antisipasi salah satunya dengan mengharuskan kapal perikanan memiliki bukti perjanjian kerja laut (PKL) dengan ABK. Berkas PKL menjadi salah satu syarat kapal perikanan mendapatkan izin melaut.

Selan itu, KKP memiliki belasan satuan pendidikan yang setiap tahunnya menghasilkan lebih dari 2000 lulusan yang punya kompetensi di bidang penangkapan, pemasaran, hingga pengolahan hasil perikanan. SDM dengan kompetensi menurutnya salah satu cara untuk memutus rantai perbudakan di kapal perikanan.

"Untuk rekruitmen tenaga ABK memang enggah boleh asal, harus dididik dulu, kami punya satuan pendidikan dan bisa dilakukan di situ. Itu salah satu contohnya," pungkas Menteri Trenggono.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penangkapan Ikan Bakal Diganti Budidaya 5 Tahun Lagi

Semester I 2018, Ekspor Perikanan Alami Peningkatan
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan hasil ekspor perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, dalam lima hingga 10 tahun ke depan, Indonesia harus menerapkan konsep ekonomi biru dengan mengurangi jumlah penangkapan ikan dan diganti dengan budidaya.

"Pembangunan ekonomi biru khususnya di sektor perikanan Indonesia arahnya ke mana, dalam lima atau 10 tahun yang datang itu penangkapan harus menurun, tapi budidaya yang harus meningkat," ujar Trenggono dikutip dari Antara, Senin (3/6/2024).

Trenggono menyampaikan, budidaya harus terus didorong. Para nelayan yang bisa melakukan penangkapan ikan secara tradisional diminta untuk mengembangkan cara-cara baru agar hasil tangkapan memiliki standar.

Lebih lanjut, saat nelayan sudah memiliki standar dan kualitas ikan yang baik, maka peluang untuk melakukan ekspor lebih terbuka lebar.

"Sekarang tradisional itu harus kita tinggalin, karena budidaya di sektor perikanan juga itu, kita masih sangat lemah. Selain caranya masih tradisional, kita juga enggak punya standar best practice," kata Trenggono.

 


Tingkatkan Budidaya

Target Ekspor Komoditas Kelautan dan Perikanan 2023
Ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Selasa (27/12/2022). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2023 menargetkan peningkatan nilai ekspor komoditas kelautan dan perikanan hingga mencapai USD 7,6 miliar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Namun demikian, Trenggono menyebut, masih banyak hal yang harus dibenahi sebelum meningkatkan budidaya di Indonesia. Salah satunya adalah dari sisi pakan ikan.

Menurut Trenggono, saat ini pakan untuk ikan masih 100 persen impor. Diharapkan, ke depan Indonesia bisa memproduksi sendiri pakan untuk ikan.

Trenggono menyampaikan, industri perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Ditambah lagi dengan konsep ekonomi biru yang lebih berkelanjutan.

"Ikan kita sampai hari ini masih surplus. Mudah-mudahan ke depan ini yang jadi kekuatan kita," ucapnya.


Sebulan Buron, KKP Tangkap Kapal Ikan Asing Rusia di Laut Arafura

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap enam kapal yang terlibat illegal fishing di perairan Natuna dan Sulawesi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap enam kapal yang terlibat illegal fishing di perairan Natuna dan Sulawesi. Seluruhnya adalah kapal ilegal berbendera negara asing, dengan 5 berbendera Filipina, dan 1 Vietnam.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap kapal ikan asing di WPPNRI 71 perairan Arafura. Kapal ikan asing ini diketahui sudah buron sedikitnya dalam satu bulan terakhir.

Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, mengatakan kapal berbendera Rusia ini kedapatan menggunakan alat penangkapan jenis trawl. Alat ini dilarang digunakan di Indonesia.

Pung mengatakan, penangkapan ini membuka babak baru dalam kasus illegal fishing dan distribusi BBM ilegal pada KM MUS sebelumnya.

“Kasus ini akan didalami lebih lanjut, kami akan memfokuskan pada penyidikan dalam rangka memecahkan kasus tindak pidana ini, karena sudah mulai muncul benang merahnya, terang benderang dari pertama kita menangkap KM MUS pada (16/4/2024) lalu, dan sekarang sudah diamankan KM RZ 03 beserta nakhoda,” ujar Pung Nugrogo, dalam keterangannya (21/5/2024).

Saat dilakukan interogasi awal, Nakhoda KIA RZ 03 berinisial WZJ, mengaku berangkat dari negara asal pada Mei 2023 dan melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia sejak 12 Januari 2024. Kapal tersebut juga membawa 12 orang anak buah kapal (ABK) WNI 18 ABK WNA.

 

infografis hari nelayan
Hari Nelayan Nasional
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya