Jokowi: Masih Ada Bupati Tak Paham Inflasi

Presiden Jokowi meminta agar para bupati di seluruh negeri memperhatikan dengan cermat inflasi di daerah mereka

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 10 Jul 2024, 18:14 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2024, 18:14 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidato dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 3 Juli 2023. (Foto: Instagram @jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidato dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 3 Juli 2023. (Foto: Instagram @jokowi)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan masih ada sejumlah bupati yang belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai inflasi di masing-masing daerahnya.

Dalam pidatonya di kegiatan Pembukaan Rapat Kerja Nasional XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) 2024, Jokowi meminta agar para bupati di seluruh negeri memperhatikan dengan cermat inflasi di daerah mereka.

"Sekarang kalau saya ke daerah pasti masuk pasar, bupati saya tanya inflasinya berapa bulan kemarin," ungkap Jokowi dalam pidatonya di Jakarta Convention Center (JCC), dikutip Rabu (10/7/2024).

Jokowi menyebut, ia pernah menemui dan bertanya secara langsung kepada seorang bupati terkait inflasi. Namun sayangnya, bupati tersebut tidak dapat memberikan pembaruan terkait inflasi di daerahnya.

"Jadi kalau yang saya tanya nggak bisa jawab mohon maaf, masih ada satu dua (bupati tidak tahu inflasi)," bebernya.

"Tolong sebelum saya masuk kabupaten bertanya dulu ke BI inflasinya berapa, ke TPID inflasinya berapa, pasti saya tanya, harga-harga pasti saya tanya, entah beras, bawang merah, cabai yang sering naik kan barang-barang itu, yang lain relatif stabil," pungkasnya.

Ekonomi Indonesia

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga kembali menyoroti ekonomi Indonesia yang berhasil tumbuh di kisaran 5% dalam beberapa waktu terakhir. Adapun inflasi yang tercatta 2,5% di Juni 2024.

Capaian ini cukup bagus, menurut Jokowi, karena tidak semua negara di dunia bisa tumbuh di atas 5%.

"Coba lihat Argentina cek inflasinya berapa, Turki inflasinya berapa, mengerikan sekali angkanya," ucap Jokowi.

Sebagai informasi, tingkat Inflasi di Turki menyentuh angka 75% pada Mei 2024. Adapun inflasi bulanan Argetina yang mencapai 4,2% di periode yang sama.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Inflasi Itu Apa?

Inflasi
Pedagang menata telur di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Inflasi adalah fenomena ekonomi di mana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan berkelanjutan dalam suatu periode waktu tertentu.

Ini berarti bahwa daya beli mata uang menurun, sehingga jumlah uang yang sama akan membeli lebih sedikit barang dan jasa dibandingkan sebelumnya. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan biaya produksi (seperti kenaikan harga bahan baku dan upah), kenaikan permintaan agregat, dan ekspektasi inflasi di masa depan.

Bank sentral biasanya mengendalikan inflasi melalui kebijakan moneter, seperti menyesuaikan suku bunga dan mengontrol jumlah uang beredar.

Sementara inflasi yang moderat dianggap normal dan bahkan penting untuk pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak ekonomi, mengurangi nilai tabungan, dan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Sebaliknya, deflasi, atau penurunan harga umum, juga bisa berdampak negatif, mengurangi insentif untuk berinvestasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.


Faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Inflasi?

Inflasi Ekonomi Indonesia
Pada Juli 2023, inflasi Indonesia mencapai 3,08 persen (year on year/yoy), turun dibandingkan 3,52 persen pada bulan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Berikut beberapa faktor utama yang mempengaruhi inflasi:

1. Permintaan Agregat: Ketika permintaan barang dan jasa dalam ekonomi meningkat lebih cepat daripada kemampuan produksi, harga cenderung naik, menyebabkan inflasi permintaan (demand-pull inflation).

2. Biaya Produksi: Kenaikan biaya produksi, seperti biaya bahan baku, tenaga kerja, dan energi, dapat meningkatkan harga barang dan jasa, mengakibatkan inflasi biaya (cost-push inflation).

3. Kebijakan Moneter: Kebijakan bank sentral, seperti suku bunga dan jumlah uang beredar, sangat mempengaruhi inflasi. Kebijakan moneter yang longgar (misalnya, suku bunga rendah atau pencetakan uang) dapat meningkatkan inflasi.

4. Ekspektasi Inflasi: Persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi di masa depan dapat mempengaruhi perilaku konsumsi dan investasi. Jika pelaku ekonomi mengharapkan inflasi meningkat, mereka cenderung menaikkan harga dan upah, yang dapat memicu inflasi lebih lanjut.

5. Nilai Tukar Mata Uang: Depresiasi mata uang lokal terhadap mata uang asing dapat meningkatkan harga impor, yang kemudian mendorong inflasi.

6. Kebijakan Fiskal: Pengeluaran pemerintah yang tinggi dan defisit anggaran dapat meningkatkan permintaan agregat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan inflasi.

7. Faktor Eksternal: Perubahan harga komoditas global, seperti minyak, dapat mempengaruhi inflasi domestik. Ketidakstabilan politik dan konflik di negara-negara penghasil komoditas juga dapat mempengaruhi harga global dan inflasi.

8. Pasokan Barang dan Jasa: Gangguan pasokan, seperti bencana alam atau hambatan produksi, dapat mengurangi ketersediaan barang dan jasa, mendorong harga naik.

Faktor-faktor ini bekerja secara kompleks dan seringkali sulit untuk diisolasi satu sama lain dalam konteks ekonomi nyata.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya