Ekonomi Loyo, Masyarakat Kaya di China Makin Enggan Pamer Kekayaan

Muncul tanda-tanda rasa malu akan kepemilikan barang mewah di China, di tengah kondisi makroekonomi yang menantang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jul 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2024, 06:00 WIB
Ekonomi Loyo, Masyarakat Kaya di China Makin Enggan Pamer Kekayaan
Masyarakat kelompok ekonomi kelas atas di China kini semakin berhati-hati dalam memamerkan kekayaannya karena ekonomi sedang menghadapi hambatan. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat kelompok ekonomi kelas atas di China kini semakin berhati-hati dalam memamerkan kekayaannya karena ekonomi sedang menghadapi hambatan, sehingga membuat pasar barang mewah di negara tersebut berada di bawah tekanan.

Laporan terbaru yang disusun perusahaan konsultan Bain & Company menunjukkan, muncul tanda-tanda rasa malu akan kepemilikan barang mewah di China, di tengah kondisi makroekonomi yang menantang, pertumbuhan PDB yang lamban, dan lemahnya kepercayaan konsumen.

"Bukan berarti mereka tidak bersedia mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang mewah, sebenarnya, pada beberapa pemain utama, kami terus melihat kinerja yang sangat kuat di China, namun ini hanyalah beberapa dari konsumsi aspirasional yang membuat masyarakat menjadi lebih berhati-hati. dan akan terus melakukannya,” kata mitra senior di Bain & Company, Derek Deng, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/7/2024).

"Pelanggan kaya takut dianggap terlalu mencolok," ungkap Claudia D’Arpizio, mitradan kepala global mode dan kemewahan di Bain & Company.

Untuk lebih jelasnya, istilah ini bukanlah hal baru. Claudia menjelaskan, "Kami menyebutnya sebagai rasa malu atas kemewahan yang mirip dengan apa yang terjadi di AS pada 2008-2009. Bahkan orang-orang yang mampu membeli produk-produk ini memiliki kemauan yang lebih kecil untuk melakukannya, [agar] tidak terlihat benar-benar membeli atau memakai produk-produk yang sangat mahal".

Sebaliknya, konsumen Tiongkok semakin memilih kemewahan yang tidak mencolak, barang-barang investasi, dan barang-barang mewah yang "lebih halus" atau "kurang terlihat,"  ia menambahkan.

Disebutkan juga, posisi politik di negara itu juga berperan dalam rasa malu akan kemewahan yang dirasakan oleh konsumen kelas atas.

"Secara umum, orang-orang terkadang lebih halus," beber Kenneth Chow, kepala sekolah di Oliver Wyman.

"Pemerintah telah mendorong kesejahteraan umum, dan mereka telah melarang pemujaan uang dalam bentuk apa pun," ungkap dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Membatasi Pamer Kekayaan di Media Sosial

Serunya Keliling Kota Shenzhen dengan Bus Wisata
Seorang jurnalis mengambil foto di dalam sebuah bus wisata di Shenzhen, Provinsi Guangdong, China (22/10/2020). Shenzhen pada Kamis (22/10) meluncurkan tiga jalur bus wisata bagi wisatawan, yang masing-masing menampilkan budaya, teknologi, dan pemandangan malam kota tersebut. (Xinhua/Mao Siqian)

Pada Mei 2024, China mulai melakukan tindakan keras terhadap praktik "pamer kekayaan," dan melarang beberapa influencer online, yang sering dikenal karena gaya hidup mewah mereka, dari situs media sosial lokal.

"Saya pikir ini sangat terkait dengan sikap pemerintah," kata D’Arpizio.

Diketahui, kampanye kesejahteraan umum yang dilakukan China telah menciptakan dampak psikologis terhadap masyarakat di negara itu, karena beberapa orang kaya di negara tersebut mulai memindahkan uang ke luar negeri, tambahnya.

"Juga pada saat perekonomian semakin tidak menentu, secara historis, kita telah melihat di negara-negara lain… bahwa penduduk yang lebih kaya dan makmur akan lebih ragu untuk memamerkan kekayaan mereka di depan publik," sebut Chow.

 


Lebih Rasional

Virus Corona Mewabah, Kota Markas Alibaba Sepi Aktivitas
Seorang wanita berlari di depan kantor pusat Alibaba di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (5/2/2020). Pemerintah Hangzhou memberlakukan pembatasan pergerakan bagi warganya menyusul mewabahnya virus corona. (NOEL CELIS/AFP)

"Sebagai hasilnya… kami melihat bahwa secara keseluruhan, konsumen di China menjadi lebih rasional," kata Imke Wouters, mitra di perusahaan konsultan Oliver Wyman.

"Mereka benar-benar ingin melihat korelasi antara harga dan nilai, mereka hanya berpikir dua kali sebelum membeli (barang) yang paling mahal," kata dia.

Mitra senior di Bain & Company, Derek Deng juga meyebut, konsumen di China kini semakin canggih. Dijelaskannya, meskipun dahulu mereka lebih bersedia membayar mahal untuk merek asing, kini banyak dari mereka yang melakukan pembelian berdasarkan kualitas produk atau proposisi nilai yang ditawarkan suatu merek. 


Produksi Kendaraan Listrik di China Diprediksi Tembus 10 Juta Unit

Ragam Mobil Listrik China Bersaing Ketat di Auto Shanghai 2023
Promotor saling berbisik dekat kendaraan konsep dari merek mobil mewah China Hongqi yang ditampilkan pada pameran Auto Shanghai 2023. (AP Photo/Ng Han Guan)

Sebelumnya, pada acara Summer Davos WEF 2024 di Dalian, Kamis (26/6/2024), Wan Gang, Ketua Asosiasi Sains dan Teknologi Tiongkok memperkirakan bahwa produksi kendaraan listrik China akan melebihi 10 juta unit pada 2024. Berdasarkan data 2023, perkiraan jumlah ini akan meningkat hampir 30 persen dari tahun ke tahun.

Meskipun begitu, disitat dari ThePaper, dari Carnewschinana, Wan mengakui industri kendaraan listrik Negeri Tirai Bambu tengah menghadapi beberapa tantangan.

Dirinya mencontohkan, isi-isu seperti pemasangan tiang pengisian daya di komunitas pemukiman lama, dan penyelesaian masalah pengisian daya di jalan raya, terutama selama musim turis menjadi beberapa masalah terkait perkembangan kendaraan listrik China.

Selain itu, Wan menyatakan, industri juga perlu meningkatkan digitalisasi untuk memberikan informasi kepada pengemudi mengenai waktu dan lokasi pengisian daya, sehingga pemilik mobil listrik tidak perlu khawatir mencari tempat untuk mengisi baterai.

Mengenai kegilaan yang terlihat di industri kendaraan listrik China, Wan menunjukkan bahwa ini adalah semacam kecemasan transformasi.

Ia menjelaskan, persaingan pasar otomotif selama ini sangat ketat, namun harus tetap sehat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang beragam.

Namun, saat ini, perusahaan kendaraan listrik Tiongkok terlalu bersemangat dan ingin meraih pangsa pasar yang lebih besar.

Wan percaya, produsen mobil Tiongkok harus lebih fokus untuk menjangkau target pelanggan, dan menekankan kualitas kendaraan listrik, daripada hanya bersaing dengan harga rendah.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya