Jokowi Resmikan Pabrik Baterai Lithium di Kendal, Yakin RI Jadi Pemasok Terbesar Dunia

Jokowi meyakini Indonesia bakal menjadi pemasok baterai kendaraan listrik (EV) terbesar dunia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Agu 2024, 12:19 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2024, 12:18 WIB
Presiden Jokowi meresmikan pabrik Minyak Makan Merah Pagar Merbau di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yang dikelola koperasi sebagai bentuk inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) (Foto: Humas Kemenkop)
Presiden Jokowi meresmikan pabrik Minyak Makan Merah Pagar Merbau di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yang dikelola koperasi sebagai bentuk inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) (Foto: Humas Kemenkop)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik bahan anoda baterai lithium milik PT Indonesia BTR New Energy Material di Kendal, Jawa Timur, Rabu (7/8/2024). Jokowi meyakini ini merupakan langkah awal menjadikan Indonesia sebagai pemasok baterai kendaraan listrik (EV) terbesar dunia.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi memuji kecepatan pembangunan pabrik baterai yang tergolong singkat, usai dilakukan penandatanganan kontrak di China beberapa waktu lalu.

Adapun nilai investasi untuk pembangunan pabrik tahap I senilai USD 478 juta, atau setara Rp 7,719 triliun (kurs Rp 16.150 per dolar AS).

"Baru 10 bulan yang lalu kita tanda tangan di Beijing tahu-tahu pabriknya sudah jadi. ini yang namanya kecepatan, dan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, dan kita sekarang sudah jadi negara yang cepat," tegasnya, Rabu (7/8/2024).

Jokowi mengatakan, sejauh ini Indonesia masih negara importir untuk bahan baku pembuatan bahan anoda baterai, semisal untuk natural grafit yang didatangkan dari Afrika. Sementara untuk artificial grafit diambil dari Kilang Pertamina di Riau.

"Untuk industri baterai lithium kita memang enggak punya lithiumnya, ambil dari Australia, tapi nikelnya ada di Indonesia. Kalau terintegrasi semuanya dan jadi barang setengah jadi kita akan jadi pemasok ke global supply chain," ungkapnya.

Kapasitas Produksi

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku senang PT Indonesia BTR New Energy Material bisa memastikan operasional pabrik anoda baterai lithium. Dengan kapasitas produksi mencapai 80.000 ton material anoda per tahun, Jokowi memproyeksikan itu bisa dijadikan pasokan bagi jutaan mobil listrik.

"Sangat besar sekali. Apalagi ditambah 80 ribu ton produksi di industri ini, akan jadi 3 juta mobil listrik per tahunnya. Sebuah jumlah yang besar. Sehingga kita akan jadi pemasok terbesar baik baterai kendaraan listrik," tuturnya.

Ford hingga VW Siap Investasi

Baterai Mobil Listrik
Warna biru itu merupakan baterai di mobil listrik (Foto: Electrek).

Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap potensi nikel yang bisa membuat Indonesia jadi pemain baterai kendaraan listrik terdepan di dunia. Bahkan, hal ini turut menarik minat investor global.

Menurutnya, cadangan nikel Indonesia jadi modal kuat untuk mendukung program hilirisasi mineral. Selanjutnya, bisa diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik yang digadang jadi perhatian seluruh dunia.

“Kita patut berbangga bagaimana Indonesia menjadi salah satu pemain nikel terbesar di dunia. Kita berbangga sekarang investasi untuk ekosistem daripada EV battery kita saya rasa salah satu terdepan," ungkap Erick di Mandiri Corporate University, Jakarta, dikutip Rabu (31/7/2024).

Dia mengatakan, pada sektor hilirisasi ini turut mengundang investasi dari China hingga Korea Selatan. Tak berhenti disitu, produsen mobil listrik global seperti Volkswagen hingga Ford dikabarkan berminat ikut investasi.

"Di sini ada investasi dari China, dari Korea, ada juga nantinya dari Volkswagen, dari Ford Motor Company. Artinya kita luar biasa,” sambung Erick.

 

Tantangan

Mengisi baterai mobil listrik
Mengisi baterai mobil listrik (Arief/Liputan6.com)

Kendati demikian, Erick menyoroti adanya persoalan yang menjadi tantangan, yakni terkait kecakapan teknologi. Dia mencontohkan ketika perusahaan asal Jepang, Honda membangun motor di Indonesia, tapi sampai saat ini sumber daya manusia (SDM) lokal disebut belum mampu membuat karburatornya.

"Kita bicara downstreaming daripada EV battery, tetapi teknologi battery-nya kita belum punya. Kita masih berbasis daripada tambang di investasi menjadi smelter diturunkan turunannya, tetapi teknologi knowledge-nya kita belum punya," tutur Erick.

Meski begitu, dia masih bersyukur karena hilirisasi bahan tambang tadi jadi satu peningkatan dibandingkan sebelumnya. Kala itu, Indonesia cenderung hanya memanfaatkan bahan mentah nikel saja.

"Ya alhamdulillah daripada dulu raw materialnya saja yang ada,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya