Edukasi dan Riset Ekonomi Syariah Indonesia Tertinggi di Dunia

Sejumlah besar tulisan-tulisan dan jurnal yang dimuat termasuk di perguruan internasional tentang ekonomi dan keuangan syariah berasal dari Indonesia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Agu 2024, 19:20 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2024, 19:20 WIB
Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Handarsyah dalam FORWADA DISCUSSION SERIES 2024  yang Mengusung Tema “Peluang dan Tantangan Konsolidasi Industri Perbankan Syariah”, Jumat (23/8/2024). (Tasha/Liputan6.com)
Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Handarsyah dalam FORWADA DISCUSSION SERIES 2024 yang Mengusung Tema “Peluang dan Tantangan Konsolidasi Industri Perbankan Syariah”, Jumat (23/8/2024). (Tasha/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sektor keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia memiliki keunggulan yang belum banyak dimiliki negara lain di dunia.

Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Deden Firman Handarsyah mengatakan, keunggulan ekonomi syariah ini berada pada bidang edukasi dan riset.

 

“Indonesia tertinggi di dunia untuk kategori edukasi dan riset,” kata Firman di Jakarta, Jumat (23/8/2024).

 

Firman membeberkan, jumlah program studi (prodi) keuangan dan ekonomi syariah di universitas-universitas Indonesia sudah melebihi 200 prodi di seluruh negeri.

“Karena itu, kita unggul disini,” ujar dia.

Bahkan, sejumlah besar tulisan-tulisan dan jurnal yang dimuat termasuk di perguruan internasional tentang ekonomi dan keuangan syariah berasal dari Indonesia, tambah Firman.

Dengan besarnya ekosistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, Firman optimis, sektor tersebut dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetitif ke depannya.

”Artinya mudah-mudahkan ke depan memang ekonomi dan keuangan syariah akan memiliki sumber daya manusia yang kita harapakan bersama,” pungkasnya.

Sederet Tantangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Deputi Gubernur BI, Juda Agung dalam opening ceremony Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Kendari, Senin (8/7/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Deputi Gubernur BI, Juda Agung dalam opening ceremony Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Kendari, Senin (8/7/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia bukan saja memiliki potensi ekonomi syariah yang luar biasa, tetapi Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjadi kiblat bagi inovasi pengembangan ekonomi syariah ke depan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung mengatakan, namun di tengah berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, masih ada 4 tantangan yang perlu diselesaikan.

Tantangan pertama, masih tingginya ketergantungan Indoneisa terhadap bahan baku halal dari luar negeri, baik itu daging maupun bahan-bahan turunan seperti emulsifier yang banyak digunakan dalam industri makanan.

"Sementara itu, daging potong yang disembelih di rumah potong hewan di dalam negeri pun belum semua memiliki sertifikasi halal," kata Juda dalam opening ceremony Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Kendari, Senin (8/7/2024).

Kedua, rendahnya pangsa keuangan syariah, hal ini antara lain disebabkan oleh inovasi produk keuangan syariah yang terbatas dan basis investor keuangan syariah yang belum kuat.

"Bahkan beberapa kalangan seringkali belum sepenuhnya terliterasi dengan baik terhadap produk keuangan syariah, sehingga terkadang mereka beranggapan bahwa keuangan syariah atau bank syariah sama dengan bank konvensional. Ini yang terus perlu terus kita luruskan dan kita lakukan edukasi," ujarnya.

Potensi Pasar

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI). (dok: Tira)

Tantangan ketiga, yakni potensi pasar yang besar baik dari dalam negeri dan luar negeri belum tergarap dengan baik. Misalnya modest fesyen. DI mana potensi Indonesia sangat besar untuk menjadi pusat modest fesyen dunia di Indonesia.

"Kita lihat semakin banyak negara yang bukan mayoritasnya muslim seperti Jepang, Korea dan sebagainya yang mulai membuka wisata ramah muslim mereka membuka restoran-restoran yang halal ya keperluan-keperluan para traveler dari muslim ini juga tentu saja akan membuka permintaan membuka peluang bagi produk-produk halal," ujarnya.

Keempat, masih rendahnya literasi ekonomi syariah. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia yang terakhir dilakukan di 10 provinsi menunjukkan literasi keuangan ekonomi syariah masih 28 persen. Artinya dari 100 orang Indonesia baru 28 orang yang memahami mengenai ekonomi dan keuangan syariah.

"Tentu saja target ke depan 2025 sebesar 50 persen perlu kita terus upayakan," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya