Industri Tekstil Mulai Bangkit, Mau Bukti?

Industri tekstil tercatat terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak Juni 2024, dimana pada saat itu diberlakukan Permendag 8 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Agu 2024, 19:45 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2024, 19:45 WIB
Pekerja Pabrik Tekstil
Pekerja Pabrik Tekstil. Dok Kemenperin

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meyakini bahwa industri tekstil dalam negeri akan segera bangkit.

Berdasarkan rilis terbaru Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Agustus 2024, industri tekstil merupakan salah satu subsektor industri yang mengalami kontraksi.

Bahkan, industri tekstil tercatat terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak Juni 2024, dimana pada saat itu diberlakukan Permendag 8 tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor.

Kendati demikian, Sekretaris Ditjen IKFT Kemenperin Kris Sasono Ngudi Wibowo, menilai IKI industri tekstil pada Agustus 2024 mulai mendekati ambang batas IKI yaitu sebesar 50 poin.

"Tekstil di bulan Agustus 2024 ini kontraksi, tetapi sudah hampir mendekati angka 50. Jadi kami sangat optimis ke depannya lebih baik karena ini sudah beberapa tools kita lakukan ya terkait dengan tekstil," kata Kris Sasono dalam konferensi pers Rilis IKI Agustus 2024 di Bogor, Kamis (29/8/2024).

Adapun Kemenperin mencatat, IKI industri tekstil pada Juli 2024 nilainya 47,79. Namun, pada bulan Agustus 2024 IKI industri tekstil mengalami kenaikan menjadi 49,52.

"Kalau kita lihat produksinya lumayan banyak, itu IKInya lebih dari 54 poin sebenarnya di komponen pembentuk IKI. Ini kita menandakan mulai optimisnya industri tekstil terhadap pemberlakuan dua aturan baru," ujarnya.

Adapun aturan baru yang dimaksud adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). BMTP dinilai bisa mendorong industri tekstil bangkit kembali.

Diketahui, Pemerintah menerapkan BMTP kain pada 9 Agustus 2024, kemudian pada 16 Agustus juga diberlakukan BMTP untuk karpet.

"Itu sangat membantu teman-teman dari sisi daya saingnya kalau dilihat dari pengenaan BMTP," pungkasnya.

Industri Tekstil RI Terancam Punah, tapi Masih Jadi Daya Tarik Investor

Sepekan Jelang Ramadan, Kebutuhan Pakaian Muslim Meningkat
Para pedagang busana eceran dari berbagai daerah mulai berdatangan ke pasar tekstil grosiran pakaian, seperti Pasar Cipulir dan Pasar Tanah Abang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meskipun industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Namun, ternyata industri tekstil tersebut masih menarik bagi investor asing.

Direktur Industri Tekstil , Kulit, dan Alas Kaki Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, alasan investor asing tertarik lantaran Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dinilai lebih unggul dibandingkan SDM negara lainnya, seperti Vietnam.

"Sumber daya Manusia (SDM) kita lebih baik sehingga mereka datang ke kita. Misal di pakaian dalam itu kita punya keunikan sendiri, pekerja kita ibu-ibu itu mempunyai kelentikan jari tersendiri sehingga kalo brand pakaian dalam premium memerlukan jahitan khusus, buat mereka kalau mereka datang ke china, Vietnam beda atau kurang lentik," kata Adie dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).

Negara Tertarik Investasi

Adapun negara China, Korea, hingga Taiwan masih menunjukkan ketertarikan untuk berinvestasi terhadap industri tekstil di Indonesia.

Selain, menilai keterampilan SDM Indonesia lebih unggul dalam menjahit, para investortersebut juga menghindari perang dagang Amerika Serikat (AS).

"Kenapa PMA tertarik? kalau dari data ada beberapa penanaman modal asing China masuk dalam rangka menghindari perang dagang dengan AS lalu dari korea dan taiwan juga ada. Kalau melihat apa yang mereka sampaikan ke kita tidak sepenuhnya karena itu, dilihat khusus untuk spesifikasi produk pakaia," ujarnya.

Hal lainnya yang menjadi ketertarikan investor asing masuk di sektor tekstil, yakni perilaku pekerja di Indonesia tidak ribet seperti di negara lain.

"Masalah perilaku, jadi investor asing itu melihat pekerja kita tidak serewel tempat investasi lain, misalnya Vietnam, hanya persoalan lain, saya minta hak-hak dasar pekerja dipenuhi seperti makan, pakaian, cukup gaji sepadan, katanya kalau kita lihat mereka di Vietnam pekerja lebih jauh menjual mahal dan tak begitu bagus makannya lari ke indonesia," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya