Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menegaskan, para pelaku usaha mainan anak harus mematuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menjaga mutu produk yang beredar di masyarakat. Hal ini juga bertujuan melindungi masyarakat terhadap risiko yang muncul dari kualitas produk yang dipasarkan.
"Pemberlakuan SNI secara wajib perlu diperhatikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai hal yang mampu memberikan dampak positif terhadap konsistensi mutu produk akhir," kata Wamendag Jerry dalam acara peresmian Indonesia Toys Paradise yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/9/2024).
Baca Juga
Kementerian Perdagangan mendukung penerapan SNI dan terpeliharanya mutu produk yang beredar di pasaran. Kualitas atau mutu tersebut merupakan kunci produk UMKM dapat berdaya saing dan bernilai jual tinggi.
Advertisement
Wamendag Jerry menyebut mainan yang berkualitas merupakan salah satu media penunjang kreativitas dan imajinasi serta tumbuh kembang anak. Dengan bermain, anak-anak dapat belajar berbagai ketrampilan dasar seperti kecerdasan motorik, pemecahan masalah, serta kemampuan sosial dan emosional.
"Sehingga, pelaku usaha hendaknya selalu memperhatikan SNI untuk mainan anak untuk memberikan perlindungan bagi konsumen dalam aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup," ujarnya.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Mainan Indonesia (AIMI) nilai penjualan mainan pada 2022 mencapai Rp10 triliun. Selanjutnya, pada 2023, industri mainan mencatat kenaikan sebesar 15 persen menjadi Rp11 triliun.
Sektor mainan menjadi peluang potensial, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelahiran di Indonesia sebanyak 4,62 juta pada 2023. Angka tersebut menjadi peluang bagi UMKM industri mainan anak untuk mengembangkan produknya.
"Di masa yang akan datang, UMKM bisa menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia. UMKM diharapkan mampu dan konsisten menjaga mutu produk dan memenuhi standar melalui pemberlakuan SNI secara wajib,” pungkas Wamendag Jerry.
Kemenperin Sita 25 Ribu Speaker Aktif Asal China Tanpa SNI, Nilainya Tak Main-main
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengawasi implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengawasan terhadap produk industri ini langkah penting untuk memberikan keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup (K3L)
“Kami akan terus memastikan bahwa produk-produk yang beredar di Indonesia memenuhi standar yang telah ditetapkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Jumat (19/7/2024).
Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap produk-produk elektronik yang beredar di DKI Jakarta. Dari pengawasan tersebut telah diamankan sebanyak 25.257 unit speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI dengan nilai mencapai Rp 10,2 miliar dari tiga perusahaan.
Ketiga perusahaan tersebut, yaitu PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp 8,6 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp 1,4 miliar, dan PT PIS sebanyak 805 unit dengan nilai sekitar Rp 281,7 juta.
"Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut,” ungkap Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi mewakili Menteri Perindustrian saat memimpin konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin.
Advertisement
Ketidakpatuhan Pelaku Usaha
Menurut Andi, temuan ini terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta, menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI. Ketiadaan SPPT-SNI pada produk tersebut dikhawatirkan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri.
"Produk yang tidak memiliki SPPT-SNI ini berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran semacam ini," tegas Kepala BSKJI.
Pengawasan adalah Kunci
Speaker aktif merupakan produk yang termasuk dalam daftar SNI wajib dan larangan terbatas (lartas) yang proses importasinya memerlukan dokumen SPPT-SNI dengan kode Harmonized System (HS) sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk keharusan pelaku usaha memiliki SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan,” ujar Andi.
Kepala BSKJI menyatakan, Kemenperin berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak sesuai ketentuan melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. ”Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif,” imbuhnya.
Andi menambahkan, pihaknya juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan memastikan setiap produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
“Pengawasan adalah kunci untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri,” ucapnya.
Advertisement