Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyinggung pembahasan RUU Perkoperasian yang tak kunjung dijalankan. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memprioritaskan hal tersebut untuk dikebut sebelum akhir masa jabatan di Oktober 2024 nanti.
Teten menyampaikan, soal RUU Perkoperasian ini masuk pada salah satu poin kendala pelaksanaan anggaran tahun 2024. Menindaklanjuti hal tersebut, dia mengaku sudah menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas.
Baca Juga
"Pembatalan RUU Perkoperasian yang belum dimulai, saya kemarin berdiskusi dengan pak Menkumham yang baru, yang baru dipanggil oleh Pak Presiden, beliau meminta ada prioritas ini penyelesaian RUU Perkoperasian," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (4/9/2024).
Advertisement
Atas pertemuan tersebut, Menteri Teten mengaku Jokowi meminta RUU Perkoperasian jadi prioritas pembahasan.
"Begitu. Jadi yang disampaikan pak Presiden kepada pak Menkumham yang baru minta diprioritaskan, diselesaikan," ujar dia.
Terkait kemungkinan selesai sebelum akhir masa jabatan, Menteri Teten masih akan membuka diskusi lagi dengan Menkumham.Â
"Nah itu saya sudah diskusi apakah mungkin atau tidak kami akan baru meeting dengan pak Menkumham," tegasnya.
Kemungkinan Dibahas Pemerintah Baru
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian tidak akan mungkin diselesaikan di masa kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).Â
Teten Masduki lantas melempar tongkat estafet tersebut kepada Prabowo Subianto, yang akan dilantik menjadi Presiden Indonesia pada Oktober 2024.Â
"Kalau RUU Perkoperasian sudah saya simpulkan enggak mungkin dibahas ya, karena memang waktunya terlalu mepet. Biar dilanjutkan oleh pemerintahan yang akan datang," kata Teten di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Untuk memuluskan transisi itu, Kementerian Koperasi dan UKM disebutnya bakal memberikan memorandum kepada Prabowo dan jajarannya. Teten juga mengaku telah bertemu dengan tim yang bersangkutan, meskipun pembahasannya belum terlalu mendalam. Â
"Informal sih sudah. Beberapa program kita juga sudah dinarasikan di dalam pemerintahan baru, tapi belum detail," ungkap dia.Â
Lebih lanjut, Teten turut memberi pekerjaan rumah bagi penerusnya, terkait tantangan UMKM agar bisa berkiprah di platform digital. Menurutnya, masalah saat ini bukan karena pelaku UMKM ogah masuk ke pasar online.Â
"Tapi kebanyakan dari UMKM kita terutama yang di kuliner, termasuk yang di fashion juga, kapasitas produksinya enggak bisa untuk pasar nasional. Sehingga banyak yang tidak bisa bertahan lama di e-commerce," terangnya.Â
Advertisement
Masalah LainÂ
Problem selanjutnya, kebanyakan UMKM masih kalah bersaing dengan produk dari luar negeri di pasar online. Isu utamanya yakni bukan soal seberapa banyak pedagang mikro dan kecil yang berdagang di sana, tapi seberapa kuat mereka menghadapi tingkat competitiveness yang begitu kuat melawan brand luar. Â
"Kalau misalnya harus produk asing masih leluasa seperti sekarang, UMKM kita pasti kalah bersaing. Tadi misalnya, roti aja sudah kalah. Apalagi produk fashion. Produk kita pasti lebih mahal daripada produk mereka, karena bahan bakunya kita impor. Sebanyak 90 persen kan akhirnya kita hanya jadi pedagang produk luar. Itu kita evaluasi," bebernya.
"Jadi problemnya bukan soal UMKM-nya enggak siap, tapi kita kalah bersaing. Karena itu penting proyeksi terhadap pengaturan perdagangan di online," tegas Teten.