Buruh Tolak Potong Upah untuk Dana Pensiun: Kelas Menengah jadi Korban PHK

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyampaikan rasa keprihatinannya atas rencana pemerintah memotong upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 13 Sep 2024, 10:15 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2024, 10:15 WIB
Tuntutuan Hari Buruh Internasional (May Day)
Ilustrasi Tuntutuan Hari Buruh Internasional (May Day)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyampaikan rasa keprihatinannya atas rencana pemerintah memotong upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun.

Dalam konteks ini, Mirah sepakat dana pensiun memang sebuah program sangat penting untuk menjamin masa depan kelompok buruh.

"Tapi pemotongan upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun jangka panjang sepertinya belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. Karena kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja," ujarnya dalam pesan tertulis, Jumat (13/9/2024).

Mirah menyampaikan bahwa kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak 2020. Saat ini, tabungan mereka diklaim telah habis. "Jumlah kelas menengah semakin berkurang karena PHK massal, dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah," ungkapnya.

Kendati ada peluang atau lowongan kerja, maka kelas menengah korban PHK hanya mendapat pekerjaan yang sifatnya sementara dan tidak berkelanjutan, dengan status kontrak harian dan outsourcing. Selain itu, Murah menyebut banyak kelas menengah yang kemudian beralih menjadi driver online setelah kena PHK.

"Jika benar pemerintah jadi melaksanakan rencana untuk memotong upah pekerja/buruh lewat program dana pensiun, maka dipastikan kelas menengah masuk ke dalam jurang kemiskinan yang semakin dalam," tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti penerapan UU Cipta Kerja yang membuka peluang perusahaan melakukan PHK dengan mudah dan murah. Beberapa kasus yang ditemukan, ada perusahaan yang memecat pekerjanya, dan tidak memberikan uang pesangon karena alasan merugi.

"Belum lagi pasal-pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan," seru Mirah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Politik Upah Murah

Tutup May Day, Buruh Nyalakan Bom Asap
Sejumlah buruh menyalakan bom asap saat menutup aksi Hari Buruh Internasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (5/1/2019). Aksi May Day 2019 di Jakarta ditutup oleh buruh dengan menyalakan kembang api sebagai simbol berjalannya demo dengan damai. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut dia, penerapan politik upah murah menyebabkan daya beli konsumen menurun. Sehingga hasil produksi berupa barang dan jasa menjadi tidak laku, dan pada akhirnya menumpuk di gudang perusahaan.

"Penumpukan barang menyebabkan perusahaan rugi dan akhirnya tidak sanggup untuk membayar upah pekerja/buruh, dan ujung-ujungnya adalah PHK," imbuh dia.

Di sisi lain, harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi cenderung tidak terkendali. Mirah menilai, itu terjadi ketika Upah Minimum Provinsi (UMP) rata-rata naik 3 persen secara nasional, namun tidak diimbangi dengan nilai inflasi yang diatas 3 persen. Sehingga justru menciptakan deflasi imbas daya beli masyarakat yang rendah.

"Di tambah lagi dengan kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok yang naik rata-rata 20 persen. Akibatnya daya beli rakyat rendah, sehingga ekonomi bergerak lambat dan melemah," pungkas dia.


Buruh Tolak Iuran Tambahan Dana Pensiun

Aksi Buruh Tuntut Kenaikan Gaji di Balai Kota
Puluhan buruh melakukan demonstrasi di depan Gedung Balai Kota, Jakarta, Senin (3/11/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirah menentang rencana pemerintah memungut tambahan untuk dana pensiun. Dia menegaskan buruh saat ini tak lagi punya uang.

Mirah sepakat terkait pentingnya masa depan pekerja dan buruh. Namun, soal iuran tambahan dana pensiun, dia tak sepakat untuk dipungut dalam waktu dekat. "Tambahan dana pensiun jangka panjang sepertinya belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. Karena kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja," tegas Mirah, dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).

Dia mengantongi sedikit 3 poin yang mempengaruhi pendapatan buruh saat ini. Pertama, adanya Pandemi Covid-19. Kedua, pemberlakukan Undang-undang Cipta Kerja. Ketiga, upah murah bagi pekerja/buruh.

"Hal ini mengakibatkan PHK massal di hampir sebagian besar sektor industri. Ketiga peristiwa tersebut merupakan penyumbang terbesar kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ungkapnya.

Dampak pandemi Covid-19, kata Mirah, membuat perusahaan banyak yang merugi. Alhasil, banyak pegawai perusahaan yang harus kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selanjutnya, Mirah menyoroti berlakunya UU Cipta Kerja. Dia menilai, regulasi itu membuka peluang untuk perusahaan melakukan PHK dan memberikan upah murah.

"Belum lagi pasal -pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerja," bebernya.

 


Upah Murah Berujung PHK

Tolak Penerapan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Para Buruh Kembali Berunjuk Rasa
Mereka juga mendesak pemerintah mencabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. (BAY ISMOYO/AFP)

Mirah menegaskan kembali soal upah murah yang diterima buruh. Menurut dia, upah buruh hanya naik 3 persen setiap tahun, sementara itu, harga kebutuhan pokok naik hingga 20 persen.

"Penerapan politik upah murah menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga hasil produksi berupa barang dan jasa menjadi tidak laku pada akhirnya menumpuk di gudang perusahaan," kata dia.

"Penumpukan barang menyebabkan perusahaan rugi dan akhirnya tidak sanggup untuk membayar upah pekerja/buruh dan ujung-ujungnya adalah PHK. Di sisi lain harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi cenderung tidak terkendali," ia menambahkan.

Infografis Tuntutan Buruh di Revisi Aturan Baru JHT
Infografis Tuntutan Buruh di Revisi Aturan Baru JHT (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya