Ternyata Ini Penyebab Utama Polusi Udara Jakarta

Berdasarkan penelitian Kemenko Marves, penyebab utama pencemaran udara ini adalah emisi gas buang atau asap knalpot.

oleh Arthur Gideon diperbarui 14 Sep 2024, 14:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2024, 14:00 WIB
Polusi Udara Jakarta
Pemandangan gedung bertingkat yang diselimuti polusi udara di Jakarta, Kamis (31/8/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin membeberkan penyebab utama polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Adalah emisi gas buang atau asap knalpot yang menjadi biang kerok parahnya kualitas udaradi Jakarta.

Rachmat menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenko Marves dan sejumlah pihak, kualitas udara di Jakarta sangat buruk pada 2019. Namun kemudian membaik saat pandemi covid-19 di 2020.

"tetapi pada 2022 dan 2023 mundur lagi bahkan pada 2024 hampir sama dengan kondisi 2019," jelas Rachmat saat bertemu dengan media ditulis, Sabtu (14/9/2024).

"Rata-rata hari tidak sehat sepanjang Agustus 2024 kemarin mencapai 13 hari. Ini Masalah serius," tamnbah dia.

Masalah polusi udara ini perlu ditangani dengan serius, Alasannya, dampak pencemaran udara ke kesehatan sangat signifikan. Hal ini tentu saja akan juga berpengaruh juga atau berdampak juga ke keuangan.

Dalam hitungan BPJS Kesehatan, klaim kesehatan terkait masalah yang diakibatkan oleh penyakit pernafasan mencapai Rp 12 triliun setiap tahunnya. Angka ini bisa terus bertambah jika tak tertangani dengan baik.

Kemudian, berdasarkan penelitian Kemenko Marves, penyebab utama pencemaran udara ini adalah emisi gas buang atau asap knalpot.

"Jadi penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel polusi dan diteliti sumber dari mana," kata dia.

Hasilnya terbesar memang dari kendaraan bermotor. Sedangkan tuduhan beberapa pihak bahwa sumber utama polusi udara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak terbukti dalam penelitian tersebut.

"Sebenarnya open burning atau pembakaran sampah yang konsisten tetapi jumlah lebih kecil dari asap kendaraan," jelas dia.

Untuk itu Kemenko Marves pun mendorong terwujudnya BBM bersubsidi yang berkualitas atau rendah sulfur untuk mengatasi polusi udara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penyediaan BBM Rendah Sulfur

Polusi Udara Jakarta
Pemprov DKI Jakarta pun mengakui kebijakan WFH bagi 50% Aparatur Sipil Negara belum efektif mengurangi polusi udara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin memastikan bahwa pemerintah tidak akan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi.

Justru saat ini pemerintah akan menaikkan kualitas BBM dengan menurunkan tingkat sulfur yang ada di BBM baik untuk jenis Pertalite maupun Pertamax.

Anak buah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ini menerangkan, tingkat sulfur ini akan disesuaikan dengan standar Euro 4. Seperti diketahui dalam aturan Euro 4, bahan bakar harus memiliki kandungan sulfur nilai maksimal 50 ppm.

Sedangkan dalam BBM Pertalite saat ini tingkat sulfur yang ada mencapai 500 ppm. Tak berbeda jauh, tingkat sulfur yang ada di Pertemax di angka 400 ppm.

"untuk implementasi BBM Euro 4 perlu dana besar karena proses dan harga lebih tinggi. Ini tentu perlu support kompensasi dan subsidi," jelas Rachmat dalam temu dengan media seperti ditulis, Sabtu (14/9/2024).

Ia memastikan bahwa pemerintah akan tetap memberikan subsidi dan kompensasi untuk BBM. Namun subsidi dan kompensasi ini perlu diperketat agar benar-benar tersalurkan kepada yang berhak.

Untuk itu, pemerintah memastikan akan melakukan pembatasan penyaluran BBM subsidi yang saat ini langkah awalnya sudah dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). Langkah pendaftaran QR code yang dijalankan Pertamina ini merupakan langkah awal untuk penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.


Permintaan Koalisi Masyarakat Sipil

Tiga Kemungkinan Penyebab Pertalite Bikin Boros BBM
Ilustrasi sepeda motor sedang mengisi BBM di SPBU Pertamina (Istimewa)

Koalisi masyarakat sipil dan pakar mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera memberlakukan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur sebagai bagian dari keseriusan pemerintah dalam mengatasi pencemaran udara.

Desakan ini hadir menyusul rencana pemerintah untuk menyesuaikan standar BBM dengan ketentuan rendah sulfur Euro4/IV sebagaimana yang sudah digariskan dalam Peraturan Menteri KLHK No 20 tahun 2017.

Rencana ini disampaikan beberapa kali oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sejak Juni 2024.

"Keadaan ini sangat mendesak karena kualitas udara kita semakin memburuk. Semua parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas udara menunjukkan penurunan, sehingga kondisi di kota-kota besar di Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek, sudah memasuki tahap krisis," ujar Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin dikutip dari Antara.

Adapun Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Budi Haryanto mengatakan polusi udara di DKI Jakarta berdampak langsung pada kesehatan.

Pada 2010, tercatat lebih dari setengah penyakit pernafasan di Jakarta disebabkan langsung oleh polusi udara dan trennya terus meningkat setiap tahunnya.

Kualitas BBM baik diesel maupun bensin yang saat ini disediakan di pasaran sebagian besar tidak memenuhi standar Euro 4/IV, karena kandungan sulfur yang sangat tinggi.

 


Penerapan Standar Euro 4

Pemerintah Bakal Terbitkan Aturan Baru Penggunaan BBM Subsidi
Pemerintah menargetkan pelaksanaan aturan ini berlaku mulai 1 Oktober 2024 yang akan disosialisasikan September 2024 ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Budi mengatakan kandungan sulfur yang tinggi ini, berkontribusi secara signifikan kepada pencemaran udara, mengingat gas buang kendaraan bermotor merupakan penyumbang polusi terbesar di wilayah perkotaan, khususnya Jabodetabek.

Indonesia sendiri sudah mengatur penerapan standar Euro4/IV dari sejak 2017 melalui Peraturan Menteri KLHK no 20 tahun 2017. Hanya saja, implementasi hanya dilakukan di sisi teknologi kendaraan, sementara pasokan BBM yang beredar di pasaran Indonesia, khususnya BBM bersubsidi, masih jauh dari standar Euro4/IV.

"Apabila kita bisa mulai membersihkan pasokan BBM di pasaran mulai hari ini sampai dengan 2028, kita bisa menekan kasus pneumonia akibat polusi udara di kota Jakarta sampai dengan lebih dari sepertiga kasus hari ini," kata Budi.

Koalisi masyarakat sipil dan pakar mengharapkan pemerintah bergerak cepat dalam memberlakukan kebijakan BBM Bersih. Menurut mereka, perlu ada langkah-langkah kebijakan strategis untuk memungkinkan Pertamina dalam melakukan penyediaan BBM bersih.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya