BI Telah Gelontorkan Insentif Likuiditas Rp 256,1 Triliun

Bank Indonesia akan terus memperkuat implementasi insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) termasuk kepada sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja,

oleh Tira Santia diperbarui 18 Sep 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 19:00 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur dalam RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur dalam RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) hingga minggu kedua September 2024 telah menyalurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp 256,1 triliun. Rinciannya yakni kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 118,6 triliun.

Selanjutnya, ke Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp 110,5 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 24,4 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) sebesar Rp 2,6 triliun.

"Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu hilirisasi minerba dan pangan, UMKM,  sektor otomotif, perdagangan dan Listrik, Gas dan Air (LGA), serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam RDG September 2024, Rabu (18/9/2024).

Perry menjelaskan, bahwa pertumbuhan kredit juga didukung oleh sisi permintaan yang tetap baik dari korporasi, terutama korporasi di sektor padat modal, sedangkan permintaan kredit korporasi di sektor padat karya perlu terus ditingkatkan.

Sementara itu, permintaan kredit rumah tangga terjaga, terutama pada sektor Properti. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tetap kuat, terutama pada sektor Industri, LGA, dan Pengangkutan.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 10,75% (yoy), 13,08% (yoy), dan 10,83% (yoy) pada Agustus 2024.

Kemudian, pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,61% (yoy) dan 4,42% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diperkirakan berada pada batas atas kisaran 10-12%.

"Bank Indonesia akan terus memperkuat implementasi KLM, termasuk kepada sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja, sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru (sektor tersier), dan sektor yang dapat meningkatkan inklusivitas, termasuk kelas menengah bawah, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," pungkasnya.

BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 6 Persen

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Bank Indonesia kini mematok suku bunga acuan di angka 6 persen.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen, suku bunga Deposit Facility juga turun 25 basis poin menjadi sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility juga turun 25 basis poin menjadi sebesar 6,75 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024).

 Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran yang ditetapkan pemerintah, yaitu 2,5 +- persen. Penguatan dan stabilitas nilai tukar rupiah dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.

Cermati Inflasi hingga Nilai Tukar Rupiah

Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bungan kebijakan sesuai dengan perkiraan inflasi tetap rendah, nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi.

Adapun kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Selanjutnya, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaaan lapangan kerja, termasuk UMKM, dan ekonomi hijau dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian.

"Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan khususnya sektor perdagangan dan UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," pungkas Perry Warjiyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya