Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan, informasi terbaru mengenai perkembangan kasus Kresna Life dan Wanaartha Life.
Ogi mengatakan, untuk Kresna Life hingga saat ini upaya hukum kasasi masih berlangsung. Saat ini proses likuidasi Kresna Life terus berlangsung dengan telah diterimanya tagihan kreditur dan pemegang polis kepada tim likuidasi dan juga telah mulainya proses tim likuidasi untuk menunjuk akuntan publik dalam menyusun neraca penutupan.
Baca Juga
Sementara, untuk kasus Wanaartha Life, OJK menghormati proses hukum yang berjalan hingga saat ini. Dalam setiap kesempatan OJK selalu meminta pemilik wanaartha untuk kembali ke Indonesia guna mempertanggung-jawabkan perbuatan hukum yang terjadi.
Advertisement
"Tim Likuidasi melaporkan telah melakukan pembagian dana jaminan dalam tiga tahap secara proporsional kepada pemegang polis," ujar Ogi, ditulis Senin (7/10/2024).
Selanjutnya, Tim Likuidasi saat ini melakukan upaya likuidasi terhadap aset lainnya antara lain penjualan aset properti tersisa dan upaya hukum terhadap beberapa aset keuangan yang dimiliki oleh WAL yang saat ini masih dalam proses hukum.
Ogi turut menyampaikan perkembangan perusahaan asuransi/reasuransi yang dalam pengawasan khusus OJK. Sampai dengan akhir bulan September 2024, OJK telah melakukan pengawasan khusus terhadap delapan perusahaan asuransi/reasuransi.
"Jumlah ini menurun dibandingkan pada akhir tahun 2022 sebanyak 12 (dua belas) perusahaan asuransi/reasuransi," katanya.
Komitmen OJK
Ogi menegaskan, sebagaimana komitmen OJK yang secara simultan melakukan penanganan terhadap current issues dan pengembangan industri ke depan, terhadap perusahaan asuransi/reasuransi dalam status pengawasan khusus tersebut, OJK melakukan pengawasan secara intens, untuk memastikan perusahaan tersebut mampu mengatasi penyebab dikenakannya status pengawasan khusus.
OJK juga telah mendorong pemegang saham dan pengurus untuk melaksanakan Rencana Tindak yang telah disusun dengan disiplin sehingga progress perbaikan memberikan hasil yang diharapkan untuk memenuhi ketentuan tentang RBC dan minimum ekuitas.
Disamping itu, OJK juga terus memonitor pelaksanaan Rencana Tindak dan akan mengambil langkah terukur sesuai ketentuan yang berlaku untuk memastikan adanya perlindungan konsumen, memastikan tumbuhnya kondusifitas industri, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi/reasuransi.
Advertisement
Soal Kasus Kresna Life, OJK Perjuangkan Perlindungan Konsumen
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) yang memenangkan gugatan Michael Steven terkait kasus PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).
Langkah ini diambil OJK sebagai upaya untuk melindungi konsumen dan masyarakat serta mewujudkan sektor jasa keuangan yang sehat.
Kasus ini bermula dari gugatan Michael Steven terhadap OJK atas sanksi denda Rp 5,7 miliar dan larangan selama lima tahun untuk menjabat sebagai pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal.
Sanksi ini dijatuhkan OJK karena Michael Steven terbukti sebagai pemilik manfaat terakhir (ultimate beneficial owner) PT Kresna Asset Management yang melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana untuk kepentingan grup Kresna, sehingga merugikan konsumen.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menjelaskan bahwa sanksi tersebut diberikan untuk menghentikan tindakan Michael Steven dan mencegah kerugian lebih besar bagi konsumen.
"OJK telah melakukan upaya maksimal dalam proses peradilan untuk mempertahankan sanksi tersebut, dengan menunjukkan kesesuaian wewenang, prosedur, dan substansi denda serta perintah tertulis dengan peraturan perundang-undangan," ujar Aman, ditulis Jumat (12/7/2024).
Dianggap Janggal
OJK meyakini bahwa putusan kasasi MA akan berpihak pada kepentingan konsumen dan sektor jasa keuangan yang sehat.
Diangap Janggal
Sementara itu, Pengamat Hukum Denny Indrayana menilai kasus gugatan Boss Kresna Group Michael Steven terhadap OJK atas sanksi denda dan surat peringatan tertulis yang dikeluarkan OJK terbilang janggal.
Hal ini lantaran karena meskipun sudah jadi tersangka dan buronan Bareskrim Polri, Michael Steven masih bisa menggugat OJK dan memenangkan bandingnya dari OJK.
"Aneh bin ajaib kan buron bisa menang dan diberikan hak untuk mengajukan gugatan, ajukan banding. Dalam konsep yang normal buron itu dikurangi hak-hak hukumnya. kalau dia mau melakukan langkah-langkah hukum dia mesti menghadapi dong! Sepertinya dia nggak berani hadapi hukum pidana dia gugat perdata padahal yang dirugikan banyak kepentingan. Nah OJK sudah melindungi kepentingan masyarakat malah dikalahkan oleh buron," kata Denny.
Advertisement
Pembatasan Hukum
Padahal lanjutnya, dalam UU pencucian uang sudah ada soal pembatasan hak hukum bagi buronan dan Mahkamah Agung juga melarang buronan mengajukan praperadilan.
Bahkan dalam konsep-konsep di negara maju dan negara umumnya bahwa seseorang yang mau mengambil langkah hukum mereka harus taat hukum.
"Ini dia (Michael Steven) gugat ke PTUN, dia-nya malah lari (buron). Kalau dalam konteks atau istilahnya ini fugitive disentitlement, artinya dia dihilangkan hak-hak hukumnya karena dia buron," tukasnya.
Denny juga menilai dalih Michael Steven sebagai ultimate beneficial owner di Kresna Group adalah modus yang disengaja untuk menempatkan dirinya sebagai pemilik manfaat terakhir di PT Kresna Asset Management agar kejahatannya terlindungi.
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan OJK, Michael Steven terbukti sebagai ultimate beneficial owner yang meskipun tidak tercantum dalam anggaran dasar namun, Michael Steven melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari PT Kresna Asset Management untuk melakukan transaksi demi kepentingan grup Kresna, sehingga merugikan konsumen.
"Modus bahwa dia tidak ada namanya di anggaran dasar pemegang saham itu kan modus lama. memang beneficial owner-kan mereka tidak mau muncul namanya supaya mereka kalau melakukan kejahatan tidak terdeteksi atau tidak bisa ditangkap. Yang ditangkap nanti namanya disitu supir, orang gak jelas atau office boy," ujar Denny.
Sesuai Perpres
Untuk menyeret para ultimate beneficial owner ini, menurut Denny, sebenarnya sudah ada Perpres atau aturan-aturan hukum yang menyatakan bahwa pemilik manfaat harus bertanggung jawab meskipun namanya tidak ada di dalam anggaran dasar.
Namun sayangnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengatakan bahwa nama Michael Steven tidak ada di anggaran dasar sehingga dia tidak bertanggung jawab.
"Itu mohon maaf majelis hakimnya keliru karena salah satu modus menghilangkan jejak dan tanggung jawab justru dengan tidak mencantumkan nama. Bahwa dia yang mengatur, mengintervensi investasi saham di mana, modal ditanam ke anak-anak perusahaan afiliasi dia clear dibuktikan oleh OJK. Jadi jangan dikelabui karena sebenarnya dia pemilik manfaat dari transaksi-transaksi yang diselewengkan Michael Steven ini. Jadi mestinya hukum ditegakkan lagi jangan kalah sama buronan," tegas Denny.
Sementara terkait sanksi denda sebesar Rp5,7 miliar dan larangan sebagai pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal selama lima tahun yang dijatuhi OJK, menurutnya sudah tepat. "Itu sudah tepat dan seharusnya sudah bisa mengarah pidana dan memang sudah menjadi tersangka kan yang bersangkutan," ujar dia.
Advertisement