Ekonomi China Cuma Tumbuh 4,6% di Kuartal III 2024

Ekonomi China tumbuh pada kuartal III 2024 dengan laju terendah sejak awal tahun lalu, di tengah kesulitan negara tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan

oleh Elyza Binta Chabibillah diperbarui 18 Okt 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2024, 18:00 WIB
Kehidupan Perkotaan di Wuhan Terus Berangsur Kembali Normal
Warga mengunjungi pasar malam di Jalan Baocheng di Wuhan, Provinsi Hubei, China tengah, pada 1 Juni 2020. Kehidupan perkotaan di Wuhan, wilayah yang sempat terdampak parah oleh COVID-19, telah berangsur kembali normal. (Xinhua/Xiong Qi)

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan Ekonomi China di kuartal III 2024 berada di laju terendah sejak awal tahun lalu. Negara ini memang tengah berusaha keras untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami tekanan dalam beberapa tahun terakhir.

Dikutip melalui BBC, Jumat (18/10/2024), Badan Statistik Nasional China melaporkan, jika dihitung secara tahunan, produk domestik bruto (PDB) China naik 4,6% dalam tiga bulan hingga akhir September. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya dan di bawah target pemerintah yang sekitar 5% untuk tahun ini.

Namun, angka ini sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan yang diperkirakan analis.

Sementara angka resmi lainnya yang dirilis pada hari Jumat, termasuk penjualan ritel dan output pabrik, juga melebihi perkiraan.

Dalam beberapa minggu terakhir, Beijing telah mengumumkan sejumlah langkah untuk mendukung pertumbuhan. Ini adalah kuartal kedua berturut-turut di mana ukuran resmi pertumbuhan ekonomi China jatuh di bawah target 5%, yang akan menambah kekhawatiran pemerintah.

"Target pertumbuhan pemerintah untuk tahun ini sekarang tampaknya dalam bahaya serius," kata mantan kepala divisi China di Dana Moneter Internasional (IMF), Eswar Prasad,. 

"Akan diperlukan dorongan substansial yang didorong oleh stimulus untuk mencapai target di kuartal keempat."tambahnya.

Berjuang Capai Target 5%

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Namun, ekonom dari Moody's Analytics, Harry Murphy Cruise, lebih optimis. Dia mengatakan bahwa langkah-langkah stimulus yang dijalankan China kemungkinan akan mendorong ekonomi menuju target sekitar 5% untuk tahun ini.

"Tetapi lebih banyak yang diperlukan jika pejabat ingin menangani tantangan struktural dalam ekonomi," jelas dia. 

Angka resmi juga menunjukkan bahwa harga rumah baru turun pada bulan September dengan laju tercepat dalam hampir satu dekade, yang menunjukkan bahwa penurunan di sektor properti semakin parah.

"Pasar properti tidak mengherankan tetap menjadi beban terbesar bagi pertumbuhan China," kata Kepala Ekonom kawasan China di bank ING, Lynn Song.

"Investasi baru tidak mungkin melihat pemulihan yang substansial sampai harga stabil dan persediaan perumahan berkurang, sampai saat itu, properti akan tetap menjadi hambatan signifikan bagi pertumbuhan." tambahnya

Pinjaman dan Dukungan Pasar Properti Jadi Prioritas

Properti China (Foto: Pixabay/Chris Hilbert)
Properti China (Foto: Pixabay/Chris Hilbert)

Sebelumnya pada hari Jumat, bank sentral China mengumumkan bahwa mereka telah mengadakan pertemuan untuk meminta bank dan lembaga keuangan lainnya untuk meningkatkan pinjaman guna mendukung pertumbuhan.

Bulan lalu, Bank Rakyat China (PBOC) mengumumkan paket stimulus terbesar negara itu sejak pandemi, termasuk pemotongan besar pada suku bunga dan suku bunga hipotek.

Rencana tersebut juga mencakup bantuan untuk pasar saham yang lesu dan langkah-langkah untuk mendorong bank untuk lebih banyak meminjamkan kepada bisnis dan individu.

Sejak saat itu, Kementerian Keuangan dan badan pemerintah lainnya telah mengungkapkan rencana lebih lanjut yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah terkena sejumlah tantangan, termasuk krisis properti serta kepercayaan konsumen dan bisnis yang lemah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya